• Rachmita Maun Harahap
    Rachmita Maun Harahap
    Saya perempuan dan memiliki hambatan penyandang disabilitas pendengaran ( tunarungu/tuli) sejak lahir dan masih berstatus kandidat Doktor atau mahasiswa Program Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain di ITB. Selain itu, saya bekerja Pengajar Tetap Universitas Mercu Buana di Jakarta dan Pendiri Organisasi Yayasan Sehjira.
Papers

Implementasi Konsep Desain Deaf Space pada Perguruan Tinggi bagi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Pendengaran

2019

Abstraksi

Fasilitas pendidikan di universitas di Indonesia untuk penyandang disabilitas khususnya disabilitas pendengaran (tunarungu/tuli, tunarungu-wicara/tuli-bisu dan kurang dengar) masih sangat memprihatinkan karena belum mengakomodasi fasilitas lingkungan yang universal. Kebijakan pembangunan fasilitas publik belum mendukung penerapan desain untuk disabilitas pendengaran. Gerakan desain universal dan pemenuhan hak aksesibilitas pada bangunan publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Penyandang Disabilitas No 8 tahun 2018 pasal 9 Hak Aksesibilitas dan Pasal 10 Hak Pelayanan Publik, Undang-Undang Bangunan Gedung No 28 tahun 2002 pada pasal 27 dan dipandu oleh Peraturan Menteri PUPR RI No 14/M/PRT/2017 tentang Kemudahan Persyaratan Bangunan dan Peraturan Menteri Ristek Dikti No 49 tahun 2017 tentang Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus untuk Perguruan Tinggi yang berfokus terutama pada hambatan mobilitas dan penyediaan layanan. Tidak seperti kebutuhan akses pengguna disabilitas fisik (pengguna kursi roda, pengguna kruk/tongkat), dan disabilitas netra, kebutuhan disabilitas pendengaran jauh kurang jelas dan biasanya melibatkan komunikasi. Akses lingkungan fisik bagi disabilitas disabilitas pendengaran pada umumnya disebabkan oleh desain interior dan arsitektur yang tidak berpihak kepada kebutuhan semua orang (penyandang disabilitas adalah bagian dari semua orang itu), dan bahkan juga akses lingkungan sosialnya terutama disebabkan oleh kurangnya informasi tentang cara berinteraksi (etika) yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini ditujukan penekanan interioritas dalam ruang sehari-hari bagi disabilitas pendengaran yang diinginkan dapat tepat sasaran maka dibutuhkan penerapan konsep desainnya. Interioritas merupakan hal yang paling mendasar dalam menciptakan sebuah pengalaman ruang. Dengan adanya pengalaman ruang maka dengan sendirinya keberadaan ruang serta kondisi sekelilingnya akan diakui oleh penggunanya. Ruang disabilitas pendengaran (deaf space) sebagai metode, merupakan salah satu cara untuk menciptakan sebuah pengalaman ruang tertentu. Dengan adanya konsep desain deaf space tersebut, terciptanya kemandirian independen interioritas yang bertujuan untuk meningkatkan kepekaan pengguna terhadap ruang dan sekitarnya. Melalui penerapan desain deaf space yang disajikan dalam sebuah konteks perilaku disabilitas pendengaran, interioritas, dan independen menjadi sebuah metode baru dalam penelitian disertasi. Penelitian ini bertujuan adalah untuk memahami studi interioritas dalam ruang sehari-hari terhadap perilaku disabilitas pendengaran (tunarungu/tuli dan kurang dengar) bergerak menuju pendekatan yang lebih inklusif.

Komentar
--> -->