Pembicara Terpilih IDF 2019: Agus Pratiwi Dorong Kebijakan Pembangunan Desa yang Inklusif untuk Perempuan
October 07, 2019Padat Karya Tunai di Desa (PKTD) menjadi awal yang penting untuk meningkatkan kesetaraan gender di wilayah pedesaan dalam sektor konstruksi dan sektor lain yang terkait dengan keahlian laki-laki. Menurut Pembicara Terpilih IDF 2019 Agus Pratiwi, selain mencerminkan profesionalisme dalam pekerjaan pembangunan desa, termasuk PKTD juga harus ramah gender. Hal ini ditulis Pratiwi dalam paparan berjudul Enabling Inclusive Opportunity for Women in Village Development through Cash Labour Intensive in Village (PKTD) Programme.
“Rekomendasinya tentu saja merancang paket kebijakan pembangunan desa sebagai kebijakan yang memiliki gender concern,” kata Pratiwi.
Agus Pratiwi adalah Program Manager dan Peneliti Divisi Kebijakan Sosial di Article 33 Indonesia, lembaga riset untuk perubahan sosial yang berbentuk perkumpulan. Riset Agus banyak bergerak di isu gender, ketenagakerjaan, dan pembangunan pedesaan. Lulusan Universitas Padjajaran ini juga mengajar di almamaternya, tepatnya di Fakultas Hukum. Sebelum bekerja di Artikel 33, Agus Pratiwi pernah aktif di LBH Jakarta dan Rechtswinkel Tilburg.
Terkait PKTD dalam penelitian Pratiwi, program ini ditujukan untuk mencapai target terciptanya 5 juta hingga 6,6 juta tenaga kerja di daerah perdesaan. Dalam laman Artikel33, Pratiwi menulis, selain untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa, alokasi 30 persen dana desa untuk program padat karya bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja sementara, dan meningkatkan daya beli masyarakat di perdesaan. Selain itu, PKTD diharapkan dapat meningkatkan akses perempuan dalam partisipasi dan pemberdayaan masyarakat desa.
Pratiwi mengidentifikasi relasi gender di rumah tangga, tingkat komunitas desa, dan ranah publik yang lebih luas, yang menjadi faktor keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. Studinya berlangsung di Desa Karangmulya dan Desa Karangkerta di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat, serta Desa Mandahu dan Desa Makamenggit di Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Hambatan Perempuan dalam Memanfaatkan PKTD
Pratiwi mengatakan secara umum, persepsi laki-laki dan perempuan masih menganggap bahwa peran perempuan dalam pembangunan infrastruktur desa (termasuk melalui PKTD) berbenturan dengan peran tradisional perempuan. Khususnya dalam hal peran kerumahtanggaan, misalnya pengasuhan anak dan lain-lain.
“Kalaupun terlibat, secara umum perempuan masih terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan yang tidak pokok, seperti menyediakan kopi dan makan siang untuk pekerja PKTD yang laki-laki. Akibatnya, karena dianggap hanya ‘bantu-bantu’, perempuan tidak mendapatkan upah Hari Orang Kerja (HOK),” kata Pratiwi lagi.
Ada dua hambatan pokok yang membuat kondisi yang menyulitkan keterlibatan perempuan terjadi. Pertama, hambatan muncul ketika ekspektasi perempuan terhadap manfaat PKTD masih sebatas pemanfaatan untuk kebutuhan rumah tangga, misalnya untuk memudahkan akses air. Perempuan belum memiliki ekspektasi untuk memanfaatkan PKTD secara lebih luas, seperti memanfaatkan hasil pembangunan melalui PKTD untuk mengakses pekerjaan yang berkelanjutan atau untuk mengakses keadilan ketika mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Intinya, perempuan belum membayangkan bahwa hasil pembangunan melalui PKTD dapat digunakan beyond urusan-urusan rumah tangga,” tambah Pratiwi.
Hambatan kedua, PKTD khususnya, maupun Pembangunan Desa umumnya belum dirancang sedemikian rupa sebagai program dan kebijakan adil gender (gender equal), baik dalam perencanaan hingga pemanfaatan.
“Sebagai contoh, Permendes tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa masih mengasosiasikan pengarusutamaan gender sebagai ‘kebutuhan perempuan,’ bukan ‘kebutuhan laki-laki dan perempuan,” ujar Pratiwi.
Menciptakan Kebijakan Pembangunan Desa yang Gender Concern
Menurut Pratiwi, ke depan PKTD dan program pembangunan desa lainnya perlu dirancang secara gender concern, agar bisa lebih melibatkan dan dimanfaatkan perempuan. Kebijakan gender concern diperlukan, pertama, karena masalah utama berada di tingkat rumah tangga, baik dilihat dari sisi persepsi maupun dari sisi relasi gender dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Untuk itu, menurut Pratiwi, Peraturan Menteri Desa No.3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa seharusnya dibuat dengan memberikan ruang bagi adanya intervensi di rumah tangga.
“Atau setidaknya mengizinkan para Pendamping Desa untuk berkolaborasi dengan pendamping-pendamping program yang berkaitan dengan perubahan persepsi di tingkat rumah tangga, seperti pendamping Keluarga Berencana di desa,” tambahnya.
Kedua, untuk memastikan tidak ada hambatan di tingkat rumah tangga, dalam Petunjuk Umum Pelaksanaan PKTD dapat mengatur perlunya infrastruktur kesetaraan gender, seperti penitipan anak dan ruang laktasi di sekitar proyek PKTD.
Rekomendasi Pratiwi lainnya adalah PKTD dapat terintengrasi dengan program-program pembangunan infrastruktur padat teknologi seperti Eastern Indonesia National Roads Improvement Project (EINRIP) dan Provincial Road Improvement and Maintenance (PRIM). Selain untuk mengintegrasikan jalan desa hingga jalan provinsi serta mengenal teknologi pembangunan jalan, masyarakat yang terlibat dalam pekerjaan PKTD dapat menjadikan program-program semacam EINRIP dan PRIM sebagai sasaran pekerjaan yang lebih berkelanjutan.
PKTD seharusnya juga bisa dimanfaatkan untuk menggenjot skill, baik laki-laki maupun perempuan lewat sistem pendampingan teknik infrastruktur yang dibuat oleh Kementerian Desa. Mereka bisa memanfaatkan pengalaman kerja di PDKT sebagai portofolio.
Pada perhelatan IDF 2019, Pratiwi menyampaikan paparannya di sesi Creating Inclusive Employment Opprtunities pada 23 Juli 2019. Penelitian Pratiwi selaras kebijakan untuk mengurangi hambatan terhadap pekerjaan yang layak bagi kelompok rentan. Bahasan ini ada dalam Sub tema-3 Menciptakan Peluang Kerja yang Inklusif yang menjadi bagian dari tema besar IDF 2019, “Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerjaan Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif."
Bappenas Paparkan Proyeksi Ekonomi Biru di Indonesia Development Forum 2023
Bappenas Paparkan Proyeksi Ekonomi Biru di Indonesia Development Forum 2023
Road to IDF 2023: Komitmen Bappenas Optimalkan Potensi Ekonomi Biru Berkelanjutan Di Papua dan Indonesia
Road to IDF 2023: Komitmen Bappenas Optimalkan Potensi Ekonomi Biru Berkelanjutan Di Papua dan Indonesia
Bappenas Pastikan Blue Economy Jadi Prioritas Kerja Sama Negara ASEAN
Tweets by IDDevForum