Pembicara Terpilih IDF 2019: Marlon Arthur Huwae Mengenalkan Konsep Aji Bangun, Satu Tahun Prakerja Membangun Daerah

September 26, 2019

Marlon Arthur Huwae

Program Prakerja bernama Wajib Bakti Membangun (Aji Bangun) selama satu tahun diperkenalkan oleh Pembicara Terpilih IDF 2019, Marlon Arthur Huwae.  Ia menilai program ini dapat menggali potensi sumber daya manusia (SDM) sekaligus meningkatkan kecintaan pada tanah air. Konsep ini tertuang dalam paper berjudul, “Toward Professional Meaningful Vocational Training and Strong Nationalism in Indonesia: A 1-Year Development Conscription to Bridge the New “Prakerja” and High School Graduates to the Job Market, and Indonesian Unity”.

 

“Program Aji Bangun menyasar pada kekuatan, masalah, potensi, dan solusi yang membumi dan berarti. Aji Bangun hanya diikuti satu kali seumur hidup,” jelas Marlon yang juga CEO Indokonor Foundation, LSM yang berbasis di Papua dan fokus pada inovasi teknologi, pengembangan, tata kelola, dan kewirausahaan.

 

Tema sentral Aji Bangun adalah pembangunan sosial, ekonomi, keberlanjutan, kewirausahaan, inovasi, dan teknologi.

 

“Namun, meski Aji Bangun merupakan program wajib, esensinya tidak sama dengan program wajib militer yang hanya berfokus pada pertahanan dan bela negara, di mana penyandang disabilitas tidak bisa ambil bagian,” lanjut Marlon.

 

Prakerja Aji Bangun memfasilitasi pemuda Indonesia termasuk penyandang disabilitas di seluruh Indonesia untuk mengembangkan minat, bakat, dan keahlian di berbagai bidang untuk menyelesaikan masalah di daerahnya. Program ini akan membangun saling ketergantungan antara negara dan pemudanya.

 

“Sebab, menurut hemat saya, belum ada program yang mampu meleburkan pemuda ke dalam negara dan pada saat bersamaan meledakkan kemampuan pemuda untuk memberikan solusi konkrit dalam membangun negara,” kata Marlon.

 

Tujuan lain dari Aji Bangun untuk membangun kolaborasi pemerintah pusat, daerah, akademisi, dan swasta.

“Aji Bangun diharapkan dapat membuka ruang interaksi langsung antara pemuda-pemudi di seluruh Indonesia dalam rangka meningkatkan pemahaman kebudayaan, pluralisme, dan kebangsaan,” ujar Marlon.

 

 

Empat Tahap Aji Bangun

Aji Bangun terbagi menjadi empat sesi penting yaitu perekrutan, pembekalan, bangun Indonesia (post project), dan evaluasi. Perekrutan ditujukan untuk pemuda berumur 15-29 tahun, dilaksanakan dengan prinsip equality (kesetaraan) dan mencakup representasi tiap provinsi. Pada tahap perekrutan, peserta diwajibkan mengisi formulir dan mendeskripsikan potensinya serta masalah yang akan diselesaikannya dalam post project.

 

Peserta yang mengikuti pembekalan harus ditanggung biaya transportasinya dan kebutuhannya. Pembekalan dilakukan terpusat pada satu daerah di Indonesia yang dapat digilir setiap tahunnya. Selama sembilan bulan pembekalan diberikan beberapa program seperti kepemimpinan dalam industri 4.0,  persiapan kerja, dialog kebangsaan, dan kegiatan budaya. Sementara pendanaannya dapat dilakukan dengan skema joint budgeting antara pemerintah pusat dan daerah dengan 50 persen pusat dan 50 persen daerah dan atau pemerintah- swasta pemerintah 50 persen dan swasta 50 persen.

                                                                                            

Berikutnya post project yang dapat dilakukan secara individu dan atau kelompok.

 

“Misalnya, seorang pemuda lulusan S1 Universitas Papua jurusan teknologi pangan pada post project-nya ingin membuat produk mie instan organik dengan ekstrak buah merah,” ujar Marlon.

 

Peserta dengan minat seperti ini bisa dihubungkan untuk belajar di perusahaan makanan dan minuman. Tahap ini berlangsung selama tiga bulan dan peserta turun ke daerah mereka masing-masing untuk mengimplementasikan proyek mereka.

 

“Karena keterbatasan biaya, pemerintah dapat membiayai 10 proyek terbaik dari masing-masing tema: sosial, ekonomi, keberlanjutan, kewirausahaan, inovasi dan teknologi,” papar Marlon.

 

Sisanya bisa dibiayai pemerintah daerah dan/atau lewat skema lain seperti dana desa ataupun bantuan donatur dari organisasi non pemerintah atau pebisnis, baik lewat skema bantuan langsung atau crowdfunding. Bagi yang tidak memperoleh bantuan dana bisa mengambil pilihan magang pada pemerintah, organisasi nirlaba, dan/atau industri.

 

Pada evaluasi, seluruh peserta diwajibkan mengumpulkan seluruh laporannya dan bukti akhirnya kepada pemerintah kabupaten, provinsi, hingga pusat. Seluruh peserta harus kemudian didata dan dibina dalam satu platform daring untuk alumni.

 

 

Mengelola Masa Depan, Mengelola Anak Muda

 

Marlon menuturkan Aji Bangun merupakan sebuah sistem untuk pemberdayaan anak muda dengan mengidentifikasi potensi dan masalah dari perspektif mereka.

“Selanjutnya memberikan reward kepada mereka yang memiliki ide, solusi terbaik dalam bidang pembangunan sosial, ekonomi, keberlanjutan, kewirausahaan, inovasi dan teknologi,” kata Marlon.

Dampak positifnya, pemerintah dapat mengidentifikasi kekuatan dan potensi pemuda seluruh Indonesia sekaligus dapat mendata masalah yang ada, dari kacamata pemuda. Selanjutnya, bisa membangun kolaborasi untuk menemukan solusi. Pemerintah juga bisa memperoleh input dalam pengambilan kebijakan. Di sisi lain, program ini meningkatkan rasa kebangsaan, membangun dialog antar pemuda, hingga rasa toleransi.

 

Marlon mengakui dampaknya tidak dirasakan secara instan. Bahkan, negara harus mengeluarkan dana.

 

“Namun dalam jangka panjang, diharapkan tumbuh generasi muda baik sebagai entrepreneur, innovator, dan aktivis yang mampu berkontribusi secara konkret pada Indonesia,” tambahnya.

 

Marlon menambahkan jika konsep Prakerja lewat Aji Bangun ini dijalankan, perlu dibuat payung hukum beserta mekanisme pendanaannya.

 

“Aji Bangun merupakan buah hasil penelitian saya. Secara akademik dapat dipertanggungjawabkan. Namun untuk mengoperasionalisasikannya, diperlukan instrumen lain seperti aturan main, legalitas, sumber daya pendanaan dan aparatur, dan dampaknya,” lanjutnya. 

 

Marlon kini tengah menjalani program S3 bidang Kebijakan Publik di Macquarie University, Australia. Lelaki kelahiran Papua Barat ini meraih sejumlah beasiswa Amerika Serikat, Belanda, dan Australia. Keinginan Marlon menjadi seorang peneliti sekaligus CEO yang mampu membawa dampak positif dalam inovasi dan pemberdayaan teknologi, serta sosial ekonomi di Papua, Indonesia, bahkan hingga lingkungan global. Ia pernah menjadi Koordinator Kebijakan UNICEF dan Sekretaris Departemen Seni di Universitas Papua.

 

Pada perhelatan Indonesia Development Forum 2019, Marlon menampilkan hasil penelitiannya dalam sesi Ideas and Innovation, Marketplace, Co-Creating and Collaborating pada 22 Juli 2019. Prakerja Aji Bangun ini menjadi bagian dari diskusi sub-tema IDF 2019, Reformasi Sistem Pendidikan dan Pelatihan Vokasi (TVET) untuk Pekerjaan Masa Depan. Diskusi tentang vokasi menjadi salah satu fokus dalam IDF 2019, yang bertema, “Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerjaan Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif.”

 

 

 

 


--> -->