Tiga Langkah Strategis Pacu Substitusi Impor 35 Persen Sektor IKFT
May 19, 2021JAKARTA – Untuk memperbaiki neraca perdagangan nasional, terutama bagi bahan baku dan bahan penolong industri pengolahan nasional, pemerintah menginisiasi kebijakan substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022. Substitusi impor ini menjadi langkah strategis yang tidak hanya memacu peningkatan konsumsi bahan baku dan bahan penolong lokal, tetapi juga memacu industri nasional untuk mengisi kekosongan pada struktur industri yang selama ini diisi oleh impor.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam menegaskan pihaknya berfokus pada penurunan impor bahan baku, bahan penolong, dan barang jadi dari produk hilir. Secara paralel dilakukan beberapa pendekatan yang disinergikan dengan pemangku kepentingan terkait. “Namun yang perlu mendapatkan perhatian adalah penurunan impor bahan baku dan bahan penolong ini seyogyanya tidak menghambat produksi, terutama bagi produk hulu atau setengah jadi yang menjadi input oleh industri turunan atau hilir,” papar Muhammad Khayam dalam keterangan tertulis pada Kamis (6/5).
Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan dalam kebijakan substitusi impor. Pertama, perluasan industri untuk peningkatan produksi bahan baku dan bahan penolong sebagai input industri turunan. Hal ini ditujukan kepada produsen bahan baku eksisting guna memperluas volume produksi dan kemampuan supply dalam negeri. Kedua, investasi baru bagi industri untuk menangkap peluang impor bahan baku dan bahan penolong melalui produksi bahan baku dan bahan penolong di dalam negeri. Ketiga, peningkatan utilisasi industri merupakan salah satu outcome yang diharapkan dapat meningkatkan utilisasi industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan bahan penolong.
“Kebijakan substitusi impor tidak bisa dicapai hanya dengan mengurangi impor saja, sehingga ketiga pendekatan tersebut menjadi penting dan prioritas dalam mencapai target substitusi impor sebesar 35% di tahun 2022,” terang Khayam.
Menurut Khayam, sektor IKFT berpotensi dalam memberikan kontribusi besar terhadap kebijakan substitusi impor tersebut. Contohnya, kinerja kontribusi industri farmasi, obat kimia dan obat tradisional serta industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia pada tahun lalu pertumbuhannya naik sebesar 9,39% (yoy). “Sementara itu, kontribusi sektor industri kimia, farmasi dan tekstil sebesar 4,48%, dengan kontribusi terbesar adalah di industri kimia, farmasi dan obat sebesar 1,92%,” ungkapnya.
Sepanjang tahun lalu, perkembangan ekspor di sektor IKFT sebesar USD 33,99 miliar, dengan surplus USD 89 juta. Adapun sumbangan ekspor terbesar dari industri pakaian jadi dan tekstil dengan nilai USD10,63 miliar.
Realisasi investasi tahun lalu di sektor IKFT menembus Rp 61,97 triliun, didominasi oleh industri kimia dan bahan kimia. Sedangkan tenaga kerja yang bisa diserap sebesar 6,24 juta orang, di mana penyerapan terbesar di industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 3,43 juta orang.
Bappenas Paparkan Proyeksi Ekonomi Biru di Indonesia Development Forum 2023
Bappenas Paparkan Proyeksi Ekonomi Biru di Indonesia Development Forum 2023
Road to IDF 2023: Komitmen Bappenas Optimalkan Potensi Ekonomi Biru Berkelanjutan Di Papua dan Indonesia
Road to IDF 2023: Komitmen Bappenas Optimalkan Potensi Ekonomi Biru Berkelanjutan Di Papua dan Indonesia
Bappenas Pastikan Blue Economy Jadi Prioritas Kerja Sama Negara ASEAN
Tweets by IDDevForum