Sawahlunto merupakan salah satu kota di Sumatera Barat. Kota yang dahulunya adalah pusat tambang batu bara yang dikuasai oleh Kolonial Belanda, merupakan daerah maju pada masanya. Akan tetapi setelah habisnya pasokan batu bara, Sawahlunto hampir menjadi kota yang hampir mati. Akan tetapi pada tahun 2000 dengan visi “ Kota Sawahlunto, Kota Wisata Tambang Yang Berbudaya” menjadikan kota ini bangkit kembali tanpa mengandalkan batu bara lagi melainkan mengupayakan sektor wisata.
Inovasi yang dimulai oleh almarhum Amran Nur dan di lanjutkan oleh Ali Yusuf semakin menggerakkan roda perekonomian Kota Sawahlunto. Tingkat kemiskinan yang pada tahun 2004 adalah 5,73% pada tahun 2017 turun menjadi 2,01 %. Tingkat kemiskinan Kota Sawahlunto terendah kedua se Indonesia setelah Tanggerang Selatan. Program 'Sapu Bersih Kemiskinan' yang dijalankan dengan mengintervensi penduduk miskin dengan berbagai macam program dari organisasi perangkat daerah yang ikut turut serta mengurangi tingkat kemiskinan di Kota sawahlunto. Begitu pula dengan Program Kampung Produktif. Program ini semakin mengurangi tingkat kesenjangan yang ada di Kota Sawahlunto. Indeks gini yang sebelumnya pada tahun 2012 adalah 0,392 pada tahun 2017 indeks gininya adalah 0,299.
Pemerintah Kota Sawahlunto dalam tata kelola pemerintahannya tidak terlepas dari “INOVASI TIADA HENTI” yang dilakukan untuk semakin meningkatkan kinerja pemerintahan yang pada muaranya adalah meningkatkan kesejahteraaan masyarakat Kota Sawahlunto. Inovasi yang dilakukan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan masyarakatnya. Inovasi yang juga mendapat apresiasi dari Kemendagri dengan terpilihnya Kota Sawahlunto terbaik 7 dalam penghargaan pemerintah daerah Inovatif dalam penghargaan “Innovatife Government Award” / IGA Award pada tahun 2017 lalu.
Inovasi yang dilakukan Pemerintah Kota Sawahlunto ini antara lain 'Just Not Green'. Maksud dari inovasi ini adalah memanfaatkan kawasan bekas tambang yang tidak produktif menjadi kawasan wisata yang nyaman untuk dikunjungi. Tujuannya adalah meningkatkan dan menciptakan konsep perekonomian baru bagi Kota Sawahlunto pasca-tambang.
Tidak hanya sekadar hijau, salah satu inovasi Kota Sawahlunto adalah mengubah lahan bekas tambang batu bara menjadi berbagai macam objek wisata. Objek wisata ini antara lain Taman Satwa Kandi, Arena Road Race permanen, Arena Pacuan Kuda, Area Camping Ground, Taman Buah Kandi, Taman Hutan Kota. Dengan lahan 363,4 Ha, area yang selama ini menjadi bekas tambang disulap menjadi objek wisata yang dapat mengundang wisatawan untuk berkunjung ke areal bekas tambang ini.
Inovasi lain ialah Upaya Layanan Terpadu Satu Pintu Ramah Anak atau yang dikenal dengan nama ULAT SUTRA. Dilatarbelakangi dengan masih adanya angka kematian bayi (AKB), ruang Laktasi yanga belum tersedia , dan belum semua anak terpenuhi hak atas kesehatannya maka dibuatlah inovasi ULAT SUTRA ini. Inovasi ini dilaksanakan oleh Puskesmas Silungkang. Puskesmas ini ingin memberikan pelayanan terbaik kepada anak karena Kota Sawahlunto telah menjadi Kota layak Anak tingkat Madya. Dengan adanya inovasi ini semakin meningkatnya jumlah ibu hamil resiko tinggi yang terdeteksi, membaiknya indikator status kesehatan ibu dan anak di Kecamatan Silungkang dan terbangunnya komunikasi yang baik antar Puskesmas Silungkang dengan lintas sektor masyarakat. Dengan inovasi ini Puskesmas Silungkang mendapatkan prestasi menjadi Puskesmas Ramah Anak Terbaik Tingkat Nasional dari Menteri PPA yaitu Ibu Yohana Yembise pada tahun 2017 di Pekanbaru, Riau.
Sawah Lunto juga mempunyai program bernama Kampung Produktif untuk mengatasi ketimpangan pendapatan yang ada. Kegiatan ini pada awalnya atas inisiatif kepala daerah yang ingin meluncurkan Kampung Produktif yang ada di Kota Sawahlunto. Satu Desa akan di keroyok oleh beberapa OPD untuk melaksanakan program yang bisa dilaksanakan di desa tersebut sesuai dengan potensi desa/kelurahan itu. Hingga saat ini telah diluncurkan tujuh desa produktif yang telah dilaksanakan sejak tahun 2014. Dengan adanya Kampung Produktif maka akan meningkatkan produktivitas masyarakat desa. Pendapatan tidak hanya untuk daerah perkotaan saja akan tetapi juga merata untuk tingkat perdesaan.
Tak hanya terkait kesehatan dan kependudukan, inovasi di Sawahlunto turut terkait pariwisata salah satunya Sawahlunto Internasional Songket Carnival atau SISCa. Kegiatan yang dimulai tahun 2015 ini pada awalnya untuk memasarkan produk yang telah dibuat oleh pengrajin songket. Kegiatan ini mendapatkan Rekor MURI pada tahun 2015 yaitu pemakaian songket terbanyak pada saat yang bersamaan.
Dengan adanya SISCa ini juga memotivasi untuk masyarakat belajar menenun songket. Hal ini ditandai dengan adanya penambahan jumlah pengrajin. Pada tahun 2014 jumlah pengrajin songket sebanyak 738 orang dan bertambah pada tahun 2017 menjadi 837 orang. Dengan adanya kegiatan ini masyarakat yang pandai menenun biasanya hanya di kawasan Kecamatan Silungkang, akan tetapi telah dari 3 kecamatan lainnya telah ikut melakukan penenunan songket sehingga pendapatan masyarakat semakin merata.. Alhasil, SISCa dapat mengurangi kesenjangan yang ada di Kota Sawahlunto.
Pada tahun 2015, songket Silungkang telah dipamerkan dalam ajang New York Couture Fashion Week. Bahkan ada tahun 2017 SISCa ini mendapat apresiasi dari Anugerah Pesona Indonesia yaitu juara 2 pada kategori Festival Pariwisata Populer.
Sementara di bidang kependudukan, Sawahlunto mempunyai inovasi bernama 'DAFA AKU OKE'. Istilah ini merupakan kepanjangan dari “Data dan Fakta Akta Kelahiran Aku OK”. Inovasi ini dilatarbelakangi oleh belum terintegrasinya data akte kelahiran anak ini dalam SIAK Oline. Selain itu masih belum konsistennya antara satu data dengan data lainnya. Dengan adanya pelayanan keliling langsung kepada masyarakat di kantor desa yang rendah tingkat kepemilikan akta kelahirannya makasemakin memudahkan masyarakat dalam memiliki akta kelahiran.
Selain itu inovasi yang dilaksanakan adalah YANJEBOL atau “ Layanan Jemput Bola”. Program kependudukan ini beruapa layanan jemput bola kepada masyarakat yang baru melahirkan dengan bekerjasama dengan bidan Mandiri. Maka, orang tua tidak perlu datang lagi ke Dinas Dukcapil tapi bisa mengambil di bidan mandiri tempat si Ibu melahirkan. Inovasi lainnya adalah inovasi pemberian penghargaan kepada kecamatan yang pencapaian kepemilikan akta kelahiran penduduk usia 0–18 tahun di atas target nasional.
Dengan adanya DAFA AKU OK dan YANJEBOL ini kepemilikan akta kelahiran untuk penduduk di Kota Sawahlunto hampir mencapai 100 % yaitu 95,5 % pada tahun 2017. Kegiatan ini pun mendapat apresiasi dari pemerintah pusat melalui penghargaan atas komitmen dan keberhasilannya dalam penyelenggaraan pelayanan pencatatan kelahiran sehingga Kota Sawahlunto berhasil mencapai target nasional lebih cepat dari batas waktu yang telah ditentukan.
Dengan adanya”Inovasi Tiada Henti”, Kota Sawahlunto dapat mengurangi kesenjangan pendapatan dan semakin meningkatkan Kesejateraan Kota Sawahlunto sehingga dapat mencapai visinya yaitu terwujudnya masyarakat Kota Sawahlunto yang produktif,mandiri,religius,sejahtera dan pemerintahan yang melayani.**