Digitalisasi, Peluang Industri Kecil Menengah Tingkatkan Produksi

June 24, 2020

Pekerja menyortir garpu berbahan kayu di sentra UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah) industri kerajinan cendera mata rumahan Desa Pucang, Secang Magelang, Jawa Tengah, Minggu (22/3/2020). - (antarafoto)

Kementerian Perindustrian mencatat jumlah industri kecil menengah (IKM) di Indonesia mencapai 44 juta dan mampu menyerap tenaga kerja sampai 11,68 juta orang. Dari angka tersebut, 99 persen kesulitan mengembangkan usaha. Tantangan IKM untuk berkembang ada pada kemampuan digital marketing, produksi yang belum stabil, pengelolaan supply chain, pemanfaatan teknologi, serta pengelolaan data yang dapat meningkatkan produksi secara efektif dan efisien.

“Kemenperin telah menyiapkan Dana Alokasi Khusus (DAK) pengembangan IKM. Dengan dukungan tersebut, diharapkan IKM dalam negeri mampu meningkatkan daya saingnya,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita seperti yang dikutip dari laman resmi Kemenperin.go.id.

Menteri Agus mengatakan, anggaran tersebut untuk menumbuhkan wirausaha industri baru, me-revitalisasi sentra IKM, serta pembangunan infrastruktur penunjang IKM seiring dengan pemanfaatan teknologi industri 4.0. Memperkuat IKM, kata nya,  memang menjadi fokus pemerintah karena pertumbuhannya yang pesat, hampir 17 persen tiap tahun.

Menurut data Badan Pusat Statistik, IKM masih didominasi industri makanan minuman dan kemudian disusul fashion. Tantangan IKM  untuk berkembang ada pada kemampuan digital marketing, produksi yang belum stabil, pengelolaan supply chain, serta pengelolaan data yang dapat meningkatkan produksi secara efektif dan efisien.

Mengatasi kemampuan digital marketing, menurut Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih, pemerintah mempermudah kemampuan pemasaran digital, Kemenperin memfasilitasi dan mengedukasi IKM lewat program  e-smart agar mereka bisa masuk ke pasar online. Program e-Smart IKM merupakan upaya memberikan edukasi dalam pemanfaatan teknologi digital untuk efisiensi produksi dan pemasaran.

“Hingga saat ini, animo IKM cukup tinggi dengan jumlah peserta yang mengikuti workshop e-Smart IKM telah mencapai 9000 pelaku usaha sepanjang 2017-2019,” kata Dirjen Kemenperin Gati Wibawaningsih.   
 
Gati mengatakan pemerintah menargetkan program e-smart IKM dapat menjangkau 6000 Industri Kecil Menengah di tahun 2020. Kemenperin telah menggandeng berbagai pemangku kepentingan guna menyukseskan e-Smart IKM, di antaranya dengan Bank Indonesia, Bank Negara Indonesia (BNI), Google, Asosiasi e-commerce (idEA), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.
 
“Bahkan, guna menjawab tantangan era industri 4.0, sejak tahun 2014 kami melakukan penumbuhan startup berbasis digital dengan melibatkan sebanyak 190 startup melalui ICT Center dan pelatihan IKM,” tuturnya.
 
Program tersebut dinamai startup 4 industry.  Program ini merupakan kolaborasi antara IKM satu dengan yang lain agar fokus pada salah satu bidang usaha. Selama ini, banyak IKM yang berganti bidang usaha karena usaha pertama tidak berkembang.
 
Upaya mengembangkan IKM dengan teknologi revolusi industri 4.0 tak hanya menjadi pekerjaan rumah pemerintah saja. Pemangku kepentingan lain di bidang industri bisa memberikan ide dan gagasan membantu pemerintah. Misalnya seperti yang disampaikan oleh peserta Indonesia Development Forum 2019 yang juga mahasiswa Universitas Brawijaya, DIkau Tondo Prastyo. Dikau memberikan ide mengembangkan IKM di sektor agroindustri yang dia sebut dengan istilah GROWLINK.ID.
 
GROWLINK.ID ialah platform digital yang mengatasi permasalahan industri pertanian seperti kebutuhan input produksi, rantai suplai, rantai nilai, informasi geografis, informasi pasar, perizinan, investasi, serta pemasaran produk di sektor pertanian. Melalui platform ini, para pelaku agroindustri mulai petani, pembeli, hingga pengusaha industri makanan dan minuman dapat mengunggah data serta dapat terhubung layanan financial technology investasi. Data ini selanjutnya akan diolah oleh artificial intelegent untuk mendapatkan pola algoritma data kemudian menghasilkan informasi terkait  informasi geografis, informasi pasar, melayani akses modal-investasi, perizinan, dan menjadi marketplace pemasaran baik input maupun output Pertanian. 
 
“Jadi Growlink.id mewadahi keterkaitan hulu-hilir yang mendorong pertumbuhan ekonomi, mencegah Asymmetric Information. Implikasinya pengembangan produksi pertanian dan agroindustrialisasi nasional bisa berjalan dengan efektif, efisien dan unggul,” tulis Dikau.
 
Peserta IDF tahun lalu lainnya yang memberikan solusi digitalisasi IKM adalah Siti Nuryani Kasanah dengan KAMPOENG DJAHIT. Platform ini merupakan aplikasi pesanan busana yang menghubungkan pelanggan dengan industri kecil mikro di bidang fashion.  Dengan menggunakan teknologi big data dan fintech penjahit dan pelanggan bisa melakukan transaksi tanpa harus tatap muka.
 
Solusi-solusi menarik ini disampaikan para aktor pembangunan di Indonesia Development Forum (IDF) 2019. Diselenggarakan pertama kali pada 2017, IDF adalah konferensi internasional yang diselenggarakan oleh Bappenas. IDF menyediakan wadah bagi praktisi pembangunan di sektor publik, swasta, dan nirlaba untuk bertemu dan bertukar gagasan. Berbagai presentasi dari ahli dan praktisi yang mengangkat penelitian, wawasan, praktik cerdas dan pembelajaran, dari akar rumput sampai tingkat nasional, serta pengalaman internasional yang relevan bagi konteks Indonesia.
 
Melalui berbagai sesi interaktif, IDF mendorong pemikiran dan pendekatan baru dalam menghadapi berbagai tantangan pembangunan utama Indonesia. Caranya dengan mengumpulkan aktor-aktor pembangunan untuk menyusun agenda pembangunan Indonesia. Di IDF, mereka mengomunikasikan hasil penelitian dan bukti atas berbagai tantangan pembangunan dan solusi-solusi apa saja yang efektif untuk mengatasinya. Hasilnya ialah kolaborasi dalam mengatasi persoalan-persoalan pembangunan Indonesia yang paling mendesak.**