Pembicara Terpilih IDF 2019:  Ruth Euselfvita Oppusunggu Gagas Aplikasi Market Helper Agar Milenial Belanja ke Pasar Tradisional

November 05, 2019

Ruth Euselfvita Oppusunggu

Berawal dari tantangan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya agar bisa membawa para milenial datang ke pasar tradisional. Pembicara Terpilih IDF 2019, Ruth Euselfvita Oppusunggu bersama sejumlah mahasiswanya menggagas sebuah aplikasi bernama Market Helper Indonesia. Lewat paparan berjudul “Market Helper”, Ruth menjelaskan cara aplikasi ini kelak bisa membantu pedagang tradisional.

“Jadi, ini merupakan hasil kerja para mahasiswa untuk kelas kreatif sebenarnya. Ada permintaan bagaimana caranya milenial mau berbelanja ke pasar tradisional,” kata Ruth selaku dosen di Universitas Pelita Harapan sejak 2015.

Lulusan Universitas Trisakti dan Institut Teknologi Bandung jurusan Arsitektur ini juga salah satu pendiri Design as Generator yang percaya bahwa desain dapat mengubah dan memberdayakan masyarakat. Pada 2016, Ruth memulai pekerjaannya di pasar tradisional bekerja sama dengan PD Pasar Jaya. Dari kerjasama inilah, penelitian dan aplikasi untuk membantu pedagang pasar tradisional bermula.

Dalam penelitian tentang pasar tradisional, Ruth bersama sejumlah mahasiswa  mendapati bahwa milenial memang cenderung enggan ke pasar tradisional.

“Yang mereka tahu, pasar itu jorok dan kotor, dan kita susah mengubahnya fisiknya,” kata Ruth. 

Para mahasiswa binaan Ruth lantas meneliti ke Pasar Tebet Jakarta Selatan.  Mereka mendapati sejumlah temuan lain, yaitu, pedagang merasa tidak berdaya terhadap kondisi fisik pasar.

 “Misalnya, ada yang mau membersihkan kiosnya. Tapi, jika kios lain tidak melakukannya, ya susah juga,” tambah Ruth.

Kondisi di atas membuat pedagang sulit membangun pemasaran. Padahal menurut Ruth, pasar tradisional memiliki potensi besar. Pertama, karena banyak menjual makanan dan bahan makanan segar.

“Yang kedua, pasar tradisional ini ekonomi rakyat. Bahan datang dari petani, dari nelayan, dan murah. Jadi, bagaimana ini semua diramu agar bisa menjual. Ini yang harus dijawab para mahasiswa dengan dana penelitian yang terbatas,” lanjut Ruth.

 

Gagasan Aplikasi dan Pengembangan Resep

Ruth mengisahkan para mahasiswa akhirnya menawarkan solusi dengan menggunakan aplikasi. Solusi ini dinilai dapat dikembangkan untuk meningkatkan pemasaran dan bisa mendorong milenial berbelanja secara online dari komoditas di pasar tradisional.  

Ruth dan tim mahasiswa menyadari platform belanja online untuk bahan makanan sudah tersedia di pasaran. Terobosan yang berbeda lantas dipilih.

“Bedanya ini yang dijual per paket resep masakan. Jadi, ibu-ibu yang sibuk, milenial yang sibuk dan enggan ke pasar tinggal masak bahan dalam paket resep,” jelas Ruth.

Sebagai contoh, resep sayur lodeh atau sayur asem. Terobosan ini mendapat berbagai respons baik dari penjual maupun pembeli.

“Awalnya mereka bingung. Beli kok, beli bawang cuma dua butir. Setelah tahu, ‘Oh begini’. Baguslah,” ungkap Ruth menceritakan respon pedagang di Pasar Tebet, Jakarta Selatan.

Para pembeli, kata Ruth, juga menilai skema paket resep lebih hemat karena hanya berbelanja secukupnya dan tidak ada bahan sisa. Para pembeli ini, masih membeli secara offline dengan dibantu mahasiswa karena aplikasi belum dibuat.

“Jadi ya sampai di situ, Market Helper yang dikerjakan mahasiswa selama tugas dua pekan,” kata Ruth.

 

Mengembangkan Fitur Market Helper

Ruth bersama tim masih terus mengembangkan aplikasi Market Helper Indonesia. Mereka lanjutkan dengan pengembangan resep.

“Nah, resep ini bisa kita mainkan. Kita bisa juga minta chef yang bikin resep jadi lebih enak,” kata Ruth.  

Meski masih dalam tahap desain, tim Ruth terus menambah informasi terkait dengan resep. Aplikasi dibuat untuk memunculkan ajakan agar pengguna makan dengan gizi seimbang.

“Misalnya, ada makanan daging. Lalu akan muncul saran sayur-mayur apa dan berapa untuk turut dikonsumsi agar gizi seimbang. Lalu dikembangkan lagi, kalau diklik akan keluar informasi tentang kalori dari bahan-bahan yang ada dalam resep,” papar Ruth.

Berikutnya Market Helper Indonesia akan melengkapi dengan informasi tentang diet berat badan hingga diet karena penyakit. Bekerjasama dengan ahli gizi dan industri makanan, mereka ingin mendorong masyarakat untuk mengonsumsi makanan sehat.

“Bisa ada kolom konsultasi,” tambah Ruth.

Dari sisi kebutuhan pedagang pasar tradisional, Market Helper Indonesia akan dikembangkan untuk menghubungkan mereka dengan petani sebagai pemasok. Salah satu yang digambarkan Ruth, petani bisa mengetahui pasar mana yang membutuhkan hasil panennya dan berapa banyak. Para pedagang juga bisa mengetahui petani mana yang memiliki bahan pangan yang ingin dijual dan kapan akan panen. Dengan demikian pedagang bisa memesan jauh-jauh hari.

Meski transaksi banyak beralih secara online, Ruth menilai pasar sebagai placemaking tidak akan kehilangan fungsinya.

Placemaking merupakan sebuah konsep dan pendekatan yang memberi sinergi maksimal antara kualitas ruang dan kualitas manusia secara berimbang.

 Cara lain, Market Helper bisa menggelar acara promosi, festival, dan lain-lain. 

 

“Pasar itu tetap menjadi landmark, dan harus tetap ada,” tegasnya.

 

Saat ini Ruth tengah mematangkan Market Helper dan merancang User Experience (UX). Ia mengaku sudah ada angel investor yang tertarik mewujudkan aplikasi Market Helper. Aplikasi ini bertujuan untuk membantu pedagang pasar tradisional menggenjot omzet, membuat pembeli milenial mau berbelanja produk mereka, dan mengembangkan informasi tentang konsumsi makanan sehat.

Lewat gagasan aplikasi Market Helper Indonesia, Ruth mengembangkan Sub-tema 6 Indonesia Development Forum (IDF) 2019, yaitu Mengembangkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang Berdaya Saing Global. Paparan ini dibawakan Ruth dalam presentasi di Sesi Ideas and Innovations Marketplace: Co-Creating and Collaborating pada 23 Juli. Sesi ini menjadi bagian dari dua hari perhelatan IDF 2019 yang mengambil tema besar “Mission Possible:  Memanfaatkan Peluang Pekerjaan Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif”.

 

 


--> -->