Indonesia Development Forum: Ajang Memasyarakatkan Usulan Kebijakan Pembangunan Berbasis Bukti
March 09, 2020Pertengahan Februari lalu, saya berkesempatan untuk mempresentasikan salah satu hasil penelitian yang kami lakukan di Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E-LIPI) pada salah satu konferensi di Australia yaitu the 2020 Australasian Aid Conference (AAC 2020). Konferensi tersebut diselenggarakan oleh the Development Policy Center yang merupakan lembaga think thank terkait kebijakan pembangunan dan bantuan internal dibawah naungan Crawford School of Public Policy, Australian National University.
AAC 2020 berfungsi sebagai ajang diskusi, kolaborasi, dan pemaparan ide serta hasil riset terkait bantuan dan kebijakan pembangunan internasional pada kawasan Australia, Pasifik, dan Asia yang diikuti oleh para akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan. Dengan lebih dari 600 peserta aktif yang terlibat, perhelatan akbar ini menjadi salah satu forum pembangunan yang terkemuka di Australia.
Praktik Bagi Indonesia dari AAC 2020
Terdapat banyak makalah dan paparan yang menarik dalam AAC 2020. Salah satu topik yang menarik dan dapat menjadi praktik baik bagi Indonesia adalah penggunaan teknologi dalam mengurangi masalah sosial dan pembangunan. Contohnya ialah makalah yang berjudul “Technology for behavior change: moving beyond information management to technology that persuades” yang dipresentasikan oleh David Roach, Director & Co-Founder, Catalpa International. Perbedaan gagasan dari makalah ini dengan makalah penerapan teknologi lainnya terletak pada pendekatan yang digunakan.
Makalah ini menggunakan pendekatan perubahan perilaku dengan memanfaatkan teknologi yang bersifat persuasif sehingga mampu mengajak dan mendorong pengguna untuk lebih aktif dan lebih peduli terhadap kesehatan diri dan janinnya. Teknologi persuasif yang digunakan adalah melalui notifikasi yang dimunculkan oleh aplikasi pada periode tertentu. Beberapa contoh notifikasinya seperti pengingat pemeriksaan kandungan secara rutin dan penjadwalan persalinan di rumah sakit. Hasil studi tersebut menunjukan 60.000 ibu hamil yang menggunakan aplikasi ini memiliki probabilitas 5 kali lebih besar untuk melakukan pemeriksaan rutin dan mendapatkan tenaga kesehatan yang lebih terampil jika dibandingkan dengan yang tidak menggunakan aplikasi.
Selain praktik baik bagi Indonesia, salah satu hal yang paling menarik perhatian dan berbeda dengan konferensi serupa di Indonesia adalah sesi yang mendebat teori Randomized Control Trials (RCTs). Sesi tersebut berjudul 'Debating RCTs, and other topics in impact evaluation'. RCT merupakan salah satu metode untuk mengevaluasi dampak suatu program atau kebijakan dengan memberikan perlakuan/kebijakan khusus kepada salah satu grup secara acak (random group) dan membandingkan dampaknya dengan grup lain yang tidak diberikan intervensi kebijakan (control group). Metode ini pula yang membawa Esther Duflo, Abhijit Banerjee, dan Michael Kremer sebagai pemenang Nobel dalam bidang ekonomi pada 2019.
Seorang panelis pada debat tersebut, Lant Prichett, merupakan ekonom global ternama lulusan Harvard dan Oxford. Ia mengungkapkan bahwa ketiga orang tersebut tak layak mendapatkan Nobel karena metode RCTs sudah digunakan sangat lama dan bukan satu–satunya metode terbaik untuk mengevaluasi dampak kebijakan. Ia juga menjabarkan beberapa kelemahan dan bias dari metode tersebut. Debat berlangsung sangat seru namun semuanya tertib dan terkendali.
Bagi peneliti seperti saya, ajang semacam ini berharga dan sangat penting untuk dilakukan agar tetap berpikir kritis dan rasional serta mengikuti perkembangan metode dan keilmuan di bidang ekonomi dan pembangunan. Sayangnya, sangat jarang ditemui ajang seperti ini di forum besar tanah air karena memang debat sehat dan tertib bukan budaya yang umum bagi kita. AAC 2020 juga merupakan wadah yang baik bagi saya untuk berjejaring di kawasan global. Saya banyak bertemu dan berdiskusi serta bertukar informasi dengan berbagai aktor pembangunan dari seluruh dunia.
IDF sebagai ajang terbaik untuk mempromosikan kebijakan berbasis riset
Partisipasi saya dalam AAC 2020 merupakan bentuk penghargaan dari Bappenas dan Knowledge Sector Initiative (KSI) karena terpilih sebagai salah satu pemenang Best Paper pada Indonesia Development Forum (IDF) 2019. Sebagai pemenang saya diberikan pilihan untuk mendapatkan pendanaan untuk berpartisipasi pada sebuah konferensi atau mengikuti pelatihan penulisan karya tulis ilmiah di Australia senilai maksimal 50 juta rupiah.
Karena sudah sering mendapatkan pelatihan penulisan di LIPI, saya memilih untuk mengikuti konferensi. Seluruh kebutuhan pendanaan untuk mengikuti AAC 2020 dibiayai sepenuhnya oleh KSI dan Bappenas mulai dari biaya registrasi, transportasi, pengurusan visa, akomodasi, hingga biaya hidup (per diem) selama di Australia.
IDF merupakan ajang yang spesial bagi saya. Saya sudah berpartisipasi aktif dengan memaparkan hasil penelitian sejak IDF pertama kali diadakan yaitu, 2017 hingga 2019. Dengan lebih dari dua ribu peserta yang terdiri dari berbagai aktor pembangunan, IDF juga merupakan forum pembangunan terbesar yang pernah saya ikuti. Konsep acara IDF sangat kreatif dan atraktif.
Sejauh ini, IDF banyak memberikan dampak positif pada karir saya. IDF menjadi ajang tahunan terbaik bagi saya untuk memasarkan dan mempromosikan hasil penelitian yang kami lakukan mengingat jangkauan (exposure) IDF yang begitu luas. Setelah memenangkan best paper, tim media IDF juga membantu meningkatkan exposure dan publisitas riset kami dengan membuat suatu video singkat tentang profil saya dan riset yang kami lakukan.
Selain itu, mereka juga membuat infografik dan tulisan dalam bentuk blog tentang riset tersebut sehingga lebih mudah dipahami oleh publik. Tak hanya itu, IDF juga mampu meningkatkan portofolio saya sebagai peneliti. Saya mendapatkan beberapa penawaran kerjasama penelitian dan undangan untuk menjadi narasumber baik dari swasta maupun pemerintah. Mereka mendapatkan informasi hasil riset yang kami lakukan pada IDF dan tertarik untuk bekerjasama.
Saat di IDF 2019, kami merekomendasikan kebijakan proteksi UMKM lokal dari serbuan penjual online impor. Bulan Maret ini, rekomendasi tersebut sudah diterapkan oleh Dirjen Bea Cukai dengan menurunkan secara drastis batas atas nilai impor yang terkena pajak dari 75 dolar AS menjadi hanya 3 dolar AS.
Sebagai penutup, saya ingin mengajak semua rekan – rekan dari segala kalangan, mulai akademisi, praktisi, pembuat kebijakan, LSM, hingga masyarakat umum yang peduli terhadap pembangunan Indonesia untuk menyuarakan gagasannya pada IDF 2020. IDF tahun ini mengambil tema Indonesia’s Future Industrialization Paradigm: Value Creation and Adaptive Capacity for Socio-Economic Transformation.
Kirimkan solusi terbaikmu tentang industri maju dan reindustrialisasi ke IDF 2020 sebelum tanggal 17 April 2020. Ayo kita dukung pembangunan Indonesia yang lebih baik dan berkelanjutan melalui IDF 2020!
Nika Pranata adalah peneliti dari Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI). Ia telah menyelesaikan program Master of Economics and Public Policy dari National Graduate Institute for Policy Studies di Jepang, dan program Magister Ekonomi Terapan dari Universitas Padjajaran. Ia telah dua kali meraih gelar Best Paper di IDF yaitu tahun 2018 dengan topik financial technology bagi UMKM dan tahun 2019 dengan topik modernisasi UMKM agar bisa bersaing di perekonomian global.
Bappenas Paparkan Proyeksi Ekonomi Biru di Indonesia Development Forum 2023
Bappenas Paparkan Proyeksi Ekonomi Biru di Indonesia Development Forum 2023
Road to IDF 2023: Komitmen Bappenas Optimalkan Potensi Ekonomi Biru Berkelanjutan Di Papua dan Indonesia
Road to IDF 2023: Komitmen Bappenas Optimalkan Potensi Ekonomi Biru Berkelanjutan Di Papua dan Indonesia
Bappenas Pastikan Blue Economy Jadi Prioritas Kerja Sama Negara ASEAN
Tweets by IDDevForum