• Admin Dashboard
Ideas

Aruna dan Pasar Laut Digital: Bantu Nelayan Raih Harga Terbaik

2018
Aruna dan Pasar Laut Digital: Bantu Nelayan Raih Harga Terbaik

Utari (pojok kiri bawah), founder Aruna dan Pasarlaut, sedang berfoto bersama timnya. Dokumen pribadi.

Tiga alumni Universitas Telkom Bandung, Utari Octavianty, Indraka Fadhlillah, dan Farid Naufal Aslam merintis  startup di bidang perikanan sejak 2015. Dengan bermodal Rp10 juta hadiah kompetisi rencana bisnis di Universitas Negeri Padang, mereka membantu nelayan meningkatkan distribusi hasil tangkapan laut. Perusahaan rintisan berbentuk pasar online itu dinamai Pasarlaut.com .

“Pasar laut adalah portal digital jual beli online yang menghubungkan nelayan dengan pembeli melalui lokapasar yang kami buat. Dengan pasar laut, kita bisa meningkatkan harga nelayan dan menurunkan harga di sisi pembeli.,” kata Utari, ketika ditemui di Ambon, akhir Mei lalu.

Pasarlaut.com dikelola oleh PT Aruna. Mulanya, dilansir dari Okezone.com, situs jual beli ini bisa berkembang setelah berhasil masuk program Inkubasi Bisnis Teknologi yang digelar Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti). Ketiganya kemudian membina nelayan di pesisir luar Jawa seperti Sumatera, Kalimantan, Maluku hingga Papua.

Sejalan dengan industri 4.0, Aruna tidak hanya sebagai e-commerce hasil laut namun telah memiliki big data (himpunan data) karena menyuplai data tangkapan hasil laut secara realtime (waktu nyata) dari nelayan. Utari menerangkan, ada tiga aplikasi yang dibuat. Aplikasi pertama digunakan nelayan untuk memperbarui data tangkapan langsung setelah mereka melaut. Data yang diunggah seperti jumlah dan jenis tangkapan.

Data dari nelayan ini masuk ke aplikasi kedua yang bisa diakses pemerintah dan perusahaan swasta yang memerlukan data tangkapan hasil laut. Aplikasi ketiga dinamakan pasarlaut.com, yakni sebagai tempat jual beli hasil laut yang telah didata tersebut.

Sebelum memesan, perusahaan harus menandatangani kontrak sebelum dilayani. Setelah memesan, Aruna mengontak nelayan untuk melihat kesanggupan memenuhi kuota tangkapan. Setelah itu, transaksi baru dijalankan. Dari sistem ini, konsumen tak hanya berasal dari domestik, melainkan telah merambah ke mancanegara seperti Vietnam, Singapura, Malaysia dan kini hendak masuk ke Jepang.

Cara pembayarannya selalu ke nelayan terlebih dahulu. Aruna tak ingin mengulangi kesalahan para tengkulak yang berutang pembayaran lama ke nelayan. Bahkan, bila pembeli tak segera membayar, mereka siap menalangi agar nelayan dapat uang lebih dulu.

Tak Gentar Hadapi Ancaman

Awalnya, banyak nelayan yang menolak tawaran Utari dan teman-temannya. Tak hanya itu, mereka juga menerima cemooh hingga ancaman dari tengkulak. Dari sinilah, mereka sadar bekerja sama membantu nelayan tak semudah membalikkan telapak tangan. Alhasil,  mereka merekrut petugas lapangan hingga tokoh setempat untuk sosialisasi hingga mengajari cara menggunakan gawai untuk memakai tiga aplikasi.

“Jagoannya Aruna itu ya, petugas lapangan. Mereka kita suruh tinggal di sana sampai bisa menguasai hati nelayan,” katanya.

Menurut Utari, harus ada perubahan total dalam sistem kelautan dan perikanan agar lebih menguntungkan nelayan. Selama ini, nelayan mendapatkan harga hasil laut yang tak seberapa meski merekalah yang berjuang melawan ganasnya laut, bukan tengkulak.

Utari mencontohkan harga ikan cakalang di tingkat nelayan Rp 15.000, tapi kalau sudah di pasaran harganya Rp 26.000. Contoh lain, tangkapan ikan kakap merah nelayan dihargai Rp25.000, tapi kalau sudah sampai China harganya melonjak menjadi Rp 250.000. Kondisi inilah yang menyebabkan nelayan berpenghasilan kecil dan sulit terbebas dari jaring-jaring kemiskinan.

Harga Terbaik Lewat Ekonomi Digital

Kini Aruna telah menjalin kerja sama dengan 55 koperasi, 1.700 nelayan di 16 provinsi, dan memiliki enam gudang pendingin dengan omzet antara Rp 200 juta hingga Rp500 juta per bulan tergantung musim. Jualan mereka tidak hanya ikan seperti tuna, tongkol, dan cakalang. Mereka pun merambah rajungan, kerang dan lobster. Total ada 86 jenis produk laut yang diperjualbelikan di Aruna.

Dilansir dari portal resmi Aruna.id, aplikasi ini  melakukan efisiensi mata rantai perdagangan perikanan yang ada sehingga bisa memberikan benefit maksimal bagi mitra Nelayan dan pembeli Aruna. Dengan cara ini, mitra Nelayan bisa mendapatkan kepastian pasar dan harga yang lebih baik. Pembeli juga mendapatkan produk dengan kualitas yang sesuai.

Data dari Aruna, harga yang diterima nelayan rata-rata lebih tinggi 20 persen daripada pasar biasa. Sementara konsumen mendapatkan harga rata-rata lebih rendah 15 persen dari yang mereka selama ini beli. Alhasil, nelayan mendapatkan keuntungan lebih banyak.

"Setelah menjadi nelayan Aruna, saya mendapatkan harga bagus dan timbangannya juga benar. Sekarang, saya jadi bisa pegang uang, sudah tidak kebingungan membeli kebutuhan pokok sehari-hari dan membayar sewa rumah," ujar Awal, nelayan dari Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Langkah Aruna membantu nelayan dengan menggunakan aplikasi digital merupakan inovasi mengurangi kesenjangan ekonomi di Indonesia. Solusi serupa diharapkan muncul di Indonesia Development Forum 2018 yang akan digelar tanggal 10-11 Juli 2019 mendatang di Jakarta.

IDF tahun ini mengangkat tema “Terobosan untuk Mengatasi Kesenjangan Disparitas Pembangunan Regional di Seluruh Wilayah Nusantara”. IDF 2018 akan mengupas berbagai isu-isu utama dan tantangan dalam upaya menanggulangi kesenjangan pembangunan ekonomi dan manusia di berbagai wilayah Indonesia. Hasilnya akan menjadi rekomendasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. **


Komentar
--> -->