• Ristika Putri Istanti
    Ristika Putri Istanti
    Ristika Putri Istanti yang biasanya dipanggil dengan nama Tika ini bekerja sebagai analis di salah satu lembaga asosiasi pemerintah kabupaten yang berkomitmen dalam pembangunan berkelanjutan yang bernama Lingkar Temu Kabupaten Lestari sejak tahun 2018. Ketertarikannya dalam dunia lingkungan hingga membawanya ke titik ini untuk turut bekerja di level tapak khusunya membantu pemerintah kabupaten dalam mewujudkan daerah yang sinergis dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.

Masterclass : Resep 'Start-Up' Untuk Investasi Daerah

March 29, 2019
Masterclass : Resep 'Start-Up' Untuk Investasi Daerah

Proses 'Speed-Dating' Masterclass Investasi Lestari seri Komoditas

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan bahwa realisasi penanaman modal luar negeri dan dalam negeri di Indonesia berhasil mencapai 94% dari total target sebesar 721,3 Triliun Rupiah di Tahun 2018. Meskipun demikian, investasi yang masuk ke Indonesia tidak berbanding lurus dengan pemerataan investasi yang masuk ke daerah. KADIN melalui Komisi Tetap Investasi Dalam Negeri menyatakan bahwa hal ini seringkali disebabkan daerah yang tidak proaktif mendukung kemudahan masuknya investasi itu sendiri. Beberapa faktor penentu adalah regulasi, tata kelola kelembagaan dan kapasitas SDM. Amat penting bagi daerah untuk punya visi pembangunan yang jelas agar mampu membidik investasi pendukung tepat sasaran. Studi yang dilakukan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) di tahun 2015 juga menyatakan bahwa regulasi, perizinan dan transparansi merupakan hal kunci yang mampu meningkatkan daya saing daerah dalam hal menarik investasi masuk.

Di sisi lain, perusahaan rintisan (Start-Up) di Indonesia ternyata mampu untuk meraup porsi besar dari total investasi yang masuk. Menurut data BKPM, dari total USD 9-12 miliar dolar Foreign Direct Investment (FDI) yang masuk ke Indonesia, diperkirakan 15-20% masuk ke start-up yakni sejumlah USD 2-2.5 miliar dolar per tahun. Salah satu elemen kunci pendukung tumbuh pesatnya para start-up Indonesia adalah berbagai inkubator yang memberikan peningkatan kapasitas dari sisi pengembangan bisnis, tata kelola kelembagaan, kemampuan menggalang dan mengelola dana. Jika diperhatikan, pola peningkatan kapasitas yang diberikan inkubator pada para start-up ternyata sejalan dengan pekerjaan rumah daerah untuk menarik investasi. Pertanyaannya, apakah pola inkubasi serupa dapat membantu daerah untuk meningkatkan daya saingnya?

Pada tahun 2018, kabupaten anggota Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) – suatu perkumpulan yang dibentuk dan dikelola oleh pemerintah kabupaten untuk implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) melalui gotong royong multipihak, memutuskan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Kini, LTKL bersama mitra di bidang inkubator dan investasi daerah seperti KPPOD dan Kinara Indonesia telah menelurkan konsep inkubasi untuk kabupaten dengan resep ala start-up, bertajuk ‘Masterclass Investasi Lestari’.  Meski terinspirasi dari inkubator, fokus utama kegiatan Masterclass Investasi Lestari bukan untuk menjadikan kabupaten sebagai pelaku usaha – akan tetapi memastikan kabupaten dapat proaktif ‘jemput bola’ untuk menarik investasi ke daerahnya sekaligus memiliki tata kelola investasi yang baik saat sudah berhasil.

Masterclass Investasi Lestari dirancang sebagai rangkaian kegiatan bertahap yang membantu kabupaten untuk memahami peluang dan bentuk investasi yang tersedia, menentukan prioritas investasi sesuai visi pembangunan dan berdasarkan data yang akurat dan memastikan prosedur investasi di daerahnya dilaksanakan dengan kultur birokrasi dan sistem yang transparan, akuntabel serta didukung kebijakan yang memadai. Lebih penting lagi, bagaimana kabupaten dapat menyampaikan berbagai hal tersebut secara jelas dan lugas pada calon mitra investor.

Rangkaian kegiatan dimulai dari tahap pertama yakni ‘Kick-Off’ yang memperkenalkan peluang dan bentuk investasi yang tersedia di sektor tertentu kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua yakni pelatihan pembuatan portfolio program prioritas. Materi pelatihan mencakup pemetaan potensi daerah, membangun model bisnis, kebijakan & perizinan, hingga membuat proyeksi keuangan jangka panjang. Di akhir pelatihan, diharapkan masing-masing kabupaten peserta memiliki setidaknya satu portfolio program prioritas yang bisa menjadi ‘amunisi’. Seperti halnya inkubator start-up, Masterclass Investasi Lestari juga berupaya menciptakan ekosistem pendukung bagi peserta. Karenanya, Kabupaten akan mendapatkan pelatihan khusus terkait teknik presentasi bisnis sebagai tahap ketiga sebelum akhirnya melakukan ‘pitching’ program prioritasnya pada sesi ‘Business Showcase & Matching’ yang merupakan tahap final. Presentasi dilakukan di hadapan jejaring mitra yang berpotensi memberikan investasi, baik dari sisi pendanaan, bantuan teknis, jejaring dan bahkan ‘panggung’ untuk kabupaten. Perlu digarisbawahi bahwa unsur ‘lestari’ menjadi titik berat bagi investasi yang difasilitasi masuk ke kabupaten peserta – dalam artian investasi yang ditawarkan oleh para calon mitra perlu mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) secara langsung, sesuai dengan visi LTKL dan target pembangunan nasional.

Meski saat ini Masterclass Investasi Lestari belum sampai tahap akhir, beberapa inovasi kabupaten sudah mulai terlihat. Seri pertama dari Masterclass Investasi Lestari untuk 2019 memilih sektor perkebunan sebagai prioritas. Kabupaten peserta sebelumnya telah menyepakati tujuh komoditas strategis yang membutuhkan investasi lestari adalah kopi, kakao, sawit, karet, kelapa, rempah dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Saat ‘Kick-Off’, resep ala inkubator yang diadopsi adalah ‘speed-dating’ dimana peserta kabupaten melakukan wawancara langsung dengan para pelaku usaha, asosiasi, mitra pembangunan dan petani untuk masing-masing komoditas secara bergantian dalam waktu 20 menit. Dari hasil evaluasi kegiatan, para peserta sepakat bahwa metode tersebut lebih efektif ketimbang apabila mereka mengikuti sesi paparan biasa. Selain pemahaman akan potensi investasi di komoditas tertentu, hal teknis seperti tipe data dan informasi komoditas yang dibutuhkan oleh investor, dan kesulitan investor di lapangan dapat tergali lebih konkrit. Di saat yang bersamaan, calon mitra yang terlibat ‘speed-dating’ juga berkomitmen untuk terlibat lebih lanjut dalam Masterclass Investasi Lestari.

Inovasi awal yang muncul adalah inisiatif kabupaten seperti Gorontalo, Sintang dan Siak untuk membentuk tim ‘jemput bola investasi’ dengan anggota tim multi-pihak. Tim yang diusulkan terdiri dari 12-15 Dinas yang mencakup Dinas Penanaman Modal & Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Pertanian & Pekebunan, BAPPEDA dan Dinas Perdagangan. Yang menarik, unsur ‘investasi lestari’ menggarisbawahi perlunya keterlibatan Dinas Lingkungan Hidup dalam tim –bentuk konkrit untuk menghubungkan penanaman modal dengan kewajiban pelestarian lingkungan. Kabupaten peserta juga otomatis menempatkan kesejahteraan masyarakat sebagai target utama investasi– karenanya tidak ada keraguan untuk menempatkan Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Pemberdayaan Masyarakat & Desa serta perwakilan masyarakat di Kabupaten seperti pelaku UMKM, pelaku usaha besar kelompok tani, organisasi masyarakat sipil, akademisi dan masyarakat adat sebagai bagian inti dari tim ‘jemput bola investasi’ ini.  Dari perkembangan ini mulai terlihat bahwa pendekatan Masterclass Investasi Lestari dapat menjadi pemantik gotong royong di kabupaten.

Inovasi lainnya adalah kesepakatan kabupaten terkait pola ajar silabus yang disesuaikan dengan ‘kultur produktif’ di kabupaten tersebut – artinya peserta dijamin keaktifannya bahkan saat jam sulit seperti lepas makan siang. Tidak tertutup kemungkinan para peserta akan belajar hal rumit seperti proyeksi keuangan sambil makan durian atau bercengkerama bersama di kedai kopi saat pelatihan nanti. Tahun 2019 ini, BKPM meningkatkan target capaian investasi hingga 792.3 Triliun Rupiah. Apakah resep inkubasi ala start-up yang ditawarkan Masterclass Investasi Lestari dapat menghantarkan para kabupaten peserta untuk ‘jemput bola’ sebagian investasi tersebut dengan sukses seperti para start-up Indonesia? Melihat berbagai inovasi kabupaten yang muncul sejak awal proses, penulis cukup optimis.


Comment