• Admin Dashboard
Ideas

Berdaya Lewat Perhutanan Sosial

2018
Berdaya Lewat Perhutanan Sosial

Lahan yang tegakannya kurang dari 10 persen ini akan dimanfaatkan sebagai Perhutanan Sosial. (Sumber: Yayasan Kehutanan Indonesia)

Sujiyem, petani asal Ngimbang, Palang, Tuban, kini bisa tersenyum lebar setelah mendapatkan hasil panen jagung melimpah dari program Perhutanan Sosial. Dia mengembangkan tanaman tumpangsari jagung di sela-sela tegakan pohon jati.  Sekali panen, keuntungan Rp 6 juta hingga Rp 8 juta di depan mata. Dulunya, dia hanya buruh tani yang tak mempunyai lahan sendiri.

“Kami baru menerima SK Perhutanan Sosial bulan November 2017 lalu di Madiun. Dalam waktu lima bulan, kami sudah panen jagung. Alhamdulilah, bisa untuk kebutuhan keluarga sehari-hari,” ujar Sujiyem seperti liputan JPNN.com , Jumat, 9 Maret 2018.

Perhutanan sosial merupakan program nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang bertujuan melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar. Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan tiga pilar tersebut adalah lahan atau sumber daya alam, kesempatan usaha, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Menteri Siti mengatakan tiga pilar ini membuat masyarakat tak hanya bekerja tetapi juga mendapatkan penghasilan dengan pendekatan cluster atau kelompok sehingga menumbuhkan pertumbuhan ekonomi lokal. Secara perorangan atau kelompok, masyarakat menjadi lebih produktif sehingga kesenjangan ekonomi individu dan daerah bisa diatasi.

“Sebelum pemerintahan Presiden Jokowi, 96 persen izin penggunaan kawasan hutan untuk bisnis dan usaha besar, sedangkan untuk masyarakat kecil hanya 4 persen. Tapi, dengan program Perhutanan Sosial menjadi 69-71 persen untuk bisnis, sedangkan 29-31 persen untuk rakyat,” ujar Siti Nurbaya saat ditemui di kantornya, awal Mei 2018 lalu.

Alhasil, kata Siti Nurbaya, pendapatan petani meningkat. Bahkan, ada yang mencapai omset miliaran rupiah. Perhutanan Sosial terbukti menjadi solusi yang mampu mengatasi kesenjangan ekonomi. Solusi-solusi seperti inilah yang diharapkan hadir di Indonesia Development Forum 2018.

IDF 2018  digagas oleh Bappenas dan didukung oleh Pemerintah Australia melalui Knowledge Sector Initiative ini bertujuan menjaga kesinambungan pembangunan berbasiskan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan fakta untuk mendukung percepatan pembangunan di Indonesia yang lebih merata dan berkelanjutan. Forum ini akan mengangkat tema ‘Pathways to Tackle Regional Disparities Across The Archipelago.

Direktur Yayasan Kehutanan Indonesia Siti Fikriyah Khuryati membenarkan Perhutanan Sosial mampu mengatasi kesenjangan antarwilayah dan merangsang pusat pertumbuhan ekonomi baru. Menurut dia, ada tiga pihak yang akan mendapatkan keuntungan finasial dari program perhutanan sosial.

Pertama adalah petani hutan yang mendapatkan akses pemanfaatan hutan. Kedua, kawasan atau desa tempat petani perhutanan sosial itu berada. Petani yang mendapatkan pendapatan, kata Fikri, akan menggerakan roda perekonomian desa. Ketiga, perhutanan sosial akan menumbuhkan industrialisasi di kawasan desa sehingga meningkatkan lapangan kerja baru.

“Akan ada pabrik kayu lapis di situ, pengolahan bahan makanan dari cash crop dan lain-lain,” ujarnya.

Tak hanya aspek ekonomi, Fikri mengatakan ada dampak sosial dan ekologis dari pelaksanaan Perhutanan Sosial. Dampak sosial misalnya petani hutan yang mempunyai penghasilan bisa memberikan pendidikan dan kehidupan yang layak bagi anak-anaknya. Diharapkan, anak-anak inilah yang kelak akan membangun desa dan kawasannya. Hasil Perhutanan Sosial yang dikelola dengan baik juga bisa digunakan untuk membangun infrastruktur desa secara mandiri.

Sedangkan dampak ekologis, kata Fikri, Perhutanan Sosial akan membuat lahan kembali hijau dengan petani hutan sebagai subjek reboisasi. Menurut Peraturan Menteri No 39 Tahun 2017, lahan yang digunakan hanya boleh hutan yang tutupannya kurang dari 10 persen. Tanaman yang dikelola mesti tanaman berkayu sebagai bibit utama, kemudian tanaman buah, dan terakhir cash crop di sela-sela yang bisa dipanen secara cepat. Petani hutan bisa mengelolanya selama 35 tahun.

“Permen 39 menjadi petunjuk pelaksanaan Perhutanan Sosial yang tak hanya mengutamakan kebutuhan ekonomi tetapi juga pelestarian lingkungan,” ujar Fikri.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menargetkan 12,7 juta ha sebagai lahan perhutanan sosial. Bantuan dari pemerintah tak hanya berupa lahan tetapi juga menghubungkan skema pembiayaan seperti perbankan Badan Layanan Umum serta mendekatkan dengan offtaker atau penerima hasil pertanian, baik Badan Usaha Milik Negara maupun swasta.

Contohnya, perusahaan pelat merah yang siap menyerap hasil panen seperti PT Perkebunan Nusantara akan menyerap tembakau dan tebu. Sedangkan, Bulog akan menyerap padi dan jagung dari Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) di Probolinggo. Selain itu, Perusahaan Umum Perikanan Indonesia siap menerima  tambak udang di IPHPS Muara Gembong, Bekasi.

**

 

 


Komentar
--> -->