Indonesia sedang dalam masa bonus demografi, yang artinya jumlah penduduk usia produktif memiliki porsi paling besar dalam piramida penduduk. Meski begitu kata bonus adalah kata yang optimistis, seakan hal ini akan berakhir baik, padahal fenomena demografi ini bisa saja berakhir dengan bencana demografi bila penduduk usia produktif tersebut tidak tertangkap oleh bursa tenaga kerja dan menggerakan roda ekonomi. Lalu, kira kira apa yang bisa kita lakukan sebagai pemuda?
Saya secara singkat akan coba menjawab pertanyaan itu, untung saja diajukan di tahun 2018, pada era digital dan revolusi industri 4.0, yang membuat pertanyaan itu masih mampu saya jawab. Era digital telah mengubah kehidupan masyarakat di dunia, bukan hanya Indonesia, era digital pula yang melahirkan revolusi industri 4.0 yang akan mengubah sama sekali cara hidup kita. Hal paling akan berubah adalah dari sisi tenaga kerja, pada nantinya akan berdampak pada sistem pendidikan dan sistem perekonomian.
Mengenal Dunia Digital
Dunia digital bukanlah dunia yang asing bagi teman teman muda, namun saya perlu menjelaskan ini untuk menyamakan persepsi semua pembaca dalam melihat dunia digital. Meski kita sudah berusia tua di dunia nyata, jika baru bersentuhan dengan dunia digital, maka kita boleh dikatakan bayi dunia maya. Sebaliknya walau anda muda, remaja, bahkan anak anak namun jika anda sudah terbiasa dengan dunia digital artinya anda adalah manusia dunia digital. Sama seperti keahlian lain dunia digital butuh jam terbang, semakin anda sering bersentuhan dengan dunia digital semakin anda ahli dengan hal tersebut.
Dunia digital tidak bisa tidak adalah masa depan kita semua, meski banyak dari kita coba memungkirinya, nyatanya seluruh bukti pembangunan di dunia saat ini mengarah pada dunia digital. Pertama-tama yang harus dipahami dalam melihat dunia digital adalah digital behavior (Perilaku Digital) dan digital personality (Kepribadian Digital). Setiap mereka yang lahir baru di dunia digital memiliki perilaku digital, ini biasanya merujuk pada berapa waktu yang kita habiskan untuk on line setiap harinya dan pilihan pilihan kita saat on line yang nantinya membentuk kepribadian digital kita yang menggambarkan citra digital kita.
Kedua hal tersebut saat ini dikumpulkan dan menjadi tambang emas atau tambang minyak baru bernama Big Data. Data tersebut lalu diperjualbelikan ataupun digunakan dalam pembangunan, baik oleh pihak swasta ataupun pihak pemerintah. Begitu menariknya hubungan antara dunia digital dan dunia nyata sehingga dunia digital seakan memiliki hukumnya sendiri, dan setiap orang saat ini berusaha untuk mempelajari dan mempraktekan hukum tersebut serta menjadi raksasa di dunia digital, yang saya sebut dengan fenomena revolusi digital (Digital Revolution).
Revolusi digital menghadirkan Digital Environment, yang merupakan gabungan dari Digital Infrastructure, Digital Content, Digital Community, Digital Engineering, Digital Platform, Digital Economy dan Digital Science. Semua hal tersebut membentuk Digital Reality yang dengan proses infiltrasi dapat mempengaruhi perilaku dan kepribadian manusia di dunia nyata. Ini bukan isapan jempol belaka, revolusi digital sudah menghantarkan beberapa youtubers menjadi artis Hollywood, belum lagi pengunjung mall yang jauh berkurang semenjak adanya e-commerce, atau juga konflik sosial antara ojek online dan ojek pangkalan serta angkutan perkotaan, taksi dan banyak lagi.
Optimalisasi Potensi Dunia Digital
Disamping kagetnya kita terhadap dunia digital yang menimbulkan gesekan gesekan, dunia digital menjadi harapan baru bagi sebagian orang yang dalam tatanan dunia nyata berada pada posisi kurang menyenangkan. Dunia digital yang merusak tatanan tersebut secara positif meletakan setiap orang setara, era digital juga mendorong era keterbukaan informasi dan data, infrastruktur digital memungkinkan banyak orang mengakses informasi dalam waktu yang bersamaan. Dalam tatanan baru yang cepat dan murah ini kreatifitas dan inovasi bergulir dengan sangat deras dan menentukan arah pembangunan ke depannya.
Untuk menangkap potensi tersebut saya mengusulkan pendidikan dunia digital berbasis komunitas digital. Untuk menjadi raksasa di dunia digital tidaklah mudah, karena itu untuk mencapai hal tersebut setiap manusia digital memerlukan orang lain. Di sinilah peranan komunitas dalam pendidikan menjadi penting, dalam komunitas tersebut bakat seorang manusia digital akan terasah. Meski begitu sedikit fenomena dunia digital yang sudah tertangkap dalam pendidikan formal atau keilmuan yang ada saat ini juga tetap harus dikembangkan, walaupun hal itu tidak akan bertahan lama, hal ini berkaitan dengan inovasi yang selalu mewarnai evolusi dunia digital.
Di luar itu pihak pemerintah dan swasta juga dapat berpartisipasi dalam membangun infrastruktur digital sampai pada pelosok negeri. Hal ini tentu bukan pekerjaan mudah, namun menurut prediksi saya hak atas informasi tidak lama lagi akan menjadi hak asasi manusia setelah internet dan listrik menjadi kebutuhan pokok. Ini artinya pembangunan infrastruktur digital harus dipenuhi sampai ke pelosok, sampai pada daerah dengan tantangan geografis terberat. Karena infrastruktur digital ini dapat secara perlahan mengurangi kesenjangan kualitas sumberdaya manusia dengan jalan pendidikan on line, jika dahulu kita harus mengirim guru terbaik ke pelosok, hari ini kita cukup mengambil video pengajaran dan menaruhnya di internet, siapa saja dalam jaringan dapat mengaksesnya.
Bukan hanya itu, berkembangnya bisnis e-commerce juga harus didukung dengan alokasi ruang yang baik. Dalam dunia digital kecepatan adalah kualitas tertinggi dari sebuah layanan, saat seseorang membeli barang secara on line, mereka sangat tidak sabar untuk menerima barang tersebut di tangan mereka. Hal ini melibatkan struktur ruang dalam hal ini jaringan transportasi dan pola ruang dalam hal ini zona budidaya. Akan terjadi perubahan tatanan besar, kita tidak memerlukan lagi mall, kios atau pasar untuk menjual barang, namun para pebisnis e-commerce membutuhkan gudang, dan gudang ini harus terletak di lokasi paling strategis dari struktur ruang, tepat ditengah pusat kota. Ini tentunya akan mengubah gedung pencakar langit menjadi gudang pencakar langit, dengan kurir yang sibuk mengantarkan barang pesanan, ataupun barang yang ditolak pelanggan. Ini membutuhkan kebijakan penataan ruang baru.
Lebih jauh lagi setiap manusia digital perlu rasa aman dalam menjalani hidup di dunia nyata dan dunia digital, maka terobosan hukum yang memahami dengan baik celah kejahatan dunia digital tentu amat dibutuhkan. Hal ini berhubungan dengan etika digital misalnya, atau pencegahan bagaimana pendidikan merakit bom tidak lagi tersebar di internet sehingga menghasilkan teroris muda yang mendapatkan ilmu dan arahan secara on line. Fungsi pengaturan harus tetap dipegang pemerintah dengan tidak mengurangi kenyamanan pemuda dalam berinovasi dalam revolusi digital. Generasi Z yang sering disebut digital native nantinya membutuhkan dukungan untuk dapat memanfaatkan sumber daya digital dengan optimal.