Penuhi Pasokan Dalam Negeri, Industri Tekstil Terpacu Ekspor APD

July 08, 2020

Antara Foto

Pemerintah Indonesia mendorong optimalisasi kinerja industri tekstil dan produk tekstil karena merupakan sektor manufaktur yang terdampak berat virus corona atau COVID-19. Kementerian Perindustrian membuat program atau kegiatan pemulihan di sektor industri  yang juga bertujuan mengatasi dampak COVID-19 dari segi ekonomi dan kesehatan.
 
“Kami mendorong industri TPT untuk melakukan diversifikasi produk dan membantu pemenuhan alat pelindung diri (APD) dan masker bagi tenaga medis, serta masker dari kain,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat membuka acara webinar bertajuk ‘Bersama Lawan Covid-19: APD Indonesia Siap Melindungi Tenaga Medis Seluruh Dunia’ seperti yang dikutip laman resmi Kemenperin.go.id.
 
Langkah yang dilakukan Kemenperin untuk mendorong industri TPT ialah identifikasi kemampuan produksi bahan dasar pembuatan APD, masker dan sarung tangan; Penyusunan Standar Bahan Baku APD dan Masker; Verifikasi Produsen Bahan Baku APD dan Bahan Baku Masker serta memfasilitasi supply-chain  dan business matching  pasar dan produsen.
 
Saat ini, produksi APD seperti coverall/protective suite, surgical gown dan surgical mask mengalami peningkatan. Data Kemenperin dan Kementerian Kesehatan menunjukkan terjadi surplus produksi APD hingga Desember 2020 sebesar 1,96 miliar masker bedah, 377,7 juta masker kain, 13,2 juta pakaian bedah, dan 356,6 juta pakaian pelindung medis.
  
Meski buatan dalam negeri, APD tersebut telah memenuhi standar WHO. Beberapa produk dalam negeri itu juga telah lulus uji ISO 16604 standar level tertinggi WHO yang dilakukan di lembaga uji Amerika Serikat dan Taiwan. Tiga produk baju APD berbahan baku dalam negeri dan diproduksi oleh industri nasional yang sudah mencapai standar internasional, yaitu baju APD dari PT Sritex, PT SUM dan Leading Garment serta PT APF dan Busana Apparel, yang semuanya telah lolos uji standar ISO 16604 Class 2 bahkan lebih tinggi. Alhasil, APD Indonesia aman digunakan oleh tenaga medis seluruh dunia.
 
Oversupply ini perlu ditindaklanjuti dengan kebijakan yang tepat agar potensi ekspor yang sangat besar ini bisa dimanfaatkan,” kata Menteri Agus.
  
Oleh karena itu, pemerintah akan mendorong ekspor APD dengan melakukan revisi Peraturan Menteri Perdagangan terkait larangan ekspor untuk merelaksasi ekspor APD dan masker, tentunya dengan mempertimbangkan terlebih dahulu pemenuhan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri. Langkah ini sudah disepakati bersama oleh Menperin, Mendag, dan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
 
Menyikapi dorongan pemerintah, Asosiasi Pertekstilan Indonesia siap melakukan ekspor APD. Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil mengatakan ekspor dilakukan setelah pencabutan larangan ekspor APD dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 tahun 2020 tentang larangan sementara ekspor antiseptic, bahan baku masker, APD, dan masker akhir Juni kemarin.
 
“Kami, dari pengusaha, siap terus melakukan ekspor ke Jepang, Korsel, dan bahkan negara-negara lain di Eropa, Amerika, dan Asia,” kata Rizal seperti dikutip dari Sindonews.
 
Pembebasan larangan ekspor termuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2020. Isinya  mengizinkan ekspor hand sanitizer secara bebas. Sedangkan ekspor bahan baku masker, masker, dan APD dengan Persetujuan Ekspor (PE).
 
“Permendag ini merupakan bentuk komitmen Kementerian Perdagangan untuk mendorong kinerja ekspor, menjaga neraca perdagangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya di sektor industri kesehatan. Namun demikian, kita juga tetap terus menjaga dan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri,” kata Plt Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina seperti yang dikutip dari siaran pers Kemendag.
 
PE diberikan setelah pemerintah memonitor ketersediaan alat kesehatan dalam negeri melalui Dashboard Monitoring Alat Kesehatan yang terintegrasi dengan sistem Indonesia National Single Window (INSW) dan Inatrade.  Mekanismenya, pengusaha TPT terlebih dahulu mengajukan permohonan ekspor ke INSW dan Inatrade. Kemudian, PE terbit secara digital untuk diteruskan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan secara elektronik. Setelah itu, pengusaha TPT bisa mengekspor masker dan APD.
 
Selain itu, Srie mengatakan pengusaha TPT dan calon eksportir alat kesehatan lain perlu memberikan laporan perencanaan ekspor selama enam bulan dan termasuk kapasitas produksinya saat mengajukan permohonan PE. Laporan ini perlu agar pemerintah bisa memantau pasokan untuk kebutuhan dalam negeri.
 
“Bila terjadi peningkatan kebutuhan dalam negeri, pemerintah dapat membekukan PE yang telah diterbitkan atau menolar permohonan PE yang diajukan eksportir,” kata Srie.
 
PE bisa diajukan kembali sebelum masa aktif berakhir atau bila alokasi ekspor sudah habis. Pengusaha TPT tinggal mengajukan permohonan di INSW dan Inatrade dengan melampirkan bukti PE yang sebelumnya dan laporan realisasi ekspor.
 
Penerbitan aturan pembukaan ekspor APD dan masker merupakan cara meningkatkan daya saing sektor industri unggulan di tengah pandemi COVID-19. Industri TPT adalah salah satu subsektor manufaktur yang banyak menyerap tenaga kerja dan menyumbang pemasukan Produk Domestik Bruto tanah air.
 
Solusi lain untuk membangun subsektor industri unggulan dan mendorong pertumbuhan usaha padat di tengah kondisi global tentu diharapkan oleh Pemerintah Indonesia. Lewat Indonesia Development Forum yang diinisiasi oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, lembaga penelitian, akademisi, dan masyarakat bisa memberikan masukan seputar industri masa depan.
 
Ayo, sampaikan ide dan solusimu mengenai masa depan industri di kolom komentar media sosial IDF seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan Youtube!