Upaya Bio Farma Produksi Massal Vaksin COVID-19

August 31, 2020

Sumber: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Vaksin virus corona atau COVID-19 sangat dibutuhkan dunia saat ini. Berbagai negara, lembaga penelitian, dan perusahaan farmasi gencar menyelenggarakan riset agar dapat menghasilkan vaksin tersebut. Indonesia melalui induk Holding BUMN Farmasi Bio Farma, bekerja sama dengan lembaga riset Sinovac dari Tiongkok, akan melakukan uji klinis tahap 3 vaksin COVID-19 pada Agustus 2020.
 
“Apabila uji klinis vaksin COVID-19 tahap 3 lancar, maka Bio Farma akan memproduksinya pada kuartal 1 tahun 2021 mendatang, kami sudah mempersiapkan fasilitas produksinya di Bio Farma,” kata Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir seperti yang dikutip dari siaran pers tertanggal 20 Juli 2020.
 
Perusahaan farmasi plat merah ini menargetkan produksi 40 juta dosis vaksin COVID-19 per tahun. Vaksin yang akan diproduksi massal ini adalah vaksin yang dikembangkan perusahaan Sinovac asal Tiongkok. Vaksin itu sudah tiba di Indonesia sejak 19 Juli 2020 dan siap diuji klinis dengan jumlah 2.400 dosis vaksin.
 
Honesti Basyir mengatakan pemilihan Sinovac sebagai mitra karena mempunyai metode pembuatan vaksin yang serupa dengan yang dilakukan Bio Farma. Metode yang digunakan ialah inaktivasi dan Bio Farma telah memiliki pengalaman pembuatan vaksin seperti vaksin pertusis.

Vaksin COVID-19 tersebut akan melewati uji klinis di Pusat Uji Klinis yaitu Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Sampel yang diambil Unpad sekitar 1.620 subjek dengan rentang usia 18-59 tahun dan mempunyai kriteria tertentu. Sedangkan sisa vaksin akan digunakan untuk uji laboratorium di Bio Farma dan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). Setelah diproduksi massal, Bio Farma akan mematok harga vaksin COVID-19 sekitar Rp 72.500 hingga Rp 145 ribu per dosisnya.
 
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara Arya Sinulingga menargetkan Bio Farma bisa melakukan ekspor vaksin COVID-19 setelah kebutuhan dalam negeri kelak terpenuhi. Warga Indonesia yang akan mendapatkan vaksin tersebut adalah tenaga medis, warga di zona merah, dan orang yang memiliki penyakit bawaan rentan terserang COVID-19.
 
“Saya harap, di samping bisa terjangkau oleh masyarakat, kemudian kita akan bisa mengekspor karena Singapura, Thailand, itu pasti tidak ada vaksin. Vietnam juga tak punya vaksin,” kata Staf Khusus Menteri, Arya, seperti yang dikutip dari CNN Indonesia.

 
Pengembangan vaksin Covid-19 ini, merupakan satu dari lima skenario Bio Farma dalam menangani penyebaran virus SARS COV2 penyebab COVID-19. Skenario lain seperti produksi Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), Terapi Plasma Konvalesen, Mobile Laboratorium BSL 3, dan Pembuatan Viral Transport Media (VTM).
 
Uji coba dan produksi massal vaksin COVID-19 di Indonesia bisa terwujud lewat kolaborasi berbagai pihak antara lain dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI, sebagai medical advisor dan pelaksanaan uji titer antibodi netralisasi. Selain dengan Baltbangkes, Bio Farma juga bekerjasama dengan BPOM RI sebagai regulator, dan tentu saja dengan FK UNPAD sebagai institusi yang sudah berpengalaman dalam pelaksanaan uji klinis vaksin – vaksin yang beredar di Indonesia.
 
Kimia Farma dan Indofarma yang merupakan anak holding dari Bio Farma akan menjadi distributor vaksin tersebut. Tak hanya perusahaan plat merah yang akan memproduksi vaksin dan mengedarkannya. Perusahaan farmasi swasta seperti Kalbe Farma juga terlibat aktif dalam kerja sama pembuatan vaksin COVID-19. Perusahaan ini bekerja sama dengan Genexine, Inc, perusahaan dari Korea Selatan untuk mengembangkan vaksin berbasis DNA tersebut.
 
“Kalbe akan menggandeng lembaga pemerintah terkait untuk berkolaborasi mengembangkan vaksin COVID-19 ini sehingga proses penelitiannya berjalan lancar dan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesehatan masyarakat Indonesia,” kata Direktur Kalbe Farma Sie Djohan seperti yang dikutip dari laman resmi Kalbe.co.id.
 
Jika mengacu pada kalkulasi pemerintah, Indonesia membutuhkan setidaknya 340 juta dosis vaksin untuk diberikan kepada orang-orang yang berisiko. Upaya perusahaan BUMN dan swasta menghasilkan vaksin untuk mencukupi kebutuhan tersebut menunjukkan kompetisi sehat sekaligus kolaborasi dalam penanganan COVID-19.
 
Kolaborasi dan kompetisi tersebut merupakan salah satu contoh meningkatkan daya saing subsektor industri unggulan. Industri farmasi merupakan sektor yang diunggulkan oleh Pemerintah Indonesia. Selain berfungsi sebagai employment generator atau penyerap tenaga kerja, industri farmasi memberi  nilai tambah ekonomi yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat kemiskinan.
 
Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang sangat unik untuk dijadikan sebagai modal bagi pelaksanaan industrialisasi di sektor farmasi dan alat kesehatan. Dengan ketersediaan sumber daya alam yang melimpah, baik dari perkebunan, pertanian, maritim maupun pertambangan, Indonesia sebenarnya memiliki potensi untuk menciptakan nilai tambah dari produk-produk sumber daya alam (SDA) secara lebih tinggi.
 
Kamu punya solusi lain meningkatkan daya saing subsektor unggulan? Tulis ide dan gagasanmu di kolom media sosial Indonesia Development Forum!