• Rizky Januar Haryanto
    Rizky Januar Haryanto
    Senang membahas isu-isu kebijakan dan pendekatan analitis untuk pembuatan keputusan. Saat ini bekerja sebagai peneliti tata kelola dan tata guna lahan di Indonesia.
Ideas

Pendekatan Metodologis menuju Transformasi Struktural yang Holistik

2019
Pendekatan Metodologis menuju Transformasi Struktural yang Holistik

Seorang petani di mengangkut dedaunan untuk pakan ternaknya. Artikel ini berfokus pada pendekatan metodologis untuk mendorong percepatan transformasi struktural dengan menimalkan pergantian konsekuensi dari aspek sosial dan lingkungan (Foto diambil di kawasan kota Pagar Alam, Sumatera Selatan)

Dalam publikasinya terkait upaya percepatan transformasi struktural Indonesia, Kim, Sumner, & Yusuf (2018) menekankan dua hal: 1)perlunya transformasi struktural yang inklusif dengan memahami lebih jauh konsekuensi-konsekuensi pergeseran struktur sosial-ekonomi secara lebih utuh; terutama terhadap kelompok masyarakat yang lebih rentan; dan 2)desain kebijakan-kebijakan perlu untuk saling melengkapi untuk meminimalkan konsekuensi negatif dari transformasi struktural.

Dua poin ini menunjukkan bahwa upaya percepatan transformasi struktural yang baik perlu memastikan bahwa transformasi tersebut holistik: bermanfaat bagi semua insan secara berkelanjutan. Bahkan tidak hanya dampak ekonomi dan sosial, upaya percepatan transformasi struktural juga perlu memperhatikan dampak lingkungan, semisal polusi udara (Yassin & Aralas, 2017). Menindaklanjuti dua poin tersebut, tulisan ini bertujuan memberikan perspektif mengenai pendekatan metodologis berbasis sistem yang dapat diaplikasikan untuk pengambilan kebijakan yang robust, demi percepatan transformasi struktural yang holistik di Indonesia.

Memahami konsekuensi upaya percepatan transformasi struktural

Pergeseran struktur ekonomi dalam konteks transformasi struktural dapat mendorong perubahan-perubahan yang dinamis tidak hanya pada aspek-aspek perekonomian semisal produktivitas tenaga kerja dan nilai tambah sektor; tapi juga aspek-aspek ketimpangan sosial dan kelestarian lingkungan yang berpotensi menjadi unintended consequences dari upaya transformasi struktural. Maka, analisis kebijakan dalam konteks ini perlu untuk tidak hanya merangkul indikator kebijakan dari sektor (makro-)ekonomi, namun juga lintas sektor. Kegagalan memahami secara utuh konsekuensi serta nonlinearitas dari keterkaitan antar sektor dapat memicu pengambilan kebijakan dengan potensi non-monetary cost yang tinggi dan potentially irreversible. Efek nonlinearitas tersebut merupakan alasan utama mengapa pendekatan yang lebih linear, misalnya pemodelan linear dan Cost-Benefit Analysis, belum dapat memberikan insight mengenai perencanaan kebijakan serta peluang penerapan strategi adaptif dalam jangka panjang.

Untuk meningkatkan pemahaman tersebut, diperlukan perubahan cara pandang untuk mengoptimalkan dampak jangka panjang dari kebijakan transformasi struktural. Artikel ini berfokus pada dua pendekatan yang komplementer: top-down dan bottom-up. Tiga paragraf berikut berfokus pada diskusi pendekatan-pendekatan metodologis yang dimaksud.

Untuk pendekatan top-down, keseluruhan aspek transformasi dapat dilihat dan dimodelkan sebagai sistem dengan tingkat abstraksi tinggi, yang di dalamnya terkandung subsistem-subsistem yang merepresentasikan sektor-sektor sosial, ekonomi, dan lingkungan yang relevan (Forrester, 1994). Masing-masing subsistem tidak berdiri sendiri, namun saling berinteraksi dan mempengaruhi melalui hubungan sebab-akibat antar parameter di dalamnya. Melalui perspektif ini, konsekuensi non-linear pada indikator-indikator lintas sektor di level makro dapat ditinjau berdasarkan hadirnya umpan balik positif dan negatif dalam sistem, baik yang melibatkan parameter dalam satu sub-sistem sendiri maupun lintas sub-sistem. Sederhananya: implikasi dari skenario kebijakan ekonomi sehubungan dengan percepatan transformasi struktural tidak hanya dapat dikaji terhadap indikator-indikator bidang ekonomi saja; namun juga dari aspek-aspek ketimpangan sosial dan kerusakan lingkungan yang jadi bagian dari model sistem. Sebaliknya, juga dapat diobservasi pengaruh dinamika sosial dan lingkungan tersebut sebagai dampak dari kebijakan ekonomi tadi terhadap indikator-indikator kekonomian itu sendiri. Meningkatnya pemahaman holistik sistem berbasis umpan balik (feedback loops) menjadi kelebihan utama pendekatan ini.

Pendekatan tersebut tidak luput dari keterbatasan. Salah satunya adalah potensi skenario meluasnya dinamika sosial-ekonomi-lingkungan yang berasal dari geliat dan interaksi antar entitas di tingkat abstraksi yang lebih rendah, e.g. level individual atau kelompok masyarakat. Pemahaman atas potensi konsekuensi dan skala dari geliat interaksi ini berpotensi terbatas jika observasi hanya difokuskan pada interaksi antar parameter di level makro seperti dibahas sebelumnya. Maka, pendekatan bottom-up diperlukan sebagai pelengkap perspektif top-down.

Pendekatan bottom-up melihat dan memodelkan sistem sebagai akumulasi konsekuensi generatif dari aksi dan reaksi komponen individual, kelompok dan lingkungan yang saling berinteraksi pada tingkat abstraksi rendah (Miller & Page, 2007). Dalam konteks aktivitas ekonomi, interaksi-interaksi berbasis ekonomi yang dilakukan terus-menerus oleh entitas-entitas tersebut berpotensi memunculkan perubahan struktural ekonomi yang konsekuensi holistiknya berpotensi tidak sekedar relevan pada skala lokal itu sendiri; tapi bisa merambah ke skala yang lebih luas. Dalam konteks kebijakan, keseluruhan dinamika di berbagai skala tersebut bisa jadi searah atau malahan kontra-produktif dengan desain kebijakan strategis yang sudah dirancang sebelumnya. Maka dalam konteks kebijakan, pemahaman atas dinamika transformasi struktural dari perspektif bottom-up penting untuk 1)melihat celah dalam mendorong transisi yang cepat dan berkelanjutan berdasarkan pemahaman atas interaksi antar entitas di level masyarakat, demi menunjang desain kebijakan strategis yang kontekstual; serta 2)menganalisis relevansi antara desain kebijakan di berbagai tingkatan tata pemerintahan dan konsekuensinya pada masyarakat dan lingkungan di tingkatan terkait; dalam hal ini, pendekatan bottom-up berfungsi sebagai penunjang pendekatan top-down.

Desain kebijakan yang robust

Setelah membahas pendekatan untuk memahami konsekuensi, bagian ini membahas pendekatan desain kebijakan yang koheren seperti ditekankan (Kim et al., 2018).

Salah satu tantangan pengambilan kebijakan adalah bagaimana mengoptimalkan trade-off antar indikator-indikator keberhasilan kebijakan dalam jangka panjang (Kwakkel, Walker, & Haasnoot, 2016) . Optimalisasi ini selaras dengan nilai-nilai multidimensi dari upaya mendorong transformasi struktural yang inklusif dan berkelanjutan. Juga, kebijakan perlu memperhatikan sumber daya yang ada agar implementasinya maksimal. Untuk itu, dua pendekatan dapat dilakukan.

Pertama, struktur pemodelan berbasis integrasi pendekatan top-down dan bottom-up di atas dapat dianalisis lebih lanjut dengan analisis skenario, yang mencakup seluruh ketidakpastian parametrik dan struktural (Morgan, Henrion, & Small, 1990; Walker et al., 2003). Ketidakpastian parametrik berarti menganalisis dampak jangkauan nilai-nilai parameter eksternal model terhadap indikator kebijakan; sedangkan ketidakpastian struktural mencakup berbagai skenario dari struktur yang menjadi landasan interaksi antar komponen-komponen model, yang disebabkan oleh kurangnya informasi atau konsensus mengenai kondisi struktur tersebut baik di masa lalu maupun yang akan datang. Dengan demikian, kombinasi kebijakan dapat didesain untuk mengoptimalkan indikator-indikator keberhasilan kebijakan; dengan memperhitungkan performa robustness dari opsi-opsi kebijakan dalam menghadapi ketidakpastian.

Kedua, pendekatan desain kebijakan adaptif (Hamarat, Kwakkel, & Pruyt, 2013) dapat diaplikasikan sebagai tindak lanjut analisis ketidakpastian. Desain kebijakan adaptif memfasilitasi penyusunan peta jalan kebijakan percepatan transformasi struktural jangka panjang, dimana waktu sebuah kebijakan diimplementasikan akan ditentukan berdasarkan kerangka optimalisasi keseluruhan desain kebijakan terhadap trade-off indikator-indikator keberhasilan, termasuk indikator sumber daya implementasi kebijakan yang perlu dimasukkan secara eksplisit dalam rangkaian analisis. Sehingga, algoritma dalam kerangka tersebut akan memberikan indikasi kapan sebuah desain kebijakan harus disiapkan dan dijalankan.

Penutup

Tiada gading yang tak retak. Setidaknya, terdapat dua kekurangan mendasar dari aplikasi rangkaian pendekatan di atas. Pertama, signifikansi waktu dan sumber daya yang dibutuhkan. Kedua, terlepas dari aplikasi analisis ketidakpastian akan selalu ada unknown unknowns: hal-hal yang saat ini kita bahkan tidak ketahui bahwa kita tidak tahu. 

Pada akhirnya, pengambil kebijakan yang memutuskan: sejauh apa pendekatan holistik diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup seluruh masyarakat Indonesia secara berkelanjutan.


Komentar
--> -->