Abstraksi
Kontribusi PDB sub sektor kehutanan terhadap PDB Nasional tahun 2017 tercatat 0,70% dan konsisten selama sepuluh tahun terakhir dengan rata-rata 0,73%. Sementara, terdapat 48,8 juta orang tinggal di dalam dan di sekitar hutan yang menggantungkan mata pencahariannya terhadap sumberdaya hutan, terutama di daerah luar pulau jawa. Kondisi ini memerlukan strategi yang inovatif agar mampu berkontrbusi lebih besar kepada perekonomian nasional dan mengurangi ketimpangan wilayah antara Jawa dan luar Jawa. Makalah ini menawarkan gagasan transformasi subsektor kehutanan yang selama ini berorientasi pada kayu, ditujukan untuk menangkap peluang bisnis, antara lain: 1. Sebagai lumbung pangan, diarahkan pada pemenuhan kebutuhan bahan pangan domestik yang selama ini diimpor, antara lain: jagung, kedelai, rempah, daging; gula, dan beras. 2. Sebagai lumbung obat, diarahkan berkontribusi sebesar 30% dari total target pangsa pasar industri farmasi domestik pada tahun 2025 dengan nilai mencapai Rp. 700 triliun. 3. Sebagai lumbung energi, diarahkan untuk pemenuhan bahan baku energi nasional yang ramah lingkungan dimana 1 hektar HTI berpotensi menghasilkan 80-100 MWp setara dengan 34 - 42 ton batubara dengan potensi penurunan emisi CO2 hingga nol. 4. Sebagai destinasi wisata dan riset, diarahkan untuk menyumbang 20% PDB nasional, dari yang sekarang hanya 13%. Program penguatan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) hinga menjadi benteng terakhir bagi negara dalam mengurus hutannya merupakan suatu prasyarat. Secara khusus, makalah ini memperkenalkan konsep bisnis “Meet & Greet”, yakni mempertemukan unit-unit bisnis masyarakat di sekitar kawasan hutan dengan calon-calon mitra bisnis potensial dalam membangun kerjasama pengusahaan komoditas hasil hutan di dalam wilayah KPH.