Pemerintah Gulirkan Kebijakan Strategis Mendukung Kinerja Sektor Industri

October 29, 2021

JAKARTA - Guna menciptakan iklim usaha yang kondusif, pemerintah menggulirkan berbagai program dan kebijakan strategis yang mendukung laju kinerja sektor industri. Misalnya, pelaksanaan program substitusi impor 35 persen pada 2022. Upaya strategis ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk impor sekaligus mendorong penguatan struktur industri manufaktur di dalam negeri.

“Strategi ini ditempuh guna merangsang pertumbuhan investasi di sektor industri substitusi impor dan peningkatan utilitas industri domestik,” tutur Menteri Agus dalam keterangan persnya, Kamis (7/10). Kebijakan tersebut akan didukung dengan optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.

Menteri Agus menyampaikan, berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, awalnya terdapat lima sektor yang menjadi prioritas pengembangan dalam kesiapan memasuki era industri 4.0. Namun, di tengah pandemi Covid-19, Kemenperin menambahkan dua sektor untuk menopang perekonomian nasional.

“Ketujuh sektor potensial itu adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, kimia, alat kesehatan, serta farmasi,” sebut Menteri Agus. Aspirasi besarnya, dari kinerja tujuh sektor tersebut, Indonesia bisa menjadi bagian dari 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada 2030.

Menteri Agus menekankan target yang ditetapkan itu masih realistis untuk diwujudkan. Apalagi capaian substitusi impor hingga saat ini pada sejumlah direktorat yang membawahi sektor-sektor prioritas tersebut masih berada pada jalur yang benar untuk mencapai target. “Kami terus memantau dan mengevaluasi capaian substitusi impor ini, karena semua sektor sudah diberikan targetnya masing-masing. Kemudian, mencari solusi atas beberapa kendala yang dihadapi. Apabila, program ini bisa tercapai sesuai target secara kuantitatif, kami optimis target pertumbuhan industri sebesar 5-5,5 persen pada tahun depan bisa terwujud,” paparnya.

Kontribusi sektor industri pengolahan non migas terhadap PDB nasional pada triwulan II tahun 2021 sebesar 17,34 persen. Adapun lima kontributor terbesar sektor industri terhadap PDB nasional adalah industri makanan dan minuman, industri kimia, farmasi dan obat, industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik, industri alat angkut, serta industri tekstil dan pakaian jadi.

Sementara itu, data Bank Dunia menunjukkan bahwa sepanjang 2020 saat pandemi Covid-19 menjangkit di seluruh negara dunia, Indonesia masih mampu mempertahankan status sebagai negara industri atau manufactured-based dengan kontribusi sektor (migas dan nonmigas) terhadap PDB nasional melampaui 18 persen.

“Berbagai langkah dilakukan Kemenperin untuk meningkatkan nilai tambah di sektor industri, antara lain adalah mendorong hilirisasi, substitusi impor, dan mendorong industri dalam negeri sebagai bagian rantai pasok global,” ungkap Menteri Agus.  Hasilnya tercermin dari data nilai tambah manufaktur (Manufacturing Value Added/MVA) Indonesia yang mencapai USD 281 miliar atau tertinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya.


--> -->