Pemulihan Ekonomi Lewat Revitalisasi Industri

July 29, 2020

Industri merupakan salah satu sektor terdampak pandemi virus corona atau COVID-19 yang mengakibatkan pengurangan jumlah tenaga kerja dan penurunan konsumsi rumah tangga. Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Prijambodo mengatakan Pemerintah Indonesia mendorong pemulihan ekonomi  dengan berfokus pada prioritas kesehatan masyarakat, membantu sektor yang terdampak berat, dan menggerakan ekonomi secara bertahap dengan tetap mengutamakan protokol kesehatan.

“Strategi pemulihan ekonomi ini seiring dengan reformasi sosial untuk mengatasi pandemi,” kata Deputi Bappenas Bambang Prijambodo saat menyampaikan pidato kunci di Webinar #1 – Road to Indonesia Development Forum (IDF) 2021 yang bertajuk ‘Prospek Pemulihan Ekonomi Melalui Revitalisasi Industri’ pada Rabu, 29 Juli 2020.

Pemulihan ekonomi difokuskan pada upaya mempercepat pulihnya industri, pariwisata, dan investasi. Sementara reformasi sosial mencakup pada sistem kesehatan nasional, perlindungan sosial, dan ketahanan bencana.

Khusus industri, kata Bambang, ada beberapa strategi agar sektor tersebut cepat pulih. Reskilling dan upskilling perusahaan, peningkatan penggunaan produksi dalam negeri termasuk oleh pemerintah dan BUMN, substitusi impor dan penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri, penurunan biaya energi dan logistik, peningkatan ekspor hasil industri, percepatan operasionalisasi Kawasan Industri, dan inovasi dan adaptasi teknologi.


Salah satu sektor industri unggulan yang diharapkan cepat pulih adalah industri farmasi dan alat kesehatan. Alasannya, Direktur Pengembangan Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi Bappenas Ahmad Dading Gunadi mengatakan industri tak hanya mampu menggerakan perekonomian tetapi juga mempunyai prospek ke depan setelah pandemi COVID-19. Tantangannya adalah impor bahan baku farmasi dan alat kesehatan yang masih tinggi.

“Di sinilah perlu kolaborasi lembaga penelitian dan industri untuk mengurangi ketergantunpandemigan impor,” ujar Dading saat menjadi moderator diskusi sesi pertama, Pengembangan Industri Unggulan Farmasi dan Alat Kesehatan.

Menjawab tantangan tersebut, Direktur Industri Permesinan dan Alat Permesinan Pertanian Kementerian Perindustrian Herman Supriadi mengatakan pandemi COVID-19 menjadi momentum meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan impor. Industri alkes difokuskan pada pembuatan alat yang bermanfaat bagi penanganan COVID-10 seperti alat deteksi suhu
tubuh, rapid test, swab test, infrastruktur penunjang rumah sakit, dan lain sebagainya.

Saat ini, industri alat kesehatan dalam negeri mencapai 239 perusahaan, 110 di antaranya adalah anggota Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI). Herman mengatakan industri dalam negeri hanya mampu memenuhi 10 persen kebutuhan total alat kesehatan nasional yang mencapai Rp 16 triliun. Masih ada potensi yang bisa digarap melalui pengadaan pemerintah, BUMN, swasta,  maupun masyarakat. 

Perusahaan alat kesehatan juga bisa memproduksi alat yang  dimanfaatkan untuk penanganan pandemi COVID-19 dan mendukung percepatan subsektor industri unggulan lain. Industri lain perlu alat-alat yang memastikan operasional produksi berjalan tetapi tetap mengutamakan protokol kesehatan.  

“Perlu alat kesehatan yang terintegrasi sehingga bisa memastikan operasional industri tetap aman. Misalnya seperti alat deteksi wajah,
e-KTP reader, dan lain sebagainya,” tutur Herman. 

Sedangkan di sektor farmasi, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Tirtokoesnadi memberikan solusi berupa transformasi penyediaan bahan baku obat-obatan. Jika dulu mengimpor bahan baku, Tirto menyarankan penguatan riset dan pengembangan (R&D) dan meningkatkan kapasitas SDM farmasi agar bisa bersaing di tingkat global.

“Bila ingin bahan baku  farmasi tak lagi impor, Pemerintah Indonesia perlu berkolaborasi dengan pelaku bisnis yang ingin membangun industri bahan baku lewat kebijakan
 yang business friendly sehingga industri farmasi kian berkembang dan banyak menyerap tenaga kerja,” kata Tirto.

Mempersiapkan Kawasan Industri untuk Menarik Investasi
Selain industri alat kesehatan dan farmasi, kawasan industri bisa menjadi solusi pemulihan ekonomi seusai pandemi.  Direktur Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Ignatius Warsito mengatakan kawasan industri bisa menumbuhkan perekonomian wilayah dan menarik investasi lewat relokasi pabrik dari luar ke dalam negeri. 

Warsito menuturkan, pengembangan kawasan industri disesuaikan dengan potensi masing-masing wilayah. Investor bisa masuk sesuai dengan kebutuhan produksi industri mereka. 

“Arah pengembangan  Kawasan Industri juga menggunakan pendekatan wilayah, pengembangan di  Pulau Jawa berbeda dengan di  luar Pulau Jawa,” kata Warsito di sesi kedua Webinar dengan topik “Penyiapan Kawasan Industri Untuk Menarik Relokasi Investasi ke Indonesia”.

Pengembangan Kawasan Industri di Jawa difokuskan pada industri yang menggunakan teknologi tinggi, padat karya sehingga menyerap banyak tenaga kerja, dan industri yang hemat air. Sedangkan di luar Pulau Jawa, Kawasan Industri yang akan dikembangkan oleh pemerintah ialah yang berbasis pengolahan sumber daya alam atau hilirisasi, meningkatkan efisiensi sistem logistik, dan mendorong pusat ekonomi baru.

Agar investor tertarik menanamkan modal, Warsito mengatakan Kawasan Industri harus mempunyai lahan yang sudah dibebaskan dan bersertifikat, infrastruktur telah siap, mempunyai perizinan lengkap, dan memiliki kemampuan menindaklanjuti investasi. Kemenperin mendukung kesiapan Kawasan Industri memenuhi aspek-aspek tersebut lewat kolaborasi bersama Kementerian/Lembaga terkait, pemerintah daerah, dan pelaku industri lokal maupun nasional.  

Di sisi pengusaha, Ketua Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) Sanny Iskandar mengatakan perlunya Kawasan Industri mempunyai mitra strategis untuk menarik investor. Kolaborasi mitra strategis mengatasi tantangan Kawasan Industri terkait pendanaan pembangunan, jaringan bisnis, teknologi, pembagian kompetensi, dan termasuk berbagi risiko. Ia juga menyarankan agar Kawasan Industri dekat dengan  pelabuhan sehingga investor tak kesulitan memasarkan produk.

“Penting juga memperhatikan karakteristik calon investor masuk. Misalnya, pengusaha dari Jepang tak mau Kawasan Industri yang bercampur dengan rumah sakit atau pemukiman, karena itu sebaiknya diarahkan ke kawasan yang sesuai,” kata Sanny.

Masukan lain dari Associate Director Indonesia Country Representative Asia Group Advisors Lauren Adams yang menyarankan perlunya insentif agar investor tertarik masuk ke Indonesia. Pemerintah Indonesia bisa mengurangi risiko investor dengan  mempermudah perizinan, pembebasan lahan, kemudahan mendapatkan bahan baku, dan lain sebagainya. Insentif lebih juga perlu diberikan kepada investor yang mau berinvestasi ke luar Jawa.

“Hal penting lain, daya saing, produktivitas, dan iklim usaha perlu diperbaiki agar investor lebih tertarik berinvestasi ke Indonesia daripada negara-negara lain,” kata Lauren.

Terpenting, Direktur Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Bappenas Eka Chandra Buana mengatakan Kawasan Industri perlu melibatkan pemerintah daerah dan industri lokal karena mereka adalah pihak yang memahami potensi wilayahnya. Kawasan Industri akan mudah terwujud bila aktor pembangunan daerah terlibat aktif dan lahan  yang ditawarkan sesuai dengan potensi dan pembangunan spasial.

“Kawasan Industri ada untuk meningkatkan perekonomian wilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi daerah tentu akan berdampak pada ekonomi nasional,” kata Eka.

Diskusi online yang digelar oleh Bappenas ini merupakan rangkaian Road to Indonesia Development Forum yang bertujuan untuk menampung aspirasi dan solusi dari berbagai kalangan. IDF menjadi instrumen bagi Bappenas untuk mendorong  pembangunan Indonesia melalui prinsip kemitraan dan kolaborasi semua pihak, baik pemerintah maupun sektor privat.

IDF mendorong adanya solusi pembangunan dan pemulihan ekonomi di sektor industri dan investasi setelah pandemi COVID-19. Ide dan gagasan mengenai menumbuhkembangkan industri farmasi dan alat kesehatan berserta pembangunan kawasan industri diharapkan hadir di IDF dan menjadi rekomendasi kebijakan pembangunan Pemerintah Indonesia.**