• Aryana Satrya
    Aryana Satrya
    Aryana Satrya is a senior lecturer at the Department of Management, Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia. He earns his Ph.D. from the School of Political Science, University of Queensland, Australia. His Ph.D. research examines the effectiveness of union strategy in the Indonesian services industry. He obtained his bachelor’s degree (honours) in Industrial Engineering from Bandung Institute of Technology (ITB), Indonesia, and his Master's in Master of Management (finance) from the University of Indonesia (UI). His current research included topics on employment of senior citizen, minimum wage, workers empowerment, freedom of association, market flexibility, and organisational culture. His previous…
Papers

Menurunkan Konflik Kerja-Keluarga dengan Memperbaiki Kondisi Kerja dan Meningkatkan Dukungan Sosial: Studi Kualitatif pada Industri Garmen di Indonesia

2019

Abstraksi

Industri garmen memiliki peran penting pada perekonomian Indonesia. Data Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (2017) dan World Trade Organization (2018) menunjukkan bahwa Indonesia termasuk dalam 10 negara ekspor pakaian terbesar di dunia, di mana idnustri tekstil dan garmen termasuk dalam empat sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia. Namun, di balik kesuksesan tersebut, industri garmen masih memiliki berbagai masalah. Berdasarkan Laporan Tahunan Better Work Indonesia (2018) menyebutkan bahwa 45% pabrik garmen kurang mematuhi waktu kerja dan 66% pabrik garmen belum mematuhi ketentuan waktu lembur. Work-family conflict masih marak dirasakan oleh pekerja garmen di Indonesia, terutama pekerja perempuan. Tekanan peran dari domain pekerjaan dan keluarga menyebabkan ketidaksesuaian dalam beberapa hal (Greenhaus dan Beutell, 1985). Hal ini disebabkan oleh target kerja yang berlebih sehingga untuk memenuhinya pekerja harus bekerja lebih lama lagi (Kim & Kim, 2017). Hal tersebut menyebabkan kerja lembur dilakukan hampir setiap hari dengan waktu yang panjang. Meski tidak suka, terdapat tekanan dari atasan bagi pekerja untuk melakukan lembur dan memenuhi target harian Penelitian kualitatif ini berusaha memahami lebih dalam bagaimana kondisi kerja mempengaruhi konflik kerja-keluarga, dan bagaimana dukungan sosial berperan dalam hubungan keduanya. Data penelitian berasal dari 10 Focus Group Discussion (FGD), yang melibatkan 71 perempuan dan 22 pria pekerja dari lima kota besar di Indonesia (Bandung, Bogor, Semarang, Yogya, Surabaya). Data dianalisis melalui proses coding dibantu dengan Qualitative Data Analysis Software (QDAS) NVivo 12. Analisis NVivo menghasilkan tiga kelompok aspek utama, yaitu Work Family-Conflict dengan subkelompok Time-Based dan Strain-Based, Dukungan Sosial dengan dengan subkelompok Lingkungan Kerja dan Luar Lingkungan Kerja, dan Kondisi Kerja dengan dengan subkelompok Jam Kerja dan Beban Kerja. Pekerja garmen masih mengalami kondisi kerja yang buruk dengan waktu kerja yang sangat panjang lebih dari delapan jam per hari dan waktu lembur yang lebih dari tiga jam per hari. Selain itu, beban kerja berupa target harian yang terlalu besar memperparah kondisi tersebut. Akibatnya, muncul banyak konflik keluarga, baik dari anak maupun pasangan hidup. Dukungan sosial dari rekan kerja dan pasangan hidup dapat mengurangi efek buruk dari kondisi kerja yang buruk, dan dapat mengurangi konflik di keluarga. Hingga saat ini pekerja masih berusaha sendiri untuk menyelesaikan konflik yang mereka rasakan karena beranggapan bahwa konflik tersebut adalah tanggung jawab individu dalam mengelolanya (Toth, 2005). Karena masalah utamanya adalah target kerja dan lembur yang terlalu banyak, maka peneliti menyarankan bagi perusahaan untuk melakukan time-study yang lebih baik dalam menentukan target kerja. Pekerja pada kelompok dengan tekanan pekerjaan yang lebih sedikit terbukti mengalami peningkatan kepuasan kerja, penurunan kelelahan emosional, dan mengalami konflik kerja-keluarga yang lebih rendah (Fan et al, 2019). Selain mengendalikan jumlah target harian, perusahaan dapat mengatur waktu kerja yang lebih baik dan memberikan dukungan berupa penyediaan tempat penitipan anak yang tidak jauh dari pabrik (Samad, Reaburn, Di Milia, 2015).

Komentar
--> -->