Abstraksi
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah terbesar di Asia Tenggara. Besarnya wilayah tersebut mengharuskan adanya pemerintahan yang terdesentralisasi agar tata kelola dan pembangunan suatu daerah dapat terlaksana secara maksimal. Sejak diterapkan undang-undang desentralisasi, pemerintah daerah secara resmi memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengelola keuangannya secara mandiri guna meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan. Dalam struktur pemerintahan, anggaran menjadi fokus utama sumber pendanaan pembangunan suatu wilayah. Sistem desentralisasi sendiri mengharuskan pemerintah daerah untuk mencari sumber pendanaan yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD memiliki sumber pendanaan yang bersumber dari pemerintah pusat dan pendapatan asli daerah (PAD). Namun tidak jarang, beberapa daerah mengalami defisit anggaran untuk memenuhi belanja daerah. Dengan masalah tersebut, pemerintah daerah harus berupaya melakukan inovasi untuk menutupi defisit tersebut. Inovasi untuk menutup defisit tersebut harus dilandaskan pada masalah yang jelas seperti kebutuhan membangun infrastruktur. Salah satu produk pembiayaan daerah yang sudah diregulasi adalah obligasi daerah. Produk pembiayaan ini dapat memenuhi kebutuhan daerah dalam hal belanja modal untuk membangun infrastruktur. Masalah utamanya adalah tidak semua pemerintah daerah dapat menerbitkan obligasi daerah karena beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Padahal, obligasi daerah ini merupakan potensi pembiayaan alternatif untuk infrastruktur daerah yang masih minim. Kajian ini menggunakan analisis model keuangan dan analisis deskriptif untuk mengolah data primer dan data sekundernya. Metode pengumpulan datanya ditekankan pada studi pustaka dan wawancara mendalam dengan narasumber. Pada akhirnya, sebuah rekomendasi akan diberikan dalam kajian ini untuk dapat memberikan kebijakan yang baik terkait dengan penerbitan obligasi daerah.