• Ratnakanya Hadyani
    Ratnakanya Hadyani
    Kanya adalah seorang Communication and Creative Officer untuk Tulodo Indonesia. Kanya berpengalaman dalam proses pengembangan materi komunikasi dan desain untuk isu-isu sosial, seperti sanitasi, lingkungan, kesehatan, edukasi dan lainnya. Kanya juga merupakan seorang lulusan dari Universitas Gadjah Mada
Ideas

Pop-up Market, Laboratorium Belajar untuk Wirausahawan

2019
Pop-up Market, Laboratorium Belajar untuk Wirausahawan

“Saat ini jumlah anggota masyarakat yang terjun untuk menekuni dunia bisnis, tidak lebih dari 5% dari jumlah penduduk Indonesia. Padahal kita perlu lebih banyak lagi anggota masyarakat khususnya anak muda yang mau terjun di dunia bisnis” Arief Budhy Hardono, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia.

Anak muda Indonesia, dikenal dengan generasi milenial sering disarankan oleh pemerintah untuk menjadi wirausahawan, karena generasi milenial dikenal sangat akrab dengan teknologi dan informasi yang semakin berkembang. Kondisi tersebut bisa dimanfaatkan oleh anak muda untuk  belajar membuka usaha sesuai minatnya, belajar menjalankan usahanya dan apabila gagal maka dapat dijadikan sebuah pelajaran, karena masih muda, masih banyak hal lain untuk dicoba.

Suksesnya Go-Jek, Traveloka, Bukalapak dan Tokopedia di tahun 2019  membuat banyak anak muda terinspirasi dan mulai berani untuk membuka usaha yang berhubungan dengan teknologi yang melingkupi bidang lingkungan, pendidikan, industri kreatif dan sebagainya. Namun untuk memulai berwirausaha tentu banyak sekali yang harus dipelajari seorang pengusaha yang baru memulai bisnisnya. Baik belajar keuangan, bisnis, berjejaring, pemasaran/marketing dan lainnya.

Namun, bila kita melihat hasil survey dari Asia Pacific Foundation of Canada, 70% wirausahawan di Indonesia memiliki hambatan dalam meningkatkan pendapatan finansialnya. Selain itu 46% wirausahawan mengalami kendala dalam memasarkan produknya dan 65% wirausahawan berusia 34 tahun kebawah tidak memiliki keinginan untuk mengembangkan usaha bisnisnya.

Pop-Up Market sebagai Alternatif Pemasaran

Pop-up Market adalah ruang ritel sementara yang dapat digunakan untuk mempromosikan dan menjual produk dari mulai dari produk makanan dan minuman hingga pakaian atau kerajinan seni dan barang lainnya. Selain itu, Pop-up Market dikenal sebagai salah satu cara untuk menjual dan mempromosikan sebuah produk tanpa harus menyewa sebuah tempat secara permanen.

Mari lihat industri di Indonesia yang berkelanjutan dan bagaimana strategi pemasarannya, yang pertama adalah Pijak Bumi, sebuah bisnis sepatu ramah lingkungan. Pijak Bumi memulai bisnisnya melalui sosial media. Tidak lama setelah mempromosikan sepatunya, Pijak Bumi mendapatkan pembeli yang datang dari Jerman dan Spanyol. Bisnisnyapun dapat dikatakan sudah go-International. Selain itu Pijak Bumi dikenal sering hadir untuk mempromosikan sepatunya lewat acara-acara seperti Pop-up Market.

Kemudian, mari kita lihat strategi pemasaran dari Matoa Indonesia. Matoa dikenal oleh banyak konsumennya melalui akun instagramnya @matoa_id sebagai salah satu bisnis yang memakai pengrajin lokal untuk pembuatan jam tangannya. Matoa Indonesia yang sudah sukse berjualan di sosial media juga masih sering hadir saat Pop Up Market di Jakarta.

Membangun usaha, Belajar Merancang

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh Indonesia adalah membuat ruang belajar untuk para wirausaha muda. Membuat program untuk meberikan pelatihan formal dan mendorong pengembangan keterampilan di bidang wirausaha tentu akan membantu. Namun bagaimana dengan memberikan pengalaman untuk para pengusaha muda untuk mengimplementasikan rencana bisnisnya?

Kita bisa mengambil contoh di kota Yogyakarta, masyarakat pasti sudah mengenal Sunday Morning atau dikenal dengan Sunmor UGM yang acaranya dilakukan di Universitas Gadjah Mada. Sunmor adalah pasar dadakan yang menjual berbagai macam pilihan barang. Banyak mahasiswa yang mencoba belajar berbisnis di Sunmor UGM untuk mencari penghasilan tambahan dan juga pengalaman, tidak jarang juga wirausahawan yang berbisnis di Sunmor UGM sekarang dapat melebarkan usahanya dengan membuka toko tetap.

Kemudian ada Go-Food Festival sebuah festival dimana Go-Jek Indonesia mendorong para vendornya untuk lebih dekat dengan pembelinya. Di acara ini para vendor penjual makanan akan mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan pembelinya.

Kita juga dapat belajar dari usaha lokal bernama Mocaf Bogati di Pacitan yang dikerjakan oleh Ibu-Ibu di Pacitan mengenai awal mulanya bagaimana membangun usaha dan bagaimana saat merancang produknya. Ibu-ibu ini diajarkan tentang bagaimana memasarkan produk tepung mocaf bebas gluten-nya kepada masyarakat luas, salah satu kegiatan yang mereka lakukan adalah dengan membuka Pop Up Market di acara CFD (Car Free Day) yang diprakarsai oleh KOMPAK dan Tulodo Indonesia melalui proyek Market Linkages.

Ketika mempersiapkan untuk membuka ‘lapak’ di acara CFD banyak ibu-ibu yang belajar tentang bagaimana mengemas produk agar terlihat menarik ketika dipajang di display booth tempat mereka berjualan. Baju apa yang harus dikenakan? Apa saja yang harus dipersiapkan selain produk mereka, apa yang harus dilakukan bila hujan turun? Berapa banyak kemasan yang harus dipersiapkan?

Dari Pop-up Market, kita melihat bahwa banyak hal yang dapat dipelajari baik tentang pemasaran, berinteraksi, membuat sebuah plan saat berjualan dan sebelum berjualan, menyusun strategi  untuk mendapatkan untung, juga belajar mengemas produk dan tampilan toko lewat booth yang mereka dirikan di acara CFD. Bila ingin mendapatkan pengalaman berbisnis dengan dana yang minimalis Pop-up Market merupakan salah satu solusnya.

Keuntungan lain yang didapatkan seorang wirausahawan saat berbisnis lewat Pop-up Market:

  1. Hemat biaya - sewa  lebih rendah dari tarif normal apabila menyewa ruangan di sebuah toko dalam jangka waktu yang lama atau membangun toko tetap.
  2. Kesempatan untuk menguji cobakan produk yang ingin dijual;  penjual dapat melihat apakah produknya terjual dengan baik dan juga mendapatkan masukan dan saran dari kostumer.
  3. Tes lokasi, untuk melihat bagaimana hasil penjualan yang dilakukan di lokasi yang berbeda.
  4. Meningkatkan brand awareness kepada pembeli dari produk yang ingin dijual.
  5. Menciptakan urgensi - pembeli biasanya bersedia membeli sebuah barang bila mereka merasa toko atau barang yang mereka lihat hanya akan ada dalam waktu yang singkat.
  6. Menambah aliran pendapatan.
  7. Resiko finasial lebih rendah, jika produk yang dijual tidak mencapai ekspektasi.
  8. Dukungan Pemerintah

Banyak sekali tantangan yang ditemui oleh pengusaha yang baru memulai bisnisnya. Tantangan utama yang harus dihadapi adalah pengusaha harus bersaing dengan perusahaan yang lebih besar.

Bulan Maret 2019 kemarin, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta untuk pertama kalinya bekerja sama dengan Semasa untuk membuat acara Bazar Market Art Semasa yang diikuti oleh 65 penyewa. Pemprov DKI mencoba untuk mewadahi kreatifitas berkarya generasi muda, terutama dalam bidang seni dan budaya dalam bentuk bazar. Namun, secara tidak langsung sebenarnya pemerintah provinsi juga membuka kesempatan untuk para wirausahawan muda yang berjualan di Balai Kota untuk merasakan sebuah pengalaman dalam berjualan. Selain itu pengunjung yang datang ke Bazar tersebut juga memiliki kesempatan untuk melakukan wisata ke Balai Kota, sebuah tempat yang untuk aktivitas sehari-hari bukan prioritas untuk dikunjungi oleh masyarakat umum.

Akan lebih baik bila kedepannya pemerintah dapat membuka ruang publik untuk digunakan sebagai laboratorium para wirausahawan muda untuk belajar dan mendapatkan pengalaman yang nyata.


Komentar
  • Generic placeholder image
    Putu Monica Christy - 11 Apr 2019 18:49
    Setuju! Pop-up market juga bs digunakan untuk mempelajari perilaku konsumen serta melakukan uji coba untuk protipe baru.
  • Success!
    Failed!
--> -->