Partisipasi Perempuan
Pada periode 2009 – 2014 keterwakilan perempuan di DPRD Provinsi Lampung ialah sebayak 14 orang dari 75 orang anggota DPRD. Hal ini menjadikan bahwa hanya ada 18,7% jumlah perempuan di DPRD Provinsi Lampung. Pada periode selanjutnya yaitu tahun 2014 – 2019 jumlah keterwakilan perempuan di DPRD Provinsi Lampung menurun menjadi 12 orang dari total 85 orang anggota DPRD. Hal ini berarti proporsi perempuan di dalam tubuh parlemen di Provinsi Lampung menurun menjadi 15,3%. Berdasarkan dua periode tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah anggota perempuan di DPRD Provinsi Lampung tidak lebih dari 20% atau seperlimanya.
Dengan proporsi yang telah disebutkan diatas, dikhawatirkan bahwa kebijakan dan program yang mendukung perempuan akan minim baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Hal di atas adalah sebagian contoh dari proporsi keikutsertaan perempuan dalam menyalurkan aspirasinya untuk pembangunan wilayah. Namun, bagaimana dengan konteks yang lebih kecil yaitu komunitas sosial. Berdasarkan fakta dilapangan, hanya 6 dari 46 komunitas anak muda di Provinsi Lampung yang dipimpin oleh perempuan. Banyak fakta dilapangan yang dikumpulkan yang menjadi penyebab mengapa keikutsertaan perempuan sangatlah minim.
Beberapa hal yang menjadi penyebab minimnya partisipasi perempuan dalam menyuarakan aspirasinya ataupun keikutsertaan dalam suatu komunitas dapat disebabkan karena faktor lingkungan (eksternal) dan/atau faktor dari dalam individu perempuan itu sendiri (internal). Penyebab faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak memberikan panggung bagi perempuan untuk menyuarakan opininya, lingkungan yang tidak memberikan pengetahuan yang cukup sehingga perempuan dapat berpikir kritis, dan lain-lain. Sedangkan, faktor internal ialah dipengaruhi oleh rasa kurang percaya diri, tidak mengetahui bagaimana menyampaikan gagasan dengan baik, merasa kapasitas diri dan softskill tidak mumpuni sehingga takut opini tidak dianggap konstruktif, dan lain-lain.
Sebagian perempuan tidaklah sadar perannya akan sangat berguna bagi pembangunan di wilayahnya, dimulai dari sebuah langkah kecil dengan keikutsertaan mereka dalam sebuah komunitas sosial. Namun, karena tidak cukup pengetahuan dan dorongan dari orang sekitar, perempuan hanya memendam hasratnya untuk ikut berkontribusi dalam masyarakat.
Hal itulah yang membuat kami menginisiasi social project yang disebut Empowomen (Empower Women).
Empowomen
Empowomen merupakan project yang dimulai di Lampung. Kegiatan ini memberikan akses yang seluas-luasnya kepada perempuan muda yang peduli dengan lingkungannnya untuk meningkatkan kapasitas diri dan softskill. Softskill yang kami ajarkan ialah materi active citizen, story telling for change, design thinking, ideation, team building, budgeting, fundraising, vision, project planning, promoting ideas, and project sustainability.
Dengan terpapar ilmu pengetahuan tersebut, kami berharap perempuan-perempuan tersebut dikenalkan dengan hal-hal yang akan membantu mereka ketika mereka akan menginisiasi project dimasyarakat yang akan berkontribusi dalam pembangunan wilayah dan mengatasi kesenjangan wilayah. Beberapa peserta yang mengikuti Empowomen memiliki proposal project yang ideal untuk dieksekusi, contohnya dalam hal mengatasi ketidakmerataan akses pendidikan, mendorong anak muda untuk lebih peduli terhadap politik yang akan mempengaruhi pembangunan wilayah, dan lain lain.
Capaian terakhir dari program ini adalah peserta Empowomen yang sebelumnya mendapat pengetahuan akan mengeksekusi tiga social project di masyarakat. Tiga project yang dieksekusi prototype-nya adalah Project Perempuan Bicara, Rumah Politik, dan YES Project (Youth for Elderly Service). Ketiga project tersebut memberikan peran untuk masyarakat dalam mengatasi kesenjangan wilayah.
Empowomen dalam Mengatasi Kesenjangan Wilayah
Pembangunan wilayah yang win-win solution adalah ketika melibatkan semua pihak. Pelibatan pihak untuk mengatasi kesenjangan wilayah dimulai dari penduduk yang kritis, aktif, dan tau permasalahan. Untuk mendapatkan masyarakat yang bercirikan tersebut mereka harus terpapar dengan pengetahuan agar mereka dapat menyuarakan opini yang konstruktif.
Namun, ada kelompok rentan yang tidak menyuarakan aspirasinya, bukan karena mereka tidak peduli namun karena mereka tidak tahu caranya. Dengan memberikan akses pengetahun ke kelompok rentan tersebut maka kita berkontribusi untuk membuat multiple effect yang akan meningkatkan keikutsertaan setiap warga negara dalam mengatasi kesenjangan wilayah dan berkontribusi pada pembangunan wilayah.
Acknowledgement:
Empowomen adalah social project yang mendapat dukungan penuh dari Alumni Grant Scheme (Australian Embassy). Dan, project ini diinisiasi oleh 13 anak muda yaitu saya sendiri, Siti Fuadilla, Pravitasari, Desi Setianingrum, Ines Sherly, Rizkia Meutia Putri, Theresia Windy Antika S., Ratih Julia S., Khairun Nisa, Barry Avriando, Raissa Utami Putri, dan Fajar Kurniasih.
Informasi lebih lanjut tentang Empowomen:
http://www.australiaawardsindonesia.org/article/detail/338/15/empowomen-developing-the-potential-of-young-women-in-lampung