• Mutia Salma
    Mutia Salma
    Research Assistant at EU Desk BKPM
Ideas

Inklusi Turisme: Membuka Potensi Investasi dan Lapangan Kerja

2019

Dunia menghadapi era baru dengan hadir dan mengakarnya teknologi informasi pada berbagai sektor kehidupan yang menandakan datangnya periode revousi industri keempat. Sama-sama menjadi poin dalam sebuah proses sirkular, industri dan peradaban (seharusnya) berkembang dan saling menguatkan. Namun, rasa penasaran – apabila tidak ingin disebut sebagai pesimisme - terhadap perkembangan industri dan bisnis yang beretika sepertinya masih relevan untuk dipertanyakan. Apakah pembangunan infrastruktur akan menjadi semakin ramah lingkungan? apakah perspektif investasi akan dapat melihat melampaui profit konvensional? akakankah era industri baru ini cenderung eksklusif terhadap kalangan sosial ekonomi tertentu atau memberdayakan semakin banyak lapisan masyarakat dan menciptakan lapangan kerja baru? Bagaimana kontribusi industri 4.0 terhadap pembangunan yang berdampak sosial?

Melihat salah satu sektor yang menjanjikan, turisme menyumbang sekitar 12 trilyun Rupiah modal asing dan 8,5 trilyun Rupiah modal dalam negeri (BKPM, 2019). Industri Pariwisata tumbuh 50% lebih cepat dari pertumbuhan GDP global dan menyumbang sekitar 4,25% PDB nasional pada 2015 (BPS, 2018). Teknologi informasipun memengaruhi dengan menciptakan hiperkonektifitas antarmanusia. Akses informasi dan akses fisik destinasi wisata yang sebelumnya tidak terjangkau – bukan hanya karena faktor geografis namun kurangnya kesadaran pada potensi turismenya– malah menciptakan tren baru. Saat ini, orang menjadi cukup kaya untuk dapat ‘membeli’ pengalaman personal yang ditawarkan oleh masyarakat yang dahulunya tidak terjamah oleh industri pariwisata. Sehingga tidak heran, World Travel and Tourism Council mengatakan bahwa dengan memberdayakan pemuda, turisme dapat berkontribusi positif terhadap perdamaian, pengurangan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi inklusif dan lahirnya keterampilan baru untuk lapangan pekerjaan baru (WTTC, 2019).

Dalam iklim usaha di bawah revolusi industri 4.0, upaya inklusi turisme menjadi hal yang rasional. Turisme inklusif dapat didefinisikan sebagai turisme transformatif di mana kelompok yang sebelumnya termarjinalisasi kemudian dilibatkan dalam proses produksi maupun konsumsi dari turisme dan pembagian keuntungannya (Scheyvens & Biddulph, 2018). Dalam desain universal turisme inklusif, seluruh potensi daerah dapat dioptimalisasi. Selain sektor dasar yang menjadi penopang industri turisme seperti akomodasi dan kuliner, adat dan kultur sosial serta potensi alam dapat lebih jauh lagi digali dengan tetap mengedepankan etika secara non-eksploitatif. Produk usaha mikro, kecil, dan menengah kemudian menjadi capaian iklim indutri turisme yang inklusif. Mencontohkan model turisme inklusif, Kasepuhan Ciptagelar di Jawa Barat mungkin tidak berlebihan apabila disebut demikian. Menyuguhkan pengalaman tinggal dalam suatu kampung adat dengan keramahtamahan dan keasrian alam menjadi komoditas yang menggiurkan bagi kaum urban. Tidak hanya itu, Ciptagelar menjadi daerah yang berdaya dengan mekanisme pengelolaan pertanian berbasis adat. Lebih lanjut, mereka memiliki kemandirian energi dengan teknologi mikrohidro dengan dibantu oleh lembaga non-pemerintah. Masyarakatpun dapat mengelola dan mempromosikan daerahnya melalui laman elektronik dan media sosial. Dari gambaran ini dapat dipotret sebuah mekanisme kerja yang inklusif antar masyarakat sipil, yang kemudian dapat optimalisasi dengan peningkatan perlibatan aktor bisnis dan dukungan pemerintah.

Investasi perlu diarahkan kepada inovasi-inovasi sektor arus utama yang relevan dengan tren industri saat ini. Dalam era digital, masyarakat perlu diberdayakan agar memiliki literasi yang cukup dan distimulus kreatifitasnya dalam berwirausaha. Fasilitas investasi untuk industri kecil dan menengah atau kewirausahaan sosial perlu dipikirkan secara serius. Tidak hanya tentang percepatan proses berusaha, dukungan antar lembaga pemerintah secara prosedural lain bahkan hingga ketersediaan akses informasi dan bantuan pengembangan bisnis dapat menjadi upaya yang sangat signifikan. Lembaga non-pemerintah yang secara prinsip sejalan dengan konsep pemberdayaan masyarakat dalam berbagai sektorpun berperan besar dalam mekanisme kemitraan usaha masyarkat yang inklusif seperti ini.

Inklusi pariwisata bukan hanya mengenai satu daerah yang telah memiliki modal yang cukup besar untuk berdaya ekonomi. Upaya ini juga merupakan bentuk stimulus daerah-daerah untuk melalukan riset dan menggali potensi masing-masing. Ketika titik-titik ini dapat tumbuh, tidaka hanya akan menciptakan lapangan pekerjaaan baru, namun pembangunan di berbagai sektor akan turut melengkapi.

 


Komentar
--> -->