“Diperlukan kehadiran Negara untuk memastikan agar rakyat yang menjadi konsumen tidak menghadapi kesulitan dalam mendapatkan bahan pangan karena barangnya tersedia di pasar serta bisa membelinya dengan harga yang terjangkau. Negara juga harus hadir memastikan para petani sebagai produsen bisa semakin produktif, semakin sejahtera, karena mendapatkan harga komoditas yang wajar dan adil.”
-Presiden Joko Widodo
Kalimat diatas diucapkan oleh Presiden Jokowi pada 13 Juni 2017 dalam Rapat Terbatas Memperkuat Peran BULOG dalam Ketahanan Pangan Nasional. Negara memang sudah sepantasnya hadir, terutama dalam mewujudkan sila kelima yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan data statistik pada triwulan II 2017, apabila dilihat dari sisi produksi, pertanian merupakan sektor kedua paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, diatas sektor lainnya seperti perdagangan maupun konstruksi. Kemajuan pada sektor pertanian juga turut menimbulkan optimisme bagi Pemerintah dengan menargetkan bahwa Indonesia mampu menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045. Tidak hanya itu, salah satu komoditas ekspor utama Indonesia pada tahun 2017 juga berasal dari sektor pertanian dengan total nilai ekspor US$ 2.17 Miliar dengan ekspor kopi senilai US$ 1.18 Miliar, tanaman obat, aromatik, dan rempah - rempah senilai US$ 0.63 Miliar, dan buah - buahan senilai US$ 0,36 Miliar.
Namun, banyaknya hal positif yang telah disebutkan di atas ternyata tidak serta - merta berimbas positif kepada petani sebagai tokoh sentral sektor pertanian. Nilai Tukar Petani (NTP) secara rata - rata di Indonesia pada tahun 2016 hanya sebesar 101,65. Sebagai informasi, NTP merupakan perbandingan antara Indeks harga yg diterima petani (It) dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib). Apabila NTP = 100, maka petani mengalami impas yakni kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi atau dengan kata lain bahwa pendapatan petani sama dengan pengeluarannya. Sehingga, hasil statistik NTP yang hanya lebih sedikit dari 100 tersebut dapat diartikan bahwa pendapatan petani hanya sedikit lebih besar dibanding pengeluarannya. Selisihnya tidak sampai 2%. Belum lagi di daerah - daerah tertentu seperti Aceh, Kalimantan dan Papua yang memiliki NTP di bawah 100 sehingga petani disana mengalami defisit atau pengeluarannya lebih besar dibandingkan pendapatannya.
"Sehingga pertanyaannya, bagaimana cara agar petani dapat menikmati hasil tani secara maksimal?"
BULOG 4.0
Ide BULOG 4.0 dilatarbelakangi oleh pesatnya kemajuan teknologi pada dewasa ini. Internet of Things (IoT) atau yang dikenal juga dengan Industri 4.0 merupakan sebuah revolusi industri yang mengandalkan komputerisasi dan internet pada prosesnya. Marketplace dan Fintech (Financial Technology) merupakan contoh produk dari tren industri ini. Nantinya, BULOG sebagai kepanjangan tangan Pemerintah dapat bertindak sebagai intermediaries atau penghubung perdagangan antara pedagang dan konsumen dengan menyediakan pasar digital. Peran BULOG disini tidak hanya serta merta menyediakan infrastruktur pasar digital, namun juga memberikan penyuluhan kepada para petani sehingga mereka dapat memanfaatkan teknologi tersebut secara maksimal, menyediakan infrastruktur logistik, dan menetapkan harga acuan untuk setiap produk pertanian. Pada praktiknya, BULOG dapat menggandeng BUMN atau BUMD dalam penyediaan infrastruktur pasar digital dan logistik.
Dalam pasar digital yang dikelola oleh BULOG tersebut, para petani dapat menjual langsung hasil panennya kepada konsumen, baik kepada para pedagang di pasar tradisional, maupun konsumen akhir. Tanpa adanya campur tangan tengkulak atau mafia, harga produk pangan akan lebih stabil dan terkendali terutama pada saat - saat perayaan hari raya seperti lebaran. Terlebih karena BULOG tetap berperan aktif dengan menetapkan harga acuan. Dengan langkah - langkah inilah, surplus pada sektor pertanian akan benar - benar dirasakan langsung oleh petani sebagai tokoh sentral.