Pembicara Terpilih IDF 2019: Muhammad Nabil Andalkan AI hingga Cloud Computing untuk  Budidaya Ikan                                        

October 14, 2019

Muhammad Nabil Satria Faradis

Internet of Things (IoT), manufaktur teknologi-pintar, artificial intelligence (AI) atau inteligensi buatan, dan cloud computing (komputasi awan) dapat diramu menjadi sistem aquaculture 4.0, sebagai terobosan untuk mengembangkan budidaya ikan. Pembicara terpilih IDF 2019 Muhammad Nabil Satria Faradis lewat karyanya berjudul “Aquaculture 4.0: Transforming Indonesia’s Future Fisheries SMEs” memaparkan terobosan sektor perikanan. 

“Akuakultur 4.0 muncul sebagai solusi terkenal untuk masalah budidaya ikan. Akuakultur 4.0 diterapkan pada strategi digitalisasi dan otomatisasi proses pertanian,” tegas lelaki yang biasa disapa Nabil.

Nabil merupakan pendiri perusahaan rintisan socio-technopreneur, PT. MINO Teknologi Indonesia (Ltd.) yang mengantarnya masuk sebagai Top 50 Young Social Entrepreneurs, Singapore International Foundation 2017. Pada 2018, Nabil menjuarai gagasan untuk aksi From 13,000 Innovators, yang dihelat Bank Dunia dan Wharton School University of Pennsylvania, Amerika Serikat. Bukunya bertajuk "Financing and Implementing the Sustainable Development Goals: Ideas for Action” dipublikasikan Bank Dunia.

Nabil menjelaskan akuakultur 4.0 sebagai sistem yang menghubungkan petani ikan sebagai pengguna secara real time.

“Akuakultur 4.0 akan memberikan saran yang diharapkan dapat meningkatkan hasil perikanan budidaya secara signifikan sambil melestarikan sumber daya,” lanjut Nabil.

 

Merawat Siklus Hidup Akuakultur

Siklus akuakultur mencakup persediaan bahan, siklus pertumbuhan, pemrosesan dan pengemasan, distribusi dan penyimpan, hingga konsumsi. Akuakultur 4.0 bertujuan untuk menyediakan produk berupa tanah, air, konsumsi energi, dan pakan secara cukup dan aman dengan menggunakan sumber daya yang minimum. Sistem akuakultur 4.0, menurut Nabil, dapat membantu petani ikan mengenali kualitas bahan-bahan akuakultur tersebut dan menghasilkan produk akuakultur yang laku di pasar.

Energi hijau juga harus dipertimbangkan dalam penerapan sistem akuakultur 4.0. Para pemangku kepentingan perlu memantau soal energi hijau ini, terutama pada siklus pertumbuhan dan seluruh siklus hidup akuakultur. Seluruh rantai pasokan produk akuakultur dalam sistem akuakultur 4.0 ini harus mempertimbangkan norma hijau.

Akuakultur 4.0 memiliki visi untuk membentuk masa depan akuakultur yang berkelanjutan, inklusif, dan andal untuk Usaha Kecil Menengah (UKM) perikanan budidaya di Indonesia. Sistem ini tidak diragukan lagi akan mendorong secara signifikan transformasi akuakultur yang bertanggung jawab.

Di luar masalah teknis, termasuk faktor ramah lingkungan, implementasi akuakultur 4.0 juga mencakup tantangan keuangan, operasi, dan manajemen. Tantangan ini menuntut model produksi petani ikan yang inovatif dan jenis baru dari perusahaan akuakultur untuk menyelesaikan hambatan saat ini.

 

Keuntungan Ekonomi, Sosial, hingga Lingkungan

Penerapan akuakultur 4.0 secara intensif akan mengantar UKM petani ikan memperoleh keuntungan untuk pemantauan kualitas air, deteksi ikan, sistem presisi pemberian pakan, prediksi cuaca, sumber daya intensif, analisis data real-time, dan sistem kontrol. Pembudidaya ikan dapat memantau lingkungan pertumbuhan, membuat keputusan produksi terbaik, dan mempertahankan status pertumbuhan yang optimal. Penerapan akuakultur 4.0 memungkinkan pengendalian kondisi kualitas air  agar optimal, bisa mempertahankan jumlah oksigen, hingga menjaga kuantitas air.

Nabil mengatakan akuakultur 4.0 mendukung mata pencaharian jutaan UKM Indonesia di perkotaan dan pedesaan. Inisiatif ini akan menjadi pendekatan strategis yang meningkatkan penggunaan sumber daya akuakultur untuk menghasilkan peningkatan manfaat secara lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Menurut Nabil, prakarsa keberlanjutan akuakultur 4.0 menekankan tiga pilar pembangunan berkelanjutan. Pertama, keuntungan lingkungan. Akuakultur 4.0 akan membuat petani menjalankan taktik berbasis ekosistem dan lingkungan untuk pengelolaan akuakultur yang bertanggung jawab. Pendekatan bagian ini dengan mengelola dan melindungi jasa ekosistem menggunakan metode berbasis area dan meningkatkan kualitas air, sertamengurangi produk samping limbah.

Langkah ini menyediakan sistem intensif untuk penggunaan air dan benih ikan. Sebuah kolam intensif tidak memerlukan pembukaan lahan lebih lanjut. Pembukaan lahan baru berisiko mengurangi degradasi lingkungan. Akuakultur 4.0 juga mengedepankan pengembangkan teknologi dengan sumber energi terbarukan dan meningkatkan efisiensi energi.

Kedua, keuntungan ekonomi. Akuakultur 4.0 dapat mendukung pengembangan ekonomi dan meningkatkan produksi UKM Indonesia dengan peningkatan pasar, produk, dan akses perdagangan. Nabil menyebut akuakultur membuka lebih banyak peluang kerja, terutama dalam sistem logistik sekaligus mendorong peningkatan infrastruktur transportasi. Selain itu, sistem ini menciptakan lebih banyak peluang bagi investor.

Ketiga, keuntungan sosial. Masyarakat bisa mengambil manfaat penuh dari akuakultur  4.0 untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi, pekerjaan yang layak, mata pencaharian, dan ketahanan terhadap risiko. Akuakultur 4.0 bisa dimanfaatkan untuk memberdayakan kelompok yang terpinggirkan dan menciptakan peluang kerja yang setara. Penerapan sistem akuakultur 4.0 ini juga meningkatkan keselamatan dan keamanan bagi pekerja dibanding penerapan sistem konvensional. Penerapan akuakultur 4.0 dapat memberi peluang pekerjaan yang layak di pedesaan.

Terobosan akuakultur 4.0, karya Nabil tampil di sesi Ideas and Innovations Marketplace, Co-Creating and Collaborating, gelaran Indonesia Development Forum (IDF) 2019 pada 22 Juli. Topik tentang akuakultur 4.0 ini adalah hasil pengembangan Sub-Tema 5  Mengembangkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang Berdaya Saing Global.  Sub-tema ini, merangkai tema besar IDF 2019: Mission Possible:  Memanfaatkan Peluang Pekerjaan Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif.