Perencanaan memainkan peranan penting dalam pembangunan karena proses ini adalah seni memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk menentukan prioritas pembangunan yang tepat sesuai kebutuhan masyarakat. Sesuai Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 pada Pasal 5 menyebutkan bahwa rencana pembangunan daerah dirumuskan dengan beberapa prinsip, salah satunya “partisipatif”. Partisipatif disini bermakna bahwa masyarakat terlibat dalam setiap proses perencanaan pembangunan daerah dan bersifat inklusif terhadap kelompok masyarakat rentan termarginalkan, melalui komunikasi untuk mengakomodir aspirasi kelompok masyarakat yang tidak memiliki akses dalam mengambil kebijakan. Pemerintah di Indonesia melaksanakan proses partisipatif ini diantaranya dengan menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) dimulai dari tingkat Desa/Kelurahan, sampai tingkat Nasional.
Disamping perencanaan pembangunan reguler yang dilaksanakan pemerintah daerah melalui proses musrenbang, dokumen perencanaan lainnya seperti rencana induk, rencana aksi daerah ataupun rencana detil tertentu sesuai kebutuhan daerah juga disusun. Proses partisipatif penyusunan dokumen ini dilaksanakan dengan pelibatan stakeholders melalui rapat konsultansi publik atau forum diskusi terfokus. Namun, keputusan final terhadap rencana aksi yang dipilih biasanya tetap ditentukan oleh tim penyusun yang merupakan perwakilan dan pengambil kebijakan di instansi pemerintah daerah.
Musrenbang dan Partisipasi
Proses perencanaan partisipatif yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah dalam musrenbang ataupun konsultasi publik dianggap belum efektif sehingga masih terdapat apatisme dari masyarakat untuk menghadiri dari tahun ke tahun. Penelitian akademisi diberbagai wilayah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sudah menunjukan bahwa musrenbang masih belum efektif dan optimal menjalankan ruh-nya sebagai salah satu tahapan partisipatif. Kurang efektifnya musrenbang disebabkan oleh beberapa hal seperti proses musrenbang yang dibatasi tenggat waktu sehingga sering terkesan hanya untuk memenuhi formalitas, kurang representatif-nya keterlibatan masyarakat serta sebagian perwakilan yang belum mumpuni menyampaikan berbagai gagasan dari masyarakat. Kemudian masih terjadinya musrenbang sebagai ajang menghimpun daftar usulan tanpa analisa prioritas kebutuhan masyarakat. Hal ini memerlukan alternatif solusi yang dapat menjawab permasalahan proses partisipatif dalam perencanaan.
Belajar dari Oregon
Melalui program Young South East Asia Leadership Initiative (YSEALI) penulis berkesempatan belajar perencanaan daerah melalui magang di Divisi Perencanaan Kota Salem, Negara Bagian Oregon, Amerika Serikat, Mei 2017 lalu, dan terkesima dengan cara pemerintah melibatkan masyarakat dalam setiap tahapan perencanaan pembangunan. Salah satu yang impresif adalah menyaksikan kegiatan open house sebagai metode perencanaan partisipatif di Kota Salem.
Open house secara bahasa berarti ‘rumah yang terbuka’, dan secara praktik memang menggambarkan kegiatan yang terbuka bagi siapa saja. Kegiatan open house biasanya berlangsung di waktu tertentu yang ditetapkan, dimana masyarakat dari semua kalangan dan bukan hanya perwakilan lembaga/organisasi tertentu, diundang secara terbuka oleh pemerintah untuk mendatangi suatu tempat yang representatif sebagai lokasi pelaksanaan. Lokasi yang dipilih bukan gedung pemerintah untuk memastikan indenpendensi dan menghindari ‘tekanan’ tidak langsung masyarakat menyampaikan pendapat. Susana pelaksanaan nya pun lebih informal dibandingkan rapat yang terkesan resmi. Pada kegiatan open house ini detil rencana pembangunan disampaikan secara terbuka, biasanya melalui poster ataupun informasi yang dapat dibaca umum. Pada setiap alternatif strategi dan rencana, diberikan kesempatan masyarakat memilih preferensi prioritas mereka, termasuk menyampaikan masukan-masukan tambahan jika belum tersaji dalam rencana yang ada.
Praktik Open House di Sumatera Barat
Metode open house sebagai inovasi proses perencanaan partisipatif diaplikasikan di Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat. Dalam rangka penyusunan “Rencana Aksi Pembangunan Pariwisata untuk Peningkatan Ekonomi Daerah di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok ”, dilaksanakan open house sebagai tahapan untuk menjangkau masyarakat dalam memberikan masukan terhadap rancangan dokumen. Pada kegiatan ini, 20 rencana aksi prioritas yang sudah melalui beberapa tahapan disajikan dalam poster yang menjelaskan deskripsi singkat rencana aksi, perkiraan anggaran, manfaat (benefit), dan pertimbangan (considerations) jika rencana dilaksanakan. Juga tersedia kolom khusus dimana masyarakat yang datang dapat langsung memberikan pilihan prioritas rencana mereka dengan alat bantu sticker (dot voting). Dengan membaca secara lengkap pertimbangan dan manfaat suatu rencana kegiatan yang tersaji, serta berdiskusi dengan perwakilan instansi pemerintah yang terlibat dalam proses penyusunan masyarakat diharapkan masyarakat dapat menentukan sendiri prioritas paling tepat sesuai kebutuhan mereka.
Open house ini berlangsung pada 3 Oktober 2017 di gedung yang bukan milik pemerintah daerah, di Pusat Alih Teknologi Unand dimana juga merupakan salah satu community center di Alahan Panjang. Masyarakat yang hadir sangat beragam dari berbagai kalangan masyarakat, juga aparatur pemerintah daerah tingkat Kabupaten dan Provinsi termasuk jurnalis. Sebagai percontohan metode baru proses perencanaan partisipatif, kegiatan open house juga dihadiri oleh Gubernur Sumatera Barat, Bupati Solok, Perwakilan Perguruan Tinggi Universitas Andalas, dan Perwakilan dari Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Hadir juga Bryan Colbourne, Senior Planner dari Oregon yang juga Supervisor penulis selama Magang di USA. Pemberitaan terkait aktivitas ini bisa dilihat di link berikut.
Lima kelebihan metode Open House
Open house sangat tepat ditawarkan sebagai alternatif solusi untuk #atasikesenjangan dalam perencanaan pembangunan partisipatif di Indonesia, dibebabkan memiliki beberapa kelebihan.
Pertama, menjangkau lebih luas partisipasi masyarakat. Dengan pelaksanaan yang langsung mendatangi lokasi rencana berdampak lebih banyak masyarakat yang berpartisipasi dalam memberik masukan terhadap perencanaan yang disusun.
Kedua, meningkatkan transparansi. Proses penyajian rencana aksi secara terbuka melalui poster yang dipajang menjelaskan secara transparan seperti apa rencana yang akan disusun.
Ketiga, meningkatkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap dokumen perencanaan. Dengan melibatkan langsung masyarakat untuk memilih rencana kegiatan prioritas dengan hak suara yang sama bagaimanapun latar belakang mereka, meningkatkan kepedulian terhadap rencana pembangunan yang akan disusun.
Keempat, menghemat biaya dan waktu. Perwakilan pemerintah dan penyusun rencana berkunjung ke lokasi masyarakat sasaran akan lebih menghemat biaya dan waktu yang dikeluarkan dibandingkan mengundang lebih banyak masyarakat datang ke rapat di kantor pemerintah di pusat ibukota.
Dan kelima, inklusif bagi semua kalangan. Open House memastikan semua orang dapat memberikan pendapat yang setara nilainya walapun berbeda latar belakang dan status. Di kegiatan ini juga secara informal antara pejabat pemerintah, masyarakat umum, perwakilan komunitas dan lainnya dapat berbaur bersama.
Lima manfaat diatas hanyalah sebagai kecil dari gunung es manfaat lain yang akan diperoleh dalam proses penerapan metode ini nantinya. Dengan inovasi ini diharapkan pembangunan yang diidamkan dari, oleh dan untuk masyarakat dapat diwujudkan. Seperti kutipan salah satu pemikir perencanaan dari Amerika Serikat :
“Cities have the capability of providing something for everybody, only because, and only when, they are created by everybody" -Jane Jacobs.
-Kota/daerah memiliki kemampuan menyediakan sesuatu untuk semua orang, hanya karena, dan hanya ketika, mereka diciptakan oleh semua orang.
Dan perencanaan partisipatif yang tepat idealnya akan mampu menjawabnya!