Gurihnya Ekspor Produk Manufaktur Indonesia

February 13, 2020

Antarafoto

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan ekspor produk industri manufaktur mampu menembus 126,57 miliar Dolar AS sepanjang Januari-Desember 2019. Angka ini menyumbang 75,5 persen terhadap total ekspor Indonesia yang sebesar 167,53 Dolar AS. 

“Kontribusi sektor industri manufaktur saat ini masih mendominasi terhadap capaian nilai ekspor nasional. Jadi, ini merupakan salah satu poin bagi pemerintah untuk memberikan perhatian khusus pada pengembangan sektor industri manufaktur,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita seperti yang dikutip dari laman Kementerian Perindustrian.   

Lima sektor yang paling besar memberikan sumbangan terhadap nilai ekspor manufaktur sepanjang 2019 adalah industri makanan sebesar 27,16 miliar dolar AS  atau berkontribusi sebesar 21,46 persen. Selanjutnya diikuti oleh industri logam dasar 17,37 miliar Dolar AS atau 13,72 persen. 

Berikutnya, nilai ekspor industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia tercatat 12,65 miliar Dolar AS atau berkontribusi 10 persen, industri pakaian jadi menembus 8,3 miliar Dolar AS atau 6,56 persen, serta industri kertas dan barang dari kertas yang menyetor 7,27 miliar Dolar AS atau 5,74 persen.

Sedangkan lima negara tujuan utama ekspor produk manufaktur di tahun 2019 ialah Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 13,64 persen, Tiongkok dengan angka 13,48 persen, Jepang berjumlah 8,7 persen, Singapura sebanyak 6,94 persen, dan India ada di 5,17 persen. Pemerintah berencana membuka pasar baru untuk komoditas ekspor manufaktur Indonesia meski perekonomian global tengah melesu seperti Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika. 

Untuk mendukung ekspor manufaktur, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mempunyai dua cara. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan cara pertama ialah hilirisasi produk secara besar-besaran. Imbas kebijakan ini, pemerintah melarang ekspor nikel untuk proses hilirisasi di dalam negeri.

Misalnya peralihan ekspor bauksit dan impor alumina untuk jadi alumunium. Setelah ada pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina, industri alumunium bisa memakai bahan baku yang diproduksi di tanah air. Hilirisasi produk kopi yang termasuk sektor industri makanan dan minuman juga memiliki kontribusi paling besar di ekspor produk manufaktur.

“Sehingga kita benar-benar mengekspor nilai tambah yang tinggi,” ujar Menteri Suharso.  

Cara kedua ialah meningkatkan pertumbuhan sektor manufaktur dari 4,3 persen menjadi 6,5 persen. Tingginya pertumbuhan manufaktur ini diharapkan memberi konstribusi pada perekonomian yang semula 19 persen menjadi 21-22 persen di tahun 2020.   

Industri manufaktur tidak hanya menyumbang nilai tambah barang-barang yang diproduki dalam negeri dan diekspor ke luar negeri tetapi juga menyerap tenaga kerja, mendorong pengembangan teknologi, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 

Pemerintah Indonesia terus berupaya mendongkrak kapasitas dan daya saing industri manufaktur tanah air dengan cara peningkatan investasi, penguatan struktur manufaktur dari hulu sampai hilir, pemanfaatan teknologi terkini, mengintegrasikan rantai pasok, dan kelancaran arus logistik. Pemerintah optimistis industri manufaktur akan terus menunjukkan kinerja yang positif seiring upaya menciptakan iklim usaha yang kondusif. 

Meski demikian, penguatan industri manufaktur dan ekspor produk hasilnya bukan berarti tidak menemui tantangan. Karena itu, masukan ide atau gagasan dari akademisi, sektor privat, serta aktor pembangunan lain di bidang industri manufaktur diperlukan agar pemerintah bisa tetap menghasilkan kebijakan pembangunan yang inklusif bagi publik.**