Abstraksi
Sebagian ahli, dipelopori oleh Schumpeter (1934), berpendapat bahwasanya pertumbuhan ekonomi bisa hadir dari inovasi yang bersifat radikal. Sejalan dengan ini, banyak harapan disematkan pada generasi muda yang dharapkan membawa angin perubahan melalui teknologi digital. Namun demikian, ada sisi lain dari dunia digital ini. Menggunakan metode studi kasus pada Ternakkita-aplikasi (masih berbasis website) yang menghubungkan antara investor dan peternak (saat ini masih untuk sapi dan lele). Pendirinya adalah alumni dan mahasiswa Universitas Andalas yang melihat bahwa ada gap yang besar antara harapan dan realita. Harapan di atas kertas adalah investor akan mencari jalannya sendiri untuk bisa memutar uangnya secara produktif. Demikian juga, peternak akan bisa mendapatkan pendanaan dari beragam sumber karena mereka memiliki keahlian, waktu, dan terutama peran strategis mereka untuk ketahanan pangan. Kita juga terbiasa membayangkan sosok investor yang luar biasa. Kenyataannya tidak demikian. Hal yang dilakukan Ternakkita hanyalah mempertemukan peternak skala kecil dan investor kecil-kecilan; memberikan pendampingan pada peternak; dan memberikan laporan berkala pada investor. Ternakkita memainkan pola 4-5-1 (40% keuntungan untuk investor; 50% untuk peternak; dan 10% untuk Ternakkita) dan ini sesuai dengan sistem bagi hasi patigoan yang menjadi tradisi di ranah Minangkabau. Meskipun belum sempurna, Ternakkita telah memulai dan memberikan alternatif jalur pertumbuhan melalui praktik inovasi yang sederhana, namun berpotensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut jika mendapatkan pendekatan yang tepat. Mereka juga bisa membuka cakrawala baru dalam pengembangan dan kebijakan kewirausahaan dan inovasi di Indonesia. Inilah model baru wirausaha sosial di Indonesia.