• Vito Haga Mursa
    Vito Haga Mursa
    Lulus dari Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada pada tahun 2009 dan langsung bekerja di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN di tahun yang sama. Telah menyelesaikan tugas belajar (master) di RMIT University, Australia dalam bidang keilmuan Perencanaan Kota dan Lingkungan. Selanjutnya kembali mengabdi di kementerian asal dan ditempatkan ulang di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
Ideas

Penanggulangan Desa Tertinggal di Kabupaten Merangin Melalui Pensertifikatan Massal

2018
Penanggulangan Desa Tertinggal di Kabupaten Merangin Melalui Pensertifikatan Massal

Visi dan misi pemerintahan di bawah pimpinan Joko Widodo saat ini tertera jelas dalam Nawacita. Tiga fokus utama yang diusung adalah pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas manusia, dan kebijakan deregulasi ekonomi. Tiga fokus utama ini kemudian dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) untuk semua Kementerian Lembaga tahun 2015-2019. Tidak terkecuali bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Salah satu program yang berskala besar adalah percepatan pendaftaran tanah melalui kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL). PTSL sendiri sesuai dengan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 12 tahun 2017 adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua obyek pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Masyarakat umumnya masih mengenal program yang diusung sejak tahun 2017 ini sebagai kegiatan pensertifikatan masal gratis.

PTSL dilaksanakan untuk seluruh obyek pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Pembiayaan dilakukan melalui anggaran Kementerian Agraria ataupun hasil kerjasama lintas sektor. Sektor yang dimaksud tidak hanya meliputi Kementerian maupun Badan Hukum Milik Negara (BHMN) tetapi juga kerjasama dengan perusahaan swasta dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR).

Sekilas mengenai Merangin

Kabupaten Merangin terletak 252 kilometer dari Kota Jambi, yang terdiri dari 24 Kecamatan, 205 desa dan 10 Kelurahan. Secara geografis Merangin merupakan kabupaten terluas di Provinsi Jambi. Akan tetapi hal ini tidak diimbangi dengan tingkat kesejahteraan penduduknya. Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun 2016, saat ini ada 191 desa dalam kategori tertinggal di Provinsi Jambi. Keberadaan desa tertinggal sangat merata hampir setiap kabupaten namun yang paling mencolok terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Sarolangun dan Merangin. Secara tidak langsung data ini menggambarkan ada permasalahan kesenjangan di tiga kabupaten tersebut. Parameter yang bisa terukur antara lain kurangnya akses terhadap kebutuhan listrik, air, fasilitas kesehatan serta susuan mata pencarian penduduk setempat.

Kantor Pertanahan Kabupaten Merangin (Kantah Merangin) selaku bagian dari instansi vertikal ATR/BPN menyikapi tantangan kesenjangan/disparitas ini melalui program PTSL. Memanfaatkan data buku tanah, Kantah Merangin melakukan inventarisasi terbitnya jumlah sertifikat per-kecamatan dan per-desa sampai dengan tahun 2017. Jumlah terbitnya sertifikat yang minim di suatu desa mengindikasikan adanya kesenjangan akses terhadap tata kelola dan informasi pertanahan. Ditemukan juga beberapa desa yang sama sekali belum terdapat sertifikat di dalamnya. Desa dan kecamatan inilah yang nantinya akan dijadikan target utama PTSL 2018. Langkah ini ditujukan untuk mengatasi ketimpangan antara desa yang sudah banyak memiliki sertipikat dengan desa yang minim sertifikat.

Tak sekadar hanya berbagi sertifikat

Tahun 2018, Kantah Merangin melakukan pensertifikatan masal sejumlah 17.000 bidang di 16 Kecamatan. Dari data inventarisasi tahun 2017, terdapat 41.770 bidang yang sudah tersertfikat pada 16 Kecamatan tersebut. Sehingga sampai dengan akhir 2018, diharapkan jumlah ini meningkat menjadi 58.770 bidang atau terjadi peningkatan sebesar 29%.

Dari 17.000 bidang ini, 15.810 bidang melalui sumber dana anggaran ATR BPN. Sisanya merupakan kerja sama lintas organisasi dengan tujuan untuk mendukung kegiatan yang sudah berlangsung sebelumnya di atas bidang tersebut. Kantah Merangin bekerja sama dengan Dinas Transmigrasi dan tenaga Kerja melakukan pensertipikatan 430 bidang lahan transmigrasi. Selain itu juga bekerja sama dengan Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan untuk 250 bidang atas usaha kecil menengah (UKM), Dinas Peternakan dan Perikanan untuk 10 bidang kolam perikanan. Terakhir dengan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk 500 bidang sawah pertanian.

Dari penjelasan di atas tampak bahwa pensertifikatan masal tidak hanya sekadar berbagi sertifikat dan memberikan kejelasan secara hukum atas status tanah. Kegiatan ini juga merupakan usaha pemerataan atas akses tata kelola pertanahan. Sebagai contoh desa Rantau Suli, Kecamatan Sungai Tenang hanya terdapat satu terbit sertifikat sampai dengan 2017, namun di 2018 terdapat 42 target baru yang kebetulan merupakan binaan UKM.

Contoh lain adalah Desa Bubuk Napal, Kecamatan Tabir yang masih belum pernah terbit satupun dokumen hak milik, tahun 2018 akan terdapat 500 bidang terbit sertifikat. Permasalahan utama sedikitnya jumlah bidang bersertifikat dikarenakan akses menuju ibukota kecamatan yang sampai dengan 157 kilometer dengan kondisi jalan yang kurang baik. Sehingga dengan inisiatif jemput bola antara Kantah Merangin dan perangkat desa setempat, proses pensertpikatan ini merupakan jalan pembuka bagi akses terhadap fasilitas umum dan sosial lainnya.

Fungsi utama sertifikat tanah adalah memberikan jaminan hukum bagi pemilik serta untuk menghindari konflik dan sengketa pertanahan. Selain itu sertifikat tanah ini tentunya memiliki nilai ekonomis yaitu sebagai sumber baru kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat berbasis agrarian. Tentunya dengan cara menstimulasi peran penerima produk PTSL agar lebih berdaya dalam pemanfaatan, produksi, distribusi dan konsumsi.

Nilai ekonomis lain adalah penerima bisa menjadikan sertifikat tanah sebagai agunan untuk modal usaha. Hal ini bisa dijadikan solusi aktif pembangunan yang mendukung kemandirian ekonomi domestik, dengan catatan bahwa modal ini harus diolah dengan baik bukan untuk pola konsumsi yang tidak menunjang produktivitas usaha.

Kendala yang ditemui dan inisiatif langkah selanjutnya

Penyelenggaraan PTSL 2018 yang sudah berjalan enam bulan ini tentunya tidak terlepas dari banyak kendala baik yang bersifat internal dan eksternal. Kendala internal yang ditemukan antara lain  kuantitas sumber daya manusia dalam pengolahan produk fisik dan yuridis berbanding terbalik dengan jumlah target PTSL. Hal ini diatasi dengan membuat sistem kerja yang tidak hanya 8-4 atau 9-5, namun ditambah dengan shift di luar jam kantor.

Kendala eksternal adalah belum maksimalnya koordinasi dengan perangkat desa selaku perpanjangan tangan peserta PTSL 2018 dan dengan instansi lintas organisasi. Hambatan ini biasanya karena pengaruh jarak antara desa ke Kantah Merangin dan instansi lain, kemudian adanya perbedaan persepsi dikarenakan komunikasi yang tidak real time.

Langkah selanjutnya setelah PTSL 2018 adalah bagaimana mengevaluasi proses dan dampak yang timbul dari kegiatan ini. Saya pribadi menginginkan adanya proses tata kendali mutu dan perampingan proses PTSL sebagai siklus proyek yang lebih sederhana. Proses partisipasi masyarakat tentunya agar lebih bisa ditingkatkan melalui pemetaan partispiatif aktif, seperti yang sudah dilakukan di dua daerah pilot project Participatory Land Registration (PALAR) di Kabupaten Tanggamus, Lampung dan Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. PALAR adalah program kerja sama pendaftaran partisipatif anytara ATR BPN dengan Kadaster Belanda. Partisipasi masyarakat dalam pensertipikatan tentunya akan meningkatkan kualitas produk PTSL.

Hal yang tak kalah penting adalah perlu dilakukan evaluasi penggunaan tanah peserta pasca PTSL. Harus dipastikan betul bahwa penggunaan tanah sesuai dengan fungsinya, sehingga proses PTSL ini tidak berhenti pada aspek legalitas tanah, akan tetapi mendukung program minimalisasi desa tertinggal dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. 

#AtasiKesenjangan #merangin #ATRBPN


Komentar
  • Generic placeholder image
    Agustin Sukarsono - 11 Jun 2018 22:33
    setuju dan menarik kesimpulan, dari kutipan: Hal yang tak kalah penting adalah perlu dilakukan evaluasi penggunaan tanah peserta pasca PTSL. Harus dipastikan betul bahwa penggunaan tanah sesuai dengan fungsinya, sehingga proses PTSL ini tidak berhenti pada aspek legalitas tanah, akan tetapi mendukung program minimalisasi desa tertinggal dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. ...... perlu ide sederhana yang senantiasa terbimbing, jangan terlantarkan lahan, maksimalkan waktu longgar, kemandirian pangan, nusantara bangkit. #AtasiKesenjangan #IDF2018
  • Generic placeholder image
    Vito Haga Mursa - 12 Jun 2018 0:39
    Benar sekali, evaluasi ini penting sekali agar proses di tahun selanjutnya lebih maksimal. Salah satu yang sedang dirintis ATR/BPN adalah Environmental and Social Management Framework , dimana selain kesesuaian penggnaan lahan, faktor lain yang diperhatikan adalahpengelolaan lanskap berkelanjutan, tata kelola lahan, stabilitas sosial, akses terhadap tanah untuk investasi, pertumbuhan inklusif, penyelesaian konflik serta perlindungan dan konservasi lingkungan. Elemen penting di dalamnya adalah meningkatkan partisipasi masyarakat juga sebagai evaluator.
  • Success!
    Failed!
--> -->