• anggi afriansyah
    anggi afriansyah
    Anggi Afriansyah adalah peneliti pada Pusat Penelitian Kependudukan LIPI. Ia menyelesaikan strata satu (S1) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraaan di Universitas Negeri Jakarta (2005) dan kemudian melanjutkan strata dua (S2) di Departemen Sosiologi Universitas Indonesia (2014). Menggeluti isu-isu penelitian terkait pendidikan dan ketenagakerjaan. Menulis di Jurnal Kependudukan Indonesia (JKI), Jurnal Masyarakat Indonesia (MI), Jurnal Penelitian Politik, dan Jurnal Aspirasi DPR. Aktif menulis di beberapa Media Cetak dan Media Online seperti di Koran Kompas, Koran Berita Cianjur, Jawa Pos, Koran Jakarta, Media Indonesia, Harian Republika, Koran Sindo, Lampung Post, Radar Bangka, Radar Tasikmalaya, Padang Ekspress, detiknews, NU Online dan Beritagar.id. Dapat dihubungi…
Papers

Menyongsong Abad Samudera Hindia, Membangun Sekolah Menengah Kejuruan Maritim Masa Depan: Kasus Daerah Istimewa Yogyakarta

2019

Abstraksi

Pendidikan vokasi merupakan salah satu prioritas pembangunan di bidang pendidikan pada era Pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla. Presiden telah mengeluarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan sumber daya manusia (SDM) lulusan SMK. Instruksi Presiden ini ditujukan untuk 12 Kementerian, 1 Lembaga Pemerintah Non Kementerian, dan 34 Gubernur. Memperkuat pendidikan vokasi melalui sinkronisasi kurikulum SMK (link and match) adalah salah satu dari delapan arah kebijakan yang disampaikan pada Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019. Pendidikan vokasi menjadi sebagai salah satu medium yang diharapkan menciptakan tenaga kerja yang siap pakai. Di level pendidikan menengah, pendidikan vokasi diterapkan melalui Sekolah Menengah Kejuruan. Namun hingga saat ini masih terdapat beragam persoalan yang dihadapi oleh SMK dalam menciptakan tenaga kerja yang terampil. Merujuk pada data BPS (2018) SMK merupakan penyumbang pengangguran paling banyak yaitu sebesar 11,2 persen kemudian SMA (7,9 persen), SMP (5,5 persen), diploma (6 persen), Universitas (5,9 persen), dan SD (2,4 persen). Martono (2016) menyebut bahwa rendahnya keterserapan tenaga kerja lulusan SMK disebabkan karena kurang memadai kurikulum, tenaga pengajar, dan infrastruktur. Kondisi tersebut kemudian menyebabkan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DU/DI) mengeluhkan kualifikasi lulusan SMK yang belum sesuai dengan tuntutan DU/DI. Ketidaksinambungan antara kebutuhan dunia kerja dengan penyiapan tenaga kerja menjadi problem selanjutnya. Pengembangan vokasi yang berbasis local resources juga menjadi hal penting yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Kemudian, pemerintah menyebutkan ada empat sektor unggulan yang akan dikuatkan dalam pengembangan vokasi yaitu kemaritiman, pariwisata, pertanian (ketahanan pangan), dan industri kreatif. Di bidang kelautan dan perikanan, rilis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2018 menyebut pertumbuhan PDB sektor perikanan selalu di atas PDB Nasional dan PDB sektor Pertanian. Sampai triwulan III 2017 pertumbuhan 6,79% dengan nilai PDB sektor Perikanan sebesar Rp 169,5 T. Kemudian total produksi Perikanan Nasional sebesar 23,26 juta ton, Perikanan Tangkap sebesar 6,04 juta ton, dan Perikanan Budidaya 17,22 juta ton. Namun, jika merujuk pada Data Potensi Desa tahun 2014 hanya sekitar 21,16% desa/kelurahan yang sebagian besar penduduknya mempunyai sumber penghasilan utama pada subsektor perikanan, yaitu 18,19% di perikanan tangkap dan 2,97% di perikanan budidaya. Kondisi tersebut menunjukkan betapa belum optimalnya pengelolaan potensi kelautan Indonesia. Dalam tulisan ini Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi lokasi dimana penelitian dilakukan. DIY memiliki luas 3.185,80 Km2 dan secara administratif memiliki tiga kabupaten yang mempunyai wilayah pesisir, yaitu Kabupaten Gunungkidul, Bantul, dan Kulon Progo. Wilayah pesisir dan laut DIY memiliki sumberdaya potensial seperti perikanan, energi dan sumberdaya mineral serta jasa lingkungan. Merujuk pada data BPS (2017), data perikanan darat tahun 2016 mencatat bahwa produksi perikanan mencapai 76.875.600 ton atau naik sebesar 11,13 persen dibandingkan dengan tahun 2015 yang tercatat sebesar 69.173,9 ton. Pada tahun 2016 tercatat 3.917,60 ton mengalami turun 26,81 persen dibanding tahun 2015 yang tercatat 5.352,45 ton. Produksi terbesar perikanan darat berasal dari budidaya di kolam yang mencapai 73.775.980 ton (96,4 persen), disusul hasil dari budidaya perairan umum sebesar 2.786.780 ton (3,62 persen). Nilai produksi perikanan sebesar Rp. 1.591,74 milyar, atau naik sebesar 26,5 persen dibanding tahun sebelumnya yang sebesar Rp. 1.258,34 milyar. Wilayah pesisir merupakan tempat tinggal bagi sekitar 11,1 persen penduduk DIY dengan tingkat kesejahteraan yang relatif tertinggal dibanding wilayah lain. Pembangunan di DIY selama ini cenderung terkonsentrasi di Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan bagian utara wilayah Kabupaten Bantul. Sementara, DIY bagian selatan dengan wilayah pesisir relatif tertinggal. Pembangunan yang lebih fokus di bagian utara berdampak pada kesenjangan kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi wilayah DIY (Giyanti, 2015). Giyanti (2015) menyebut bahwa pergeseran paradigma dalam pembangunan DIY yang dimulai sejak tahun 2012, diantaranya adalah perubahan orientasi pembangunan yang selama ini berbasis daratan menuju pembangunan berbasis kemaritiman. Pembangunan kemaritiman di DIY merupakan gagasan baru yang mengandung asumsi perubahan budaya. Visi lima tahun (2017-2022) “Menyongsong Abad Samudera Hindia untuk Kemuliaan Martabat Manusia Jogja” yang disampaikan dalam pidato Gubernur pada rapat Paripurna Istimewa DPRD DIY menjadi salah satu alasan mengapa pemerintah DIY mengalihkan pandanganya dari “utara” yang berbasis agraris menuju “selatan” yang berbasis kemaritiman. Tulisan ini kemudian secara spesifik membahas mengenai upaya pemerintah membangun sekolah menengah kejuruan maritim di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Apakah pergeseran visi pembangunan tersebut juga berefek kepada dunia pendidikan?. Data dari tulisan ini merujuk pada hasil penelitian DIPA Bidang Sumber Daya Manusia dan Tenaga Kerja yang dilakukan pada tahun 2018. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Wawancara dan diskusi terfokus dilakukan kepada pihak-pihak yang mengelola pendidikan vokasi maupun menggeluti isu-isu kelautan dan perikanan di provinsi DI Yogyakarta. Pihak yang diwawancara antara lain Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi DI Yogyakarta, Dinas Kelautan Provinsi DI Yogyakarta, SMKN 1 Sanden Kabupaten Bantul, SMKN 1 Temon Kab. Kulon Progo, Nelayan di Bantul dan Gunung Kidul. Dari hasil penelitian didapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bersama. Orientasi pengembangan vokasi kemaritiman baik di pusat maupun daerah, regulasi baik di pusat maupun daerah, sinergi antar lembaga, dan implementasi di lapangan. Perlu strategi baru dalam pengembangan sekolah menengah kejuruan kemaritiman. Pengembangan yang memperhatikan local resources dan berbasis potensi daerah menjadi sangat penting. Pemerintah daerah perlu memiliki pemetaan kekayaan daerah dan perlu bantuan dari pemerintah, industri, akademisi maupun masyarakat sipil. Pendidikan vokasi menjadi bagian penting untuk membangun industri-industri daerah yang kemudian menjadi kuat karena sokongan tenaga kerja setempat yang didik di SMK, Balai Latihan Kerja Daerah, Akademi Komunitas atau lembaga lainnya.

Komentar
--> -->