• Khoirun Nisa' Sri Mumpuni
    Khoirun Nisa' Sri Mumpuni
    I am currently a master student at University of Melbourne, studying environment specialisation in development. I am an LPDP awardee.

Mengatasi Masalah Pengangguran di Papua dan Papua Barat

March 29, 2019

Pengangguran adalah masalah kronis di Indonesia dengan jumlah perempuan yang menganggur lebih banyak daripada pengangguran laki-laki (BPS, 2018). Pemerintah percaya bahwa faktor utama masalah pengangguran tersebut adalah karena kurangnya keterampilan bekerja dari lulusan sekolah dan universitas untuk langsung terjun ke dunia kerja. Maka dari itu, pemerintah mengembangkan sekolah kejuruan dengan keyakinan bahwa dunia usaha akan mempekerjakan lulusan sekolah kejuruan karena mereka telah dibekali keterampilan teknis yang dibutuhkan dunia usaha. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa siswa tidak dipekerjakan semata-mata karena kurangnya kompetensi yang dibutuhkan oleh Industri. Akan tetapi, data menunjukkan bahwa seiring bertambahnya sekolah kejuruan dan lulusannya, tingkat pengangguran juga meningkat, begitupun dengan semakin besarnya kesenjangan antara jumlah pria dan wanita yang menganggur. Yang mengejutkan, Sekolah Kejuruan yang dikombinasikan dengan lulusan SMA merupakan penyumbang tertinggi angka pengangguran di Indonesia. Dengan demikian, pendidikan kejuruan tidak mencapai tujuannya dalam mengurangi pengangguran, namun justru menyebabkan kenaikan pengangguran secara konsisten setiap tahunnya. Penyebab utama dari hal ini adalah bahwa tidak adanya lapangan kerja yang tersedia, tidak peduli seberapa mahirnya lulusan tersebut.

Sementara itu, Internet World Stats (2016) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan peringkat 5 negara dengan jumlah pengguna Internet tertinggi di dunia (sekitar 132 Juta orang), dan ada lebih banyak wanita di Indonesia yang menggunakan internet dibandingkan dengan pria, kebanyakan untuk tujuan rekreasi seperti penggunaan media sosial. Selanjutnya, data dari Statista (2016) menunjukkan bahwa jumlah pengguna ponsel pintar di Indonesia meningkat secara konsisten (sekitar 63,9 juta saat ini), karena penetrasi dan cakupan internet yang tumbuh secara signifikan (diantara yang tertinggi di dunia).

Berdasarkan hal tersebut, untuk mengatasi masalah pengangguran kami menyediakan “KITOS”, singkatan dari “Kitong Shop” yang artinya kita berbelanja (www.kitongbisa.com). Kitos adalah platform jual beli daring (e-commerce) yang terhubung secara luas dengan media sosial serta didukung tim pemasaran di Jakarta yang dengan konsisten memasarkan produk mereka ke pasar luas. Kami juga bekerja sama dengan berbagai investor untuk memberikan permodalan ringan (microfinance). Kitos merupakan ide yang inovatif karena tidak hanya menyediakan platform namun memberikan juga pelatihan dan pendampingan bagi masyarakat Papua terutama perempuan (womenpreneur) lulusan SMA dan SMK. Selain itu,  produk-produk yang dipasarkan merupakan  produk asli yang diproduksi oleh masyarakat Papua.

Dalam mendorong penggunaan Kitos kami rutin melakukan pelatihan intensif “Kitong Bisa Bisnis” untuk siswa dan mahasiswa vokasi, sejauh ini kami sudah melatih 350 pelajar yang tersebar di Jayapura, Merauke, dan Fakfak. Materi yang diajarkan dalam pelatihan tersebut meliputi: kewirausahaan, pemasaran, pengemasan, pengiriman dan memberi mereka kesempatan mencoba secara praktis bagaimana cara menggunakan e-commerce dan media sosial untuk mempromosikan dan menjual produk mereka, baik di dalam maupun di luar Papua.


Comment
--> -->