Abstraksi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdiri dari tingkatan otonomi daerah mulai dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, hingga pemerintah desa. Otonomi daerah dapat menjadi peluang sekaligus tantangan dalam penerapannya. Peluang dalam hal pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia, dan tantangan yang menghadirikan "raja-raja" kecil di negara kesatuan ini. Tidak sedikit Indikator Kinerja Daerah (IKD) tidak sinkron dengan indikator pembangunan dalam Nawacita atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Negara (RPJMN), apalagi "balik modal" politik cukup signifikan mempengaruhi arah dan pembangunan masing-masing daerah. Oleh sebab itu, peluang dan tantangan tersebut dapat dijawab dengan penerapan IKU kolaboratif (qK). IKU kolaboratif terbagi empat jenis, yaitu IKU inti (Io), IKU eksklusif (I-), IKU inklusif (I+), serta IKU Irisan (In). Io merupakan IKU mandiri dan khas pemerintah pusat dalam rangka mencapai tujuan bernegara melalui visi dan misi Presiden RI selaku kepala negara dan pemerintah, I- merupakan IKU yang bersifat mandataris kepada setiap daerah untuk dipenuhi dalam rangka mencapai Io, I+ merupakan IKU mandiri dan khas dari masing-masing otonomi daerah, dan In merupakan IKU yang memiliki irisan konten antar entitas pemerintah sehingga pencapain IKU tersebut dilakukan secara gotong royong. Dampak penerapan qK ini adalah akselerasi integrasi perencanaan negara, serta efektivitas dan efisiensi pengunaan sumber daya termasuk dana setiap entitas penyelengara NKRI. Efektifitas peneran qK dapat diperkuat dengan pengunaan teknologi informasi melalui terbentuknya Sistem Informasi Perencanaan Strategis Lintas Sektoral (Stars Link). Selain itu, penerapan qK diharapkan meminimalkan tumpang tindih program/kegiatan sejenis, serta meminimalkan ego sektoral antarinstitusi untuk dapat menggerakkan setiap entitas saling berkolaborasi demi mencapai tujuan bernegara.