Atasi Kesenjangan di Indonesia Lewat Pusat Ekonomi Baru

April 07, 2020

Subtema 5: Rekayasa Aktivitas Industri untuk Menumbuhkan Pusat-Pusat Ekonomi Baru.

Badan Pusat Statistik mengelurkan data terkait kondisi pertumbuhan ekonomi sepanjang 2019 lalu. Menurut data, Pulau Jawa masih berkonstribusi 59 persen Produk Domestik Bruto nasional. Kontribusi terbesar kedua ialah Pulau Sumatra dengan 21,32 persen. 

“Tidak banyak yang berubah pada tahun 2019 di mana provinsi-provinsi di Jawa dan Sumatra berkonstribusi paling besar,” kata Kapala Badan Pusat Statistik Suhariyanto pada awal Februari lalu, seperti yang dikutip oleh Kontan.co.id

Pulau Kalimantan mengambil porsi 8,05 persen, Pulau Sulawesi 6,33 persen, Kepulauan Nusa-Bali sebesar 3,06 persen. Sementara Kepulauan Maluku dan Pulau Papua hanya 2,24 persen. 

Artinya, wilayah Indonesia barat masih menyumbang lebih dari 80 persen pertumbuhan ekonomi tanah air. Sementara sisanya tersebar di kawasan Indonesia tengah dan timur. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi antara Indonesia barat dan wilayah lain. Untuk itulah,  diperlukan pusat pertumbuhan ekonomi baru di luar Pulau Jawa untuk mempercepat perkembangan daerah. 

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024 yang disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama kementerian/lembaga lain, Pemerintah Indonesia menyusun pengembangan 27 kawasan industri. Sembilan di antaranya adalah kawasan industri prioritas yang dibuat untuk tujuan pemerataan ekonomi. 

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan pemerintah memprioritaskan sembilan kawasan industri di luar Jawa dan 31 smelter untuk pengolahan hasil tambang. Fokus juga ditujukan pada industri 4.0 di lima subsektor yaitu makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, serta kimia dan industri.  Perhatian pemerintah termasuk fokus pada pendidikan dan pelatihan vokasi untuk industri 4.0 dan jaringan pelabuhan utama baru.

“Pemerintah mendorong vokasi yang dilakukan bersama dengan industri. Caranya, pemerintah akan memberikan insentif untuk perusahaan melakukan vokasi,” kata Suharso dalam berita yang dimuat oleh Investor Daily Indonesia

Upaya mempercepat kawasan ekonomi baru menghadapi banyak tantangan mulai dari proses penyiapan dokumen, lahan dan tata ruang, perizinan, kebutuhan infrastruktur, pengelolaan dan pencarian tenant, hingga menciptakan kenyamanan berusaha. Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan akses Industri Internasional (KPPAI) Kementerian Perindustrian Doddy Rahadi mengatakan tantangan itu bisa ditangani dengan kerja sama antar-kementerian dan lembaga terkait. 

Misalya, Kemenperin bertugas menyusun penyiapan dokumen perencanaan kawasan industry berupa masterplan, feasibility study dan detail engineering design. Kemenperin juga melakukan pendampingan pada pemerintah daerah atau calon pengelola yang berniat menyusun dokumen perencanaan kawasan industri. Peran Kemenperin termasuk izin usaha. 

“Perizinan tersebut telah terpusat dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) Kemenperin. Kami juga selalu siap untuk mendampingi dan menupervisi penyelesaian permasalahan perizinan kawasan industri,” kata Doddy pada pertengahan Februari lalu, seperti yang dikutip dari laman resmi Kemenperin. 

Tantangan infrastruktur konektivitas menjadi tugas Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Program kerja Kementerian PUPR untuk 2020-2024 terkait industri adalah membangun 3.000 km jalan baru yang mendukung kawasan strategis. Jalan baru tersebut antara lain Trans Papua, Manokwari – Pegunungan Arfak, akses ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) KEK Galang Batang (Kepulauan Riau) dan KEK Bitung  (Sulut), Pelabuhan dan Bandara Akses Patimban (Jabar), Akses NYIA Kulon Progo (DIY), Akses PLBN Yetekkun (Papua) dan Sei Nyamuk Nunukan (Kaltara). 

Lalu akses ke Kawasan Industri antara lain Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning (Kaltara), Kawasan Pariwisata yakni Jalan Bandara International Lombok - Mandalika (NTB), Likupang (Sulut), Lingkar Danau Toba, Jalan Lingkar Sorong – Pelabuhan Arar (Papua), serta Penuntasan Missing Link Jalan Sambas – Temajuk (Kalbar), Nanga Pinoh (Kalbar) – Tumbang Samba (Kalteng), Gempang – Pameu (Aceh).

Langkah pemerintah menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru membutuhkan kerja sama dengan aktor pembangunan lain seperti industri swasta, akademisi, dan masyarakat luas. Konstribusi bisa dilakukan lewat ide dan gagasan menarik terkait hal tersebut. Indonesia Development Forum yang diinisiasi oleh Bappenas merupakan salah satu saluran bagi masyarakat untuk berkonstribusi dan menyampaikan aspirasi. 

Tema besar IDF 2020 ialah Indonesia’s Future Industrialization Paradigm: Value Creation and Adaptive Capacity for Socio-Economic Transformation. Pertumbuhan pusat ekonomi baru ikut dibahas di subtema lima yaitu Rekayasa Aktivitas Industri untuk Menumbuhkan Pusat-Pusat Ekonomi Baru.

Pelbagai solusi yang bisa disampaikan peserta IDF  terkait praktik terbaik menumbuhkan pusat pertumbuhan baru berbasis aktivitas industri dan skema penyediaan serta pengelolaan amenitas kawasan industri. Para akademisi diharapka berkolaborasi dalam membuat rekayasa ekosistem kebijakan untuk kepastikan berusaha di pusat pertumbuhan baru.  Hal lain yang diharapkan terkait rekayasa model pengembangan kawasan industri sebagai bagian  diversifikasi ekonomi.

Aktor pembangunan di bidang industri bisa memberikan masukan terkait rekayasa model investasi dan pendanaan kawasan industri, strategi penyediaan SDM terampil di luar Jawa, strategi pengembangan sentra IKM sebagai tahapan industrialisasi, dan fokus strategi pengembangan aktivitas industri di luar Jawa-Bali. Solusi yang berbasis riset dan atau praktik akan menjadi rekomendasi bagi pemerintah untuk menyusun arah pembangunan industri ke depan. 

Kamu punya solusi terkait upaya menumbuhkan pusat ekonomi baru di luar Pulau Jawa? Sampaikan ke IDF 2020!