Praktik Baik Reindustrialisasi Negara Asia

April 20, 2020

Subtema 1: Strategi Industrialisasi untuk Mendorong Transformasi Ekonomi. 

Indonesia sedang mengalami gejala perlambatan pertumbuhan industri yang ditandai oleh rendahnya sektor ini dibanding pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mengatasinya, diperlukan strategi reindustrialisasi yang tepat, tidak hanya mencerminkan kekhususan dan keunikan situasi Indonesia tetapi juga memungkinkan untuk dilaksanan di era perekonomian global yang dinamis. 

Ada negara di Asia yang berhasil mentranformasi ekonominya dan meningkatkan pertumbuhan industri lewat strategi reindustrialisasi. Praktik baik negara-negara ini bisa menjadi contoh bagi Indonesia. 

Cina Fokus pada Research and Development
Cina menjadi salah satu raksasa ekonomi berkat industrinya. Tahun 2010, Cina mengambil alih posisi Jepang sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia dan bertahan sampai sekarang. Menurut laporan National Science Foundation 2020, pesatnya pertumbuhan industri di Cina karena pemerintahnya memprioritaskan penelitian atau research and development (R&D). Pengeluaran R&D Cina meningkat lebih dari 17 persen setiap tahun. Tahun 2017, Cina mengeluarkan dana R&D sebesar US$ 496 miliar atau sekitar 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

Cina menginvestasikan untuk produk komersial sebesar 84 persen dari keseluruhan anggaran R&D. Bahkan, penelitian yang dilakukan oleh perusahaan swasta disubsidi oleh Pemerintah Cina. Perusahaan produk komersil, baik perusahaan milik negara maupun swasta, membangun pabrik di dekat lokasi penelitian agar bisa menguji produk tersebut sebelum dibuat massal. Jaringan pabrik dan lembaga R&D mendorong ekspor ragam produk, mulai dari mainan anak-anak hingga telepon genggam, ke seluruh penjuru dunia. 

Peran Chaebol di Industri Korea
Peraih Best Paper Indonesia Development Forum 2018, Karina Miaprjana Utari, memaparkan dalam makalahnya mengenai faktor keberhasilan industri Korea.  Fondasi industri Korea yang kuat disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang selalu memastikan ketersediaan tenaga kerja terdidik dan pekerja keras. Langkah ini dapat mendukung strategi alih teknologi dari luar negeri agar tercipta produk-produk yang berkualitas. Pemerintah Korea juga membantu promosi dan mendorong chaebol atau para konglomerat untuk menghasilkan produk ekspor.

Baca: Cara Korea Kembangkan Kemampuan Teknologi Nasional Ekonomi 

Chaebol menjadi tulang punggung industrialisasi yang sangat didukung dan didanai oleh pemerintah namun mereka tetap diprivatisasi. Chaebol mendapatkan subsidi dari pemerintah bila berhasil mengekspor sesuai target yang ditetapkan (Amsden, 1991). Sebaliknya, chaebol membantu pemerintah melakukan investasi teknologi sehingga industri dalam negeri mampu menghasilkan produk ekspor yang berkualitas.

Menariknya, sejak 2003, zona ekonomi di Korea Selatan hanya ditemukan di daerah tertinggal dengan tujuan sebagai pusat modal dan informasi global (Zona Ekonomi Bebas Korea 2015). Tujuan utama kebijakan zona ekonomi bukanlah pembelajaran teknologi semata melainkan juga menjalin hubungan yang saling menguntungkan antar-perusahaan yang ada. Hubungan ini menghasilkan dua manfaat. Pertama, industri  terus melakukan penelitian dan pengembangan bersama sehingga menciptakan inovasi. Kedua, membantu usaha kecil dan menengah memasuki rantai nilai global. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi di Korea Selatan akan bersifat berkelanjutan dan inklusif.

Reindustrialisasi Jepang Lewat Perencanaan Mendetail
Meski menurut World Economics Forum peringkatnya di bawah Cina dan Korea Selatan saat ini, Jepang tetaplah dikenal sebagai negara Asia pertama yang sukses mengusung industrialisasi. Industrialisasi di Jepang didorong alih teknologi dengan cara mendatangkan pakar dari luar negeri untuk mengajarkan sains modern dan teknologi. Selain itu, anak-anak Jepang disekolahkan oleh negara ke luar negeri untuk belajar teknologi. 

Sempat terpuruk setelah Perang Dunia II, ekonomi Jepang kembali bangkit dalam waktu relatif singkat. Ekonomi negara matahari terbit ini sudah menyamai keadaan sebelum kalah perang pada 1960, 15 tahun setelah bom atom membumihanguskan Nagasaki dan Hiroshima serta meluluhlantakan ekonomi Jepang di tahun 1945. 

Menurut buku The Weight of The Yen  karya R Taggart Murphy, kunci kesuksesn Jepang terletak pada keahliannya membuat perencanaan bisnis dan industri secara mendetail dalam 20-50 tahun ke depan. Salah satu taktiknya ialah membuat barang yang sudah dikenal pasar tetapi lebih berkualitas. Perencanaan ini didukung R&D yang dilakukan oleh perusahaan swasta sendiri maupun pemerintah Jepang. Anggaran R&D yang digelontorkan oleh Pemerintah Jepang sebesar 3 persen dari PDB.  

Melihat praktik baik dari negara-negara industri seperti Cina, Korea Selatan, dan Jepang. Ada benang merah yang bisa ditarik kesimpulan yakni manfaat lembaga penelitian dan pengembangan (R&D) dalam menumbuhkan industri dan mendorong transformasi ekonomi masing-masing negara. Sinergi antara industri dan penelitian menghasilkan produk berkualitas dan berdaya saing global. 

Cara inilah yang juga diperlukan oleh industri Indonesia agar mampu mendorong tranformasi ekonomi. Guna merancang bentuk research and development yang tepat bagi industri tanah air, diperlukan keterlibatan dari seluruh aktor pembangunan baik dari pemerintah maupun akademisi, sektor privat, dan komunitas masyarakat. Indonesia Development 2020 hadir sebagai wadah pertemuan seluruh pemangku kepentingan industri. 

IDF 2020 yang diinisiasi oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) mengambil tema besar Indonesia’s Future Industrialization Paradigm: Value Creation and Adaptive Capacity for Socio-Economic Transformation. Salah satu subtema dalam IDF 2020 ialah Strategi Industrialisasi untuk Mendorong Transformasi Ekonomi

Punya contoh reindustrialisasi dari negara lain yang bisa diadaptasi di Indonesia? Kirimkan solusimu ke Indonesia Development Forum!