• Rika Kumala Dewi
    Rika Kumala Dewi
    Rika merupakan peneliti yang bergabung dengan SMERU semenjak tahun 2010. Rika pernah terlibat dalam berbagai penelitian, termasuk penelitian dengan topik kemiskinan, kesehatan, dan disabilitas.
Papers

Menciptakan Kesempatan Kerja Indonesia yang Inklusif terhadap Penyandang Disabilitas

2019

Abstraksi

Pendahuluan Agenda pembangunan global Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) memiliki perhatian besar terhadap eksklusi sosial yang dialami penyandang disabilitas. Agenda pembangunan ini menargetkan perbaikan ketidakmerataan sosial dan ekonomi yang dialami penyandang disabilitas akibat ketidakseimbangan kekuatan, pengaruh dan suara dalam proses pembangunan. Sebagai negara yang sudah melembagakan TPB ke dalam agenda pembangunan nasional (ditandai dengan disahkannya Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017), menciptakan pembangunan inklusif penyandang disabilitas merupakan aspek yang perlu diwujudkan di Indonesia dalam rangka memastikan tidak satu orang pun tertinggal dalam pembangunan. Salah satu langkah strategis untuk merealisasikan inklusi sosial penyandang disabilitas adalah melalui peningkatan akses mereka terhadap lapangan pekerjaan. Akses terhadap lapangan pekerjaan ini bahkan diungkapkan oleh United Nations (2016, p71) sebagai “cara yang paling efektif untuk mengurangi kemiskinan dan merupakan landasan terwujudnya inklusi sosial”. Hal ini memungkinkan untuk terjadi karena kesempatan untuk mengakses pekerjaan akan membuka peluang untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan, meningkatkan kemandirian ekonomi, dan interaksi sosial penyandang disabilitas, dan pada akhirnya mampu meningkatkan keterlibatan aktif penyandang disabilitas sebagai warganegara dalam proses pembangunan (Blanck, Myhill, & Chen, 2007; Sundar, Neill, Houtenville, Phillips, & Keirns, 2018). Sudahkah Indonesia mewujudkan lapangan kerja yang inklusif terhadap penyangang disabilitas ini? Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui situasi akses penyandang disabilitas terhadap lapangan pekerjaan serta mengidentifikasi kendala yang dihadapi penyandang disabilitas dalam mengakses lapangan kerja. Dengan menjawab tujuan penelitian ini, kami menawarkan rekomendasi kebijakan strategis untuk mewujudkan lapangan kerja yang inklusif terhadap penyandang disabilitas. Strategi Empiris Untuk menjawab tujuan penelitian ini, kami terlebih dahulu melakukan analisis data deskriptif yang diikuti analisis ekonometrika menggunakan model permintaan dan penawaran (D-S) tenaga kerja yang direplikasi dari model D-S yang digunakan oleh Suryahadi, Widyanti, Perwira, & Sumarto (2003). l^s=α^s+β^s w+θ^s X l^D=α^D+β^D w+θ^D Y l^D dan l^s secara berturut-turut merupakan permintaan dan penawaran tenaga kerja, w menunjukkan tingkat upah, X adalah vektor (kumpulan faktor) yang dapat menyebabkan bergesernya kurva penawaran tenaga kerja yang terdiri dari kondisi individual penyandang disabilitas, kondisi rumah tangga, serta kondisi aksesibilitas lingkungan); Y adalah vektor yang dapat menyebabkan bergesernya kurva permintaan tenaga kerja seperti pertumbuhan ekonomi. Regresi dilakukan terhadap bentuk reduced-form dari persamaan di atas, yang diturunkan dari kondisi kesetimbangan saat l^s=l^D. Bentuk reduce-form yang dihasilkan adalah: l=Λ+ΠY+ΣX dimana Λ=(α^D β^s-α^s β^D)/(β^s-β^D ) , Π=(β^s θ^D)/(β^s-β^D ), dan Σ=(-β^D θ^s)/(β^s-β^D ) Dalam studi ini, kami melakukan analisis dengan model D-S di tingkat mikro (dengan observasi individu) dan makro (dengan data agregasi di tingkat kabupaten). Analisis mikro dilakukan menggunakan data Susenas 2018 dengan metode estimasi regresi logistik (logit) dan variabel dependent: peluang untuk a) masuk ke dalam angkatan kerja, b) untuk bekerja, c) untuk bekerja di sektor formal, dan d) untuk bekerja di sektor informal. Sementara analisis makro dilakukan menggunakan data Supas 2015 dan Susenas 2018 dengan metode estimasi panel fixed effect dan variabel dependen: jumlah tenaga kerja yang a) berusaha sendiri tanpa buruh tidak dibayar, b) berusaha sendiri dengan dibantu buruh dibayar, c) pekerja formal, dan d) pekerja informal. Kebaruan Studi Penggunaan kerangka analisis model D-S tenaga kerja merupakan hal baru yang ditawarkan dalam studi ini jika dibandingkan dengan dua studi kuantitatif serupa di Indonesia, yaitu (Halimatussadiah, Agriva, & Nuryakin (2013) dan (LPEM UI, 2017). Studi pertama hanya melakukan analisis deskriptif sisi penawaran dari pasar tenaga kerja, sementara studi kedua fokus pada sisi penawaran tenaga kerja disabilitas. Analisis yang fokus pada sisi penawaran akan menggali informasi terkait upaya agar penyandang disabilitas dapat berdaya (“keluar rumah”) untuk mengakses lapangan kerja namun belum tentu bisa menjamin akses mereka ke lapangan kerja karena pintu pemberi kerja bisa saja tertutup bagi mereka. Keunggulan lain dari studi ini adalah penggunaan data Susenas terbaru, yaitu Susenas 2018, sebagai salah satu sumber data penelitian sehingga dimungkinkan untuk mendapatkan analisis situasi terkini penyandang disabilitas di pasar tenaga kerja Indonesia. Temuan Studi Berdasarkan analisis deskriptif data Susenas 2018 diketahui bahwa tingkat pengangguran penyandang disabilitas lebih rendah dibandingkan non-disabilitas (2.45% untuk penyandang disabilitas dibandingkan 5.24% untuk non disabilitas). Namun pekerja disabilitas lebih banyak terserap di pekerjaan dengan status berusaha sendiri tanpa pekerja berbayar (wirausaha informal) (49.91%), berbeda dengan pekerja non-disabilitas yang lebih banyak berstatus karyawan/pegawai/buruh formal. Analisis mikro menunjukkan bukti bahwa individu penyandang disabilitas memiliki probabilitas yang lebih rendah untuk masuk angkatan kerja, untuk bekerja, dan untuk bekerja di sektor formal. Sebaliknya, individu penyandang disabilitas memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk masuk ke sektor informal. Pekerja disabilitas yang memiliki tingkat pendidikan rendah cenderung terserap ke sektor informal. Hasil analisis makro menunjukkan bukti bahwa pertumbuhan ekonomi (yang merupakan indikator untuk menggambarkan kondisi permintaan tenaga kerja) mampu mendorong peningkatan jumlah karyawan/pegawai/buruh yang terserap di sektor formal dan jumlah pekerja yang berusaha sendiri dengan buruh tetap, baik diantara pekerja yang disabilitas maupun yang non disabilitas. Namun dampak positif ini lebih besar dirasakan oleh pekerja non-disabilitas dibandingkan pekerja disabilitas. Hasil ini memberikan indikasi adanya kecenderungan pemberi kerja untuk mempekerjakan pekerja non-disabilitas dibandingkan pekerja disabilitas. Faktor lain yang mempengaruhi akses tenaga kerja disabilitas untuk masuk bekerja adalah upah minimum dan keberadaan peraturan daerah tentang disabilitas. Terkait kebijakan pertama, hasil estimasi menunjukkan bahwa kebijakan upah minimum tidak signifikan mempengaruhi tingkat bekerja tenaga kerja disabilitas di sektor formal. Hal ini terjadi karena persentase disabilitas yang yang bekerja sebagai pekerja formal yang kecil—hanya 7,8% dari total pekerja formal, sementara persentase non-disabilitas sebagai pekerja formal mencapai 92.21%. Tetapi, kebijakan upah minimum ini berdampak negatif terhadap pekerja disabilitas dengan jenis pekerjaan pekerja bebas. Di sisi lain, hasil estimasi pengaruh keberadaan perda disabilitas di kab/kota ditemukan tidak signifikan mempengaruhi tingkat bekerja penyandang disabilitas. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan perda dalam mendorong peningkatan jumlah tenaga kerja disabilitas yang diserap oleh pasar tenaga kerja belum efektif. Berdasarkan hasil estimasi model di atas, pemerintah perlu memperkuat upaya afirmasi untuk mendorong kesamaan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk mengakses lapangan kerja. Keberadaan perda ditemukan tidak cukup untuk menginsentif pemberi kerja untuk mempekerjakan penyandang disabilitas. Kapabilitas penyandang disabilitas merupakan aspek yang perlu ditingkatkan dalam rangka mendorong penyerapan penyandang disabilitas di sector formal. Disamping itu, mengingat sebagian besar penyandang disabilitas yang bekerja merupakan pekerja yang berusaha sendiri tanpa dibantu pekerja berbayar, diperlukan upaya kebijakan pemerintah (diantaranya berupa subsidi, jaminan social, dan program pemberdayaan) yang ditujukan untuk membantu usaha penyandang disabilitas agar bisa berkembang.

Komentar
--> -->