Siasat Tingkatkan TKDN di Sektor Alat Kesehatan

July 20, 2020

Pemerintah Indonesia fokus mewujudkan industri farmasi dan alat kesehatan agar bisa menjadi industri yang mandiri dan jadi tuan rumah di negeri sendiri. Industri farmasi dan alat kesehatan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat domestik sehingga secara bertahap dapat mengurangi ketergantungan terhadap produk-produk impor.

“Apalagi, sektor industri farmasi dan alat kesehatan masuk dalam kategori high demand di tengah masa pandemi COVID-19. Ini salah satu potensinya,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita seperti dikutip dari laman resmi Kemenperin.go.id.

Di sektor alat kesehatan, Kemenperin semakin aktif mendorong kolaborasi yang erat antara sektor industri dengan akademisi. Hal ini terwujud dalam produksi ventilator yang digunakan untuk membantu penanganan pandemi Covid-19. Ventilator hasil produksi perguruan tinggi dan pelaku industri memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 80 persen.

“Hal ini menunjukkan kemampuan kita dalam memproduksi ventilator secara mandiri ini cukup membanggakan,” tandasnya.

Untuk itu, Kemenperin akan terus mendorong peningkatan utilisasi dari TKDN sehingga Indonesia dapat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan di sektor alat kesehatan. Data Kemenperin, rata-rata TKDN dari alat kesehatan sudah mencapai 25 persen hingga 90 persen.  Target ini terus dijaga sehingga produksi alat kesehatan dapat mengoptimalkan bahan baku dari dalam negeri.

Tak hanya ventilator, sejumlah alat kesehatan yang sebelumnya impor dari luar negeri akhirnya bisa diproduksi di tanah air. Misalnya seperti alat uji cepat untuk virus corona atau COVID-19 yang diberi nama rapid test  RI-GHA Covid-19 atau Rapid Diagnostic Test IgG/IgM hasil inovasi dan produksi dalam negeri. Alat ini hasil kerja sama Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) bersama Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Institute Teknologi Bandung, Universitas Mataram, dan PT Hepatika Mataram.

“Alat rapid test tersebut telah teruji sensitivitas 98 persen dan spesifitasnya 96 persen melalui uji laboratorium terhadap orang Indonesia," kata Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Bambang Brodjonegoro seperti yang dikutip dari laman resmi Ristekbrin.go.id.

Menteri Bambang mengatakan alat uji RI-GHA COVID-19 itu tergolong fleksibel karena mampu mendeteksi OTG, ODP, PDP, dan pasca infeksi dengan menggunakan sampel serum, plasma, atau whole blood. Hasilnya pun bisa diketahui secara cepat dalam waktu 15 menit tanpa membutuhkan alat tambahan maupun tenaga terlatih. Harga sekali tes-pun bisa ditekan  sangat murah yaitu Rp 75 ribu, setengah harga dari produk impor dengan kualitas yang sama.

Ventilator dan alat uji cepat merupakan hasil kolaborasi pemerintah, lembaga penelitian, dan industri yang tergabung dalam konsorsium riset dan inovasi penanganan COVID-19. Hasil konsorsium lainnya seperti terapi Mesenchymal Stem Cell, tanaman obat empon-empon, jambu biji, kulit jeruk, dan lainnya yang digunakan untuk pencegahan COVID-19.

Direktur Pendidikan Tinggi dan Iptek Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Hadiat mengatakan ekosistem inovasi terpadu diperlukan untuk menghasilkan produk dan kebijakan yang sesuai kebutuhan pemerintah maupun privat sektor. Ini tak hanya diperlukan untuk penanganan kasus COVID-19 tetapi juga tantangan lain ke depan.

“Semua sebaiknya melalui riset kolaboratif dan melibatkan berbagai peneliti sehingga hasilnya bisa diaplikasikan dan valid. Jadi kita wajib membangun ekosistem inovasi yang terpadu,” ujar Hadiat dalam acara diskusi KSIxChange ke-24  melalui webinar bertema “Penyelarasan Riset Pandemi COVID-19 dalam Proses Pengambilan Kebijakan yang Berkelanjutan dan Inklusif”.

Kolaborasi merupakan solusi mengatasi tantangan pembangunan Indonesia. Itulah salah satu alasan Bappenas menggelar Indonesia Development Forum sejak tahun 2017. Dalam IDF, para aktor pembangunan seperti pemerintah pusat maupun daerah, pelaku swasta, lembaga riset atau akademisi, serta masyarakat bertemu untuk berkolaborasi. Hasilnya, rekomendasi kebijakan publik yang inklusif dan berkelanjutan.**