Penjualan Mobil Tahun Ini Diprediksi Turun 41,8 Persen

14 Oktober 2020

JAKARTA –- Lembaga riset independen Mandiri Institute memperkirakan, penjualan mobil sepanjang 2020 hanya mencapai 610 ribu unit. Jumlah tersebut mengalami kontraksi 41,8 persen dibandingkan tahun lalu. Tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19 menjadi faktor utama dari tren ini.

Senior Research Specialist Mandiri Institute Andre Simangunsong menjelaskan, penurunan penjualan mobil terjadi pada berbagai kategori. Mulai dari wholesale, kendaraan penumpang hingga komersil. "Jelas message-nya, penurunan terjadi di semua segmen," ujarnya dalam Webinar Prospek Pemulihan Ekonomi Sektor Industri Otomotif Nasional, Rabu (14/10).

Dari data yang dipaparkan Andre, penjualan mobil pada kuartal kedua mengalami tekanan paling berat. Tingkat penjualannya hanya 24 ribu unit, turun signifikan dibandingkan kuartal pertama yang mencapai lebih dari 230 ribu unit.

Tingkat penjualan diproyeksikan kembali membaik secara bertahap pada kuartal ketiga dan keempat. Tiap kuartal diproyeksikan dapat terjual sekitar 147 ribu dan lebih dari 200 ribu unit mobil.

Pemulihan terus terjadi sampai tahun depan. Mandiri Institute memproyeksikan, tingkat penjualan 2021 tumbuh 38,7 persen dibandingkan tahun ini, menjadi 845 ribu. "Dengan catatan, kondisinya masih sama seperti saat ini. Apabila nanti ada intervensi dari pemerintah, bisa saja angka-angka ini berubah," katanya.

Pertumbuhan penjualan terus berlangsung sampai 2022 dan 2023. Dalam catatan Mandiri Institute, tingkat penjualan mobil diprediksi tumbuh 10,7 persen pada 2022 menjadi 935 ribu. Pertumbuhan melambat ke level 0,6 persen menjadi 941 ribu pada 2023.

Sementara itu, Asisten Deputi Pengembangan Industri Atong Soekirman mencatat, pandemi Covid-19 memberikan dampak signifikan terhadap utilitas berbagai sektor industri. Termasuk industri kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer yang mengalami penurunan utilitas hingga lebih dari setengahnya.

Atong menyebutkan, utilisasi industri tersebut sebelum pandemi Covid-19 mencapai 80,84 persen. Tapi, setelah mengalami penurunan permintaan dan disrupsi di supply chain, industri kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer turun hingga 20 persen. "Luar biasa terkena," tuturnya, dalam kesempatan yang sama.

Berbagai efek dari penurunan utilisasi sudah terlihat saat ini. Salah satunya, Atong menuturkan, pengurangan jumlah produksi yang berdampak ke penyusutan pendapatan perusahaan hingga menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Atong menuturkan, dampak tersebut sesuatu yang harus ditekan dan dikelola. Ia berharap, industri dapat bertahan dan kembali pulih pada tahun depan seiring dengan penemuan vaksin Covid-19 pada akhir tahun ini, Efek bergandanya, pemulihan ekonomi secara makro bisa terjadi.

Tidak hanya , industri kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer, penurunan utilisasi juga terjadi pada banyak sektor. Sebut saja industri barang logam bukan mesin dan peralatannya yang sebelum pandemi Covid-19 dapat mencapai 73,99 persen, namun saat ini turun hingga level 20 persen. Begitupun dengan sektor industri tekstil, turun hingga 30 persen dari semula 72,31 persen pada masa sebelum pandemi.

Atong mengatakan, berbagai upaya sudah dilakukan untuk memulihkan ekonomi sektor industri. Salah satunya, pemberian bantuan modal kerja untuk sektor industri yang masih beroperasi dan penundaan pembayaran cicilan serta bunga pinjaman. "Tujuannya untuk menguatkan arus kas sektor industri," katanya.

Dari sisi relaksasi regulasi, Atong menyebutkan, pemerintah telah memberikan kelonggaran proses peralihan izin. Dunia usaha tidak perlu mengubah akta ke Kementerian Hukum dan HAN, melainkan cukup ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Sumber: Republika Online
Reporter: Adinda Pryanka
Editor: Hiru Muhammad


--> -->