Kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu aspek yang memiliki peran vital terhadap keberhasilan pembangunan. Upaya peningkatan kualitas SDM perlu dilaksanakan sejak dini baik dari segi kesehatan maupun pendidikan. Pada di seribu hari pertama anak dan fase emas atau yang biasa disebut golden age yang merupakan periode sangat penting dan membutuhkan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang maksimal. Karena upaya pembangunan suatu bangsa akan sangat membutuhkan individu-individu yang sehat fisik, mental, cerdas, berakhlak mulia dan berdaya saing tinggi.
Dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar tersebut, pemerintah telah memfasilitasi beberapa program seperti POSYANDU yang berupaya memberikan pelayanan kesehatan dasar, serta pendidikan anak usia dini (PAUD) & program bina keluarga balita (BKB) yang berfokus pada ranah pendidikan dan pengasuhan anak.
Ketiga program ini terus melakukan perbaikan dari yang awalnya berjalan sendiri-sendiri hingga adanya keterpaduan program POSYANDU dengan PAUD dan BKB sesuai Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif. Kebijakan tersebut menekankan bahwa setiap anak harus mendapatkan pelayanan kesehatan, gizi, perawatan, perlindungan, rangsangan pendidikan secara berkesinambungan sejak janin sampai usia 6 tahun dengan sistem pelayanan menyeluruh dan terintegrasi.
Pengintegrasian POSYANDU dengan BKB dan PAUD ini memiliki peran penting dan strategis dalam upaya #AtasiKesenjangan karena terlibat langsung dalam upaya meningkatkan kesejahteraan orangtua dan anak dalam berbagai aspek. Posyandu memantau kesehatan ibu dan anak, PAUD memfasilitasi balita bermain dan belajar bersama yang dibimbing oleh mentor/guru PAUD, sementara BKB memberikan ruang untuk orangtua menggali pengetahuan dan keterampilan mengenai pengasuhan anak yang baik. Hal ini membawa harapan agar orangtua dan anak memiliki wadah untuk memantau dan menstimulasi tumbuh kembang anak secara optimal.
Namun implementasi ketiga program ini masih mengalami kendala, khususnya program Bina Keluarga balita yang pelaksanaannya kurang begitu eksis di masyarakat. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh BKKBN dalam websitenya; “Berdasarkan data Pengendalian Lapangan (Dalap BKKBN) bulan Desember 2017 jumlah keluarga yang mengikuti kegiatan BKB sejumlah 3.023.926 keluarga (63.88%) dari sasaran 7.408.983 keluarga. Dari sejumlah data tersebut, belum semua kelompok BKB yang menjalankan keterpaduan dengan kegiatan Posyandu dan PAUD. Kinerja program BKB dan Anak saat ini masih membutuhkan perhatian dan komitmen dari para pengelola program BKB, baik dari tingkat pusat hingga tingkat desa”.
Perhatian terhadap program BKB ini perlu ditingkatkan karena seperti yang kita ketahui orangtua berada di garda terdepan pertumbuhan dan perkembangan anak. Peran orangtua dan keluarga dalam mendidik anak tidak dapat tergantikan oleh sekolah dengan kualitas terbaik sekalipun. Begitu kuatnya peran orangtua dalam pendidikan anak, hingga disebut sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama.
Padahal, jika terimplementasikan dengan baik, program BKB ini dapat menjembatani orangtua & anak-anak usia dini dari keluarga prasejahtera untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan seputar pendidikan anak/parenting, karena mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan akan pendidikan secara mandiri, seperti layaknya keluarga dari ekonomi menengah ke atas yang memiliki akses untuk mengupgrade ilmu pengasuhan anak melalui seminar atau workshop, konsultasi dengan pakar dll. Sementara di kegiatan POSYANDU pun masih minim kegiatan penyuluhan untuk orangtua secara mendalam, karna biasanya lebih terfokus pada pencatatan dan pelaporan.
Masalah lain selain angka partisipasi peserta BKB, yaitu kompetensi kader BKB itu sendiri yang mempunyai peran vital seperti yang disebutkan rinci dalam Buku Panduan Pelaksanaan kegiatan BKB Terintergrasi yang di publikasikan BKKBN, terkait tugas administratif, penyedia layanan konseling, penyuluhan,dan lain-lain.
Hasil Evaluasi Kinerja Program Bina Keluarga Balita (BKB) di Kelompok BKB Mekar Sari 2 Kelurahan Pedurungan Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang dapat kita jadikan contoh gambaran mengenai bagaimana pelaksanaan BKB di lapangan yang menyebutkan bahwa peran yang sangat vital tidak diikuti dengan pelatihan yang mumpuni dari Bapermasper & KB sebagai SKPD yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan BKB. Hanya 2 orang kader kecamatan tiap tahunnya yang menerima pelatihan.
Untuk mengatasi kendala kurangnya partisipasi peserta BKB dan kompetensi kader dan sarana konsultasi dan sharing antar anggota yang belum optimal dapat dilakukan melalui strategi sebagai berikut:
1. Pemanfaatan Teknologi
Salah satu faktor dari kurangnya partisipasi peserta dalam kegiatan BKB dilatarbelakangi oleh adanya kesibukan bekerja, mengurus rumah tangga serta minimnya motivasi. Pemanfaatan teknologi dengan membuat forum online dapat menjadi solusi, dimana para peserta & kader yang memiliki akses internet dapat dengan leluasa mendayagunakan aplikasi messenger di smart phone nya untuk berinteraksi satu sama lain dengan lebih luwes dan berbagi dokumen penunjang kegiatan, seperti artikel, modul materi, media pembelajaran yang dapat dikembangkan orangtua dirumah dll. Selain itu, forum online tersebut dapat dimanfaatkan untuk menghubungkan peserta, kader dan tim ahli yang diundang untuk mengoptimalkan proses konsultasi tumbuh kembang anak.
Pelatihan kader pun dapat dilakukan secara online melalui sistem pembelajaran jarak jauh sebagai upaya memudahkan kordinasi, menghemat biaya akomodasi dan menciptakan iklim pelatihan yang berkesinambungan dengan mudah untuk meningkatkan kualitas kader sebagai penyediaan layanan dasar.
2. Pengayaan Materi dan Media Pembelajaran/Alat Permainan Edukatif Penunjang
BKKBN sudah melakukan upaya pemanfaatan teknologi dengan membuat aplikasi yang dapat di unduh di playstore bernama “Menjadi Orangtua Hebat”, berisi modul, buku, leaflet serta video panduan yang bisa digunakan orangtua maupun pedoman presentasi untuk penyuluhan.
Sebagai seorang warga Indonesia, saya pun sedang berupaya memberikan kontribusi membantu keterlaksanaan program pengembangan anak usia dini dengan membuat suatu gerakan “belajar jadi orangtua”, yaitu forum diskusi mengenai pendidikan anak bagi pasangan usia subur/calon orangtua, orangtua yang memiliki anak usia 0-6 tahun. Dan membuat website yang berisi artikel pengenai pengasuhan anak, dan berbagi media pembelajaran gratis yang dapat diunduh & dimanfaatkan untuk mendampingi kegiatan belajar anak yang menyenangkan. Meski masih dalam tahap pengembangan dan perbaikan, semoga langkah kecil ini memberikan dampak positif bagi berbagai pihak.
3. Mengoptimalkan Peran Serta Masyarakat Seperti komunitas, Organisasi Profesi, LSM dan Pelaku Usaha
Penyuluhan secara tatap muka pun masih diperlukan untuk memfasilitasi pihak-pihak yang tidak terjangkau oleh internet. Kita dapat berkordinasi dengan pihak praktisi ataupun ahli di bidang pendidikan dan kesehatan anak sebagai fasilitator/tim ahli. Serta bekerjasama dengan pelaku usaha untuk membantu mendanai biaya operasional yang tidak tertutupi pemerintah melalui bantuan dana CSR nya.
Optimalisasi program pengembangan anak usia dini holistik integratif melalui peningkatan SDM penyedia layanan, pemanfaatan teknologi serta memaksimalkan kerja sama dengan berbagai pihak diharapkan mampu menjadi solusi meningkatkan mutu dan pemerataan kualitas SDM di berbagai wilayah.
Sumber Informasi:
Peraturan Presiden No 60 Tahun 2013. Pengembangan Anak Usia dini Holistik Integratif.
Tingkatkan kualitas pengasuhan keluarga, BKKBN bentuk BKB holistik Integratif. 28 MEI 2018.https://www.bkkbn.go.id [Online: Diakses Juni 2018]
Dwi Muhammad Furqon, Kismartini, Fathurrohman. Evaluasi Kinerja Program Bina Keluarga Balita (BKB) di Kelompok BKB Mekar Sari 2 Kelurahan Pedurungan Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. http://download.portalgaruda.org
Buku Panduan Pelaksanaan Kegiatan BKB Yang Terintegrasi Dalam Rangka Penyelenggaraan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif. BKKBN: Jakarta (2013).