Pembangunan nasional merupakan sebuah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan dan saling terkait antara satu dengan yang lainnya, yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat bangsa dan negara guna mencapai tujuan nasional. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan makmur serta merata baik material maupun spiritual yang berlandaskan pada nilai-nilai baik Pancasila dan UUD 1945 serta guna mewujudkan kesejahteraan sosial. Pembangunan tersebut perlu diberlakukan di segala aspek kehidupan bermasyarakat, termasuk didalamnya adalah bidang pendidikan yang menjadi salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia.
Pendidikan yang bermutu dalam pembangunan sebuah bangsa (termasuk didalamnya pembangunan pada lingkup kecamatan) adalah sebuah keniscayaan, melalui pendidikan yang bermutu inilah mampu melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang cakap dan berkualitas serta berdaya saing global sebagai sebuah row input proses pembangunan. Tanpa pendidikan yang bermutu maka mustahil tujuan dari pembangunan sebuah bangsa mampu terwujud dengan baik. Pendidikan yang bermutu dan pembangunan yang berkualitas bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Dalam mendukung upaya diatas, sistem pendidikan nasional dibuat untuk melakukan berbagai perubahan, penyesuaian, dan pembaharuan dalam rangka mewujudkan pendidikan yang otonom. Dalam konteks ini, pemerintah bersama dengan DPR-RI juga telah menyusun Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai bentuk dari perwujudan tekad dalam melakukan reformasi pendidikan guna menjawab berbagai tantangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di era persaingan global. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam manajemen pendidikan.
Desentralisasi pendidikan dibuat bukan tanpa maksud. Dengan adanya desentralisasi pendidikan, daerah/kabupaten yang didalamnya terdapat beberapa kecamatan diharapkan mampu mengelola pendidikannya masing-masing sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dunia usaha dan dunia industri setempat. Sehingga lulusan pendidikan benar-benar bermanfaat bagi daerah setempat.
Pangalengan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung, provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 13 desa dengan luas wilayah 195,41 km2 yang terdiri dari 5.897,65 hektar berupa tanah kering, 5.893,52 hektar berupa tanah perkebunan dan sisanya berupa tanah sawah dan tanah basah yang mengandalkan sektor pertanian sebagai penyumbang terbesar dalam pendapatan daerahnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Tahun 2016
|
|
Jenis Sawah |
Luas (Ha) |
|
127,33 |
|
437,87 |
|
395,65 |
|
0 |
Total Luas |
960,85 |
|
|
Jenis Tanah Kering |
Luas (Ha) |
|
4.612,47 |
|
731,18 |
|
554,00 |
Total Luas |
5.897,65 |
|
|
Jenis Tanah Basah |
Luas (Ha) |
|
8,50 |
|
0 |
|
0 |
|
441,71 |
Total Luas |
450,21 |
|
|
Jenis Perkebunan |
Luas (Ha) |
|
537,20 |
|
4.229,57 |
|
1.029,12 |
|
97,63 |
Total Luas |
5.893,52 |
Sumber Data : www.bandungkab.go.id
Sebagai daerah agraris yang terletak pada jalur selatan Kabupaten Bandung yang merupakan jalur perkebunan dan ekonomi, Kecamatan Pangalengan seharusnya dapat memanfaatkan pasar bagi kegiatan perekonomian terutama dalam memasarkan hasil-hasil produksinya. Namun ironis sekali, potensi alam yang sedemikian bagusnya kurang didukung oleh sumber daya manusia yang memadai. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2017 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bandung sejumlah 150.549 jiwa, hanya 7,39% orang berpendidikan
Ini mengandung arti bahwa tingkat pendidikan di kecamatan Pangalengan masih tergolong rendah, dan tingkat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi setaraf SMA masih sangat rendah. Padahal lapangan kerja yang disediakan di kecamatan Pangalengan sebagian besar adalah sektor pertanian dengan pengelolaan tradisional, sedangkan sekolah kejuruan dengan program jurusan pertanian hanya terdapat satu sekolah saja. Bahkan sumber daya manusia bidang ini cenderung mengalami penurunan minat (degenerasi) dikarenakan pendapatan pada sektor ini kurang menjanjikan dan secara status sosial masih dipandang rendah.
Selain itu banyak lulusan di Kecamatan Pangalengan yang mencari pekerjaan ke tengah kota. Bila hal ini dibiarkan terus menerus, maka Kecamatan Pangalengan akan mengalami migrasi tenaga kerja yang berakibat pada kekurangan tenaga kerja dan berdampak pada mahalnya upah tenaga kerja.
Untuk membangun kecamatan Pangalengan dapat dimulai dari pembangunan desa, salah satunya adalah dengan mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja di kecamatan Pangalengan yang notabene adalah pertanian, dalam hal ini maka diperlukan pembangunan pendidikan vokasional pertanian yang mengarah pada pengembangan wilayah pedesaan. Pembangunan pendidikan di sini dapat dimulai dengan membangun sekolah formal SMK pertanian dengan berbagai jurusan pertanian yang dibutuhkan oleh lapangan kerja, membangun pendidikan informal bidang pertanian yang membantu melatih para petani-petani muda, memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada petani dalam mengoptimalkan lahan pertanian yang ada. Jika hal semua hal tersebut dilakukan maka proses pendidikan yang ada bukanlah sebuah usaha yang sia-sia.