Abstraksi
Ketimpangan, menurut Piketty (2014), muncul karena akses pasar hanya dikuasai oleh segelintir golongan dan hanya golongan tersebut yang bisa mengakumulasi modal. Indonesia pun mengalami hal serupa, hanya 1% orang Indonesia yang menguasai 55% kekayaan negara (World Bank, 2014). Walaupun saat ini pertumbuhan ekonomi terus menguat serta kemiskinan dan ketimpangan menurun, perlindungan bagi masyarakat miskin di Indonesia masih menjadi tantangan. Perlindungan sosial, khususnya dalam pelayanan dasar, merupakan salah satu upaya untuk mengatasi ketimpangan dengan cara mengurangi kerentanan dan pengeluaran masyarakat miskin. Perlindungan sosial bagi masyarakat di kantong-kantong kemiskinan dapat mengurangi ketimpangan antarwilayah. Oleh karena itu penting untuk memajukan pelayanan dasar yang merata dan dapat diakses bagi seluruh kalangan masyakat, khususnya masyarakat miskin. Saat ini, pemerintah sudah melaksanakan program untuk pengentasan kemiskinan dengan skema perlindungan sosial, khususnya pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, sesuai yang tertera dalam UU 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional. Berlandaskan UU tersebut, pemerintah telah menjalankan program-program perlindungan sosial di bidang kesehatan dan pendidikan. Namun, penelitian AKATIGA (2016) mengenai pelayanan dasar yang dilakukan di 20 desa di Indonesia, menemukan bahwa insentif/bantuan dari pemerintah, yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan cakupannya, tidak berpengaruh pada peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan. Terlebih lagi, tidak semuanya sampai dan dimanfaatkan oleh masyarakat miskin. Salah satu masalahnya, bantuan yang diberikan hanya fokus di sisi supply (penyedia: RS, sekolah). Kami merekomendasikan intervensi pada sisi demand (masyarakat) yang juga bersinergi dengan sisi supply agar bantuan dapat langsung menyasar kelompok masyarakat yang membutuhkan.