• RIZA ANNISA ANGGRAENI
    RIZA ANNISA ANGGRAENI
    Riza Annisa Anggraeni is a researcher in International Relations studies. She is also a constituency member of the global youth for the environment - the United Nations Environment Program. She holds a Bachelor's degree from Universitas Multimedia Nusantara (2014) and a Master's degree from Universitas Padjadjaran (2018). Annisa previously held positions as a journalist at Kompas Gramedia Group. During her master's studies, she completed a fellowship in Asian Community Lectures and Sustainable Global Competitiveness (2016). After she had graduated, she was awarded “The Winner of Outstanding SDGs Concepts” Inaugurated by UN-Habitat Official (2019).
Ideas

#LearnDiversity sebagai Dialog Antarperbedaan untuk Kekuatan Bangsa!

2019
#LearnDiversity sebagai Dialog Antarperbedaan untuk Kekuatan Bangsa!

Bagaimana menciptakan perdamaian di Indonesia dan dunia? Apakah ada wadah untuk mempelajari perbedaan secara transparan? Bagaimana jika kita menciptakan ruang transparan untuk memahami perbedaan? 

Pertanyaan-pertanyaan di atas kerap menyibukkan pikiran saya, terkait isu-isu agama di Indonesia yang kian meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan Social Progres Index di Indonesia, skor toleransi dan inklusi pada 2017 menunjukkan angka tertinggi yakni sebesar 35,4. Belum lagi, isu-isu agama yang kian muncul di ranah global, seperti yang baru saja terjadi isu terorisme di Christchurch, New Zealand yang membangunkan hampir seluruh individu di dunia untuk bersikap toleran terhadap agama Islam. Jika kita cermati, setelah beberapa minggu kejadian tersebut, negara-negara yang multikultural seperti United Kingdom, mulai melakukan aksi toleransi dengan menjaga umat muslim yang sedang beribadah di hari Jumat dengan satu kalimat sederhana yang sangat menyentuh bagi saya, "You are my friends, I will keep watch while you pray," aksi tersebut dilakukan oleh Andrew Graystone, salah satu warga di Manchester. Kemudian beberapa komunitas di New Zealand yang terdiri dari beragam agama melakukan aksi kampanye toleransi dan solidaritas dengan menuliskan pesan "We love you, We are one, Forever Changed," dan aksi Haka Tribute yang diperuntukkan oleh korban-korban di Christchurch.

Disamping itu, saya kerap mengikuti seminar-seminar internasional yang bertema Stand With Middle East Country, yang juga dihadiri oleh para pengungsi dan akademisi yang sadar akan isu-isu yang terjadi. Pada seminar-seminar tersebut, saya melihat bahwa mayoritas partisipan berasal dari agama Islam, dan untuk yang beragaman non muslim dapat dihitung dengan jari. Dari sini saya melihat bahwa, yang berdiri bersama-sama untuk para refugees atau imigrant juga adalah hampir terdiri dari orang-orang muslim sendiri. Di satu sisi lain saya melihat, beberapa aksi dari Chrischurch, dilakukan oleh hampir seluruh umat agama lain di dunia, padahal yang menjadi korban adalah umat Islam. Yang menjadi pertanyaan saya adalah, adakah aksi yang dilakukan dari agama Islam dalam mendukung korban-korban diskriminasi terhadap agama lain selain Islam? Dan adakah aksi-aksi untuk negara-negara MENA (Middle East dan Nortch Africa) yang saat ini masih dalam kondisi kritis atau perang, yang dilakukan secara universal dari seluruh umat agama, untuk mendukung orang-orang Islam di negara-negara tersebut?

Dari sini, pemikiran saya membawa saya untuk memikirkan bahwa ternyata di satu sisi masih sangat banyak manusia yang perduli dengan humanitarian crisis yang (masih) kita alami semenjak berpuluh-puluh tahun lalu, dan yang seharusnya dapat kita sadari, alasan tersebut masih menjadi penyebab hampir seluruh konflik kekerasan yang terjadi di dunia kita ini. Masih banyak agama non-Islam yang peduli dengan Islam, dan agama Islam yang peduli dengan non-Islam. 

Kondisi manusia sebagai makhluk hidup memang sulit untuk menghilangkan pola pemikiran us dan them. "Kita dan Mereka" adalah bentuk diskriminasi yang tanpa disadari muncul dalam setiap individu, namun seperti yang saya katakan, sulit bukan berarti tidak mungkin. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki kekuatan intelektual juga emosional dalam membentuk identitas dan agama mereka dengan orang lain. Untuk itu, saya rasa kita membutuhkan pendekatan yang komprensif untuk memahami perbedaan atau pemahaman masing-masing agama dalam pemahamannya kepada Tuhan.

Saya percaya bahwa, there are still soft and kind-hearted people in this cruel world. Begitu pun di Indonesia, masih banyak orang-orang yang peduli dengan orang-orang yang terdiskriminasi, orang-orang disabilitas, orang-orang tidak mampu, dan juga para pengungsi dari negara-negara konflik yang saat ini di bawah naungan UNHCR Indonesia. Namun, tidak sedikit juga orang-orang yang masih mengompori isu-isu keberagaman di Indonesia, seperti hoax-hoax akan perbedaan agama, seperti rasisme antar suku, agama, dan budaya, bullying terhadap kaum minoritas, dan perilaku-perilaku negatif lainnya yang tidak menunjukkan sedikit pun bahwa manusia-manusia tersebut memiliki hati nurani.

Untuk itu, saya ingin sekali menciptakan ruang toleransi akan keberagaman. Ruangan ini bersifat interakttif dan dapat berbentuk platform, atau aplikasi sehingga sangat mudah diakses untuk siapapun yang ingin belajar menerima dan memahami perbedaan. Tujuan dari ruang ini adalah, agar mampu diakses tanpa rasa malu atau segan untuk bertanya ke orang lain, karena saya yakin, masih sangat banyak orang yang terlalu malas untuk tahu sebagai landasan dalam pembelajaran. Untuk itu, ruang ini juga akan dilengkapi dengan fitur Forum atau Ruang Diskusi. Selain fitur tersebut, juga ada fitur pemahaman agama-agama yang diakui oleh dunia seperti agama Kristen, Islam, Hindu, Budha, Pemahaman Universal dan lainnya. Fitur ini akan dilengkapi juga dengan pemahaman akan suatu aspek menurut agama tersebut, misalnya seperti wanita dalam Islam, wanita dalam Hindu, atau wanita secara Universal. Hal ini agar dapat mereduksi diskriminasi akan pandangan terhadap objek-objek tertentu yang kerap menimbulkan dan memicu perdebatan. Juga dilengkapi dengan fitur disabilitas dan imigran. Sehingga, aplikasi ini diharapkan mampu membuka ruang yang transparan untuk mempelajari perbedaan -Unity in Diversity, terlebih lagi karena Indonesia adalah negara yang multiagama, yakni negara yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa (Ir. Soekarno).

Saya percaya bahwa, kita tidak dapat menerima jika kita tidak memahami, -dan kita tidak dapat memahami jika kita tidak belajar. Untuk itu, bagaimana jika kita bangsa Indonesia mulai berinisiatif untuk belajar? Saya yakin, pembelajaran dengan membuka ruang diskusi yang transparan, interaktif dan komunikatif, akan mampu menjadi kekuatan bangsa kita, bukan kelemahan!

Dialogue between religions and difference is the only way to challenge stereotypes, prejudices, and negative images because asking questions and sharing perspectives are the most powerful weapons to achieve peace.

- Riza Annisa Anggraeni, Global Action Ambassador.

 


Komentar
--> -->