Keanekaragaman Hayati Bantu Substitusi Bahan Baku Farmasi
July 15, 2020Industri farmasi menjadi salah satu sektor yang terdampak virus corona atau COVID-19 karena kebutuhan bahan baku berasal dari Tiongkok. Mengatasi kebutuhan bahan baku, penelitian dan pengembangan terhadap kekayaan alam nusantara perlu dilakukan agar menghasilkan bahan baku farmasi dan mendorong substitusi impor.
“Ada 33 ribu spesies tanaman di Indonesia, 1.845 di antaranya teridentifikasi sebagai tanaman obat. Dari jumlah tersebut yang menghasilkan jamu sekitar 700-800 tanaman, 30 obat herbal terstandar, dan 12 fitofarmaka,” kata Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko seperti yang dikutip dari laman lipi.go.id.
Salah satu perusahaan farmasi yang mengoptimalkan tanaman obat adalah Badan Usaha Milik Negara Indofarma. Direktur Utama Indofarma Arief Pramuhanto berencana memaksimalkan kapasitas produksi obat herbal karena Indonesia memiliki keanekaragaman hayati melimpah yang bisa dijadikan bahan baku. Meski Indofarma sudah memiliki pabrik obat herbal sejak 2003, kapasitasnya masih belum optimal karena tingkat utilisasi masih 30 persen.
Fokus Indofarma ini semakin ditegaskan pula oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir yang meminta perusahaan plat merah ini mengembangkan produksi obat herbal. Alasannya karena pengembangan obat herbal yang berasal dari tanaman lokal belum optimal dilakukan oleh BUMN.
“Pengembangan obat herbal dimaksudkan sebagai upaya pemerintah untuk mengurangi impor bahan baku obat, “ kata Menteri Erick dikutip dari laman Medcom.id.
Tanggung jawab substitusi impor bahan baku obat tidak hanya menjadi tugas dari Indofarma tetapi juga BUMN farmasi lainnya. Kimia Farma ditugaskan fokus melakukan riset dan memproduksi obat-obatan yang berasal dari bahan baku kimia. Sedangkan Bio Farma bertugas memproduksi proyek bioteknologi seperti vaksin, stem cell, bioplasma, dan lain sebagainya.
Peran substitusi impor dan riset herbal juga dilakukan perusahaan swasta farmasi nasional. Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Raymond Tjandrawinata mengatakan pihaknya berkomitmen melakukan kegiatan riset di tingkat hulu. Caranya dengan mengembangkan sediaan farmasi dan memproduksi Active Pharmaceutical Ingredients (API) yang berasal tumbuhan lokal Indonesia. Di tingkat hilir, inovasi pengembangan dari DLBS ini menghasilkan empat produk Fitofarmaka di Indonesia dan sejumlah produk obat herbal terstandar .
"Kami membuat obat diabetes Fitofarmaka berbahan baku bungur dan kayu manis yang diperoleh dari petani di daerah Gunung Kerinci di Jambi. Produk ini telah teruji klinis dan memiliki efikasi yang sama dengan obat diabetes berbahan baku kimia seperti Metformin. Produk ini juga telah diekspor ke Kamboja dan Filipina,” kata Raymond seperti yang dikutip dari laman resmi Kemenperin.
Untuk mendukung kemandirian sektor industri farmasi tersebut, Kemenperin menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16 Tahun 2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) Produk Farmasi. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan penerapan TKDN bagi industri farmasi bertujuan merangsang pelaku industri untuk membangun industri bahan baku obat (Active Pharmaceuticals Ingredients) di dalam negeri.
Tata cara penghitungan nilai TKDN produk farmasi bukan lagi menggunakan metode cost based, tetapi dengan metode processed based. Caranya dengan dengan menggunakan pembobotan terhadap kandungan bahan baku sebesar 50 persen, proses penelitian dan pengembangan sebesar 30 persen, proses produksi sebesar 15 persen, serta proses pengemasan sebesar 5 persen
Penghitungan nilai TKDN produk farmasi itu diharapkan dapat mendorong pengembangan industri bahan baku obat, meningkatkan riset dan pengembangan obat baru.
"Selain itu, dengan produksi sediaan obat baru serta bahan baku yang berasal dari herbal dapat mengurangi impor bahan baku obat dan mendorong kemandirian bangsa di sektor kesehatan,” kata Menteri Agus dari situs resmi Kemenperin.
Langkah mengurangi impor bahan baku sekaligus menciptakan kemandirian di sektor farmasi ini membutuhkan kerja sama antara kementerian/lembaga, industri farmasi, dan lembaga riset. Kolaborasi ini bisa dilakukan melalui ekosistem industri yang kondusif. Berbagai cara bisa dilakukan untuk mendorong terwujudnya ekosistem industri yang sehat, salah satunya lewat Indonesia Development Forum.
Ayo sampaikan masukanmu untuk mendukung terbentuknya ekosistem industri yang sehat dan inklusif ke kolom komentar media sosial Indonesia Development Forum!
Bappenas Paparkan Proyeksi Ekonomi Biru di Indonesia Development Forum 2023
Bappenas Paparkan Proyeksi Ekonomi Biru di Indonesia Development Forum 2023
Road to IDF 2023: Komitmen Bappenas Optimalkan Potensi Ekonomi Biru Berkelanjutan Di Papua dan Indonesia
Road to IDF 2023: Komitmen Bappenas Optimalkan Potensi Ekonomi Biru Berkelanjutan Di Papua dan Indonesia
Bappenas Pastikan Blue Economy Jadi Prioritas Kerja Sama Negara ASEAN
Tweets by IDDevForum