Abstraksi
Pengadaan barang dan jasa menjadi sektor yang paling sering di korupsi. Berdasarkan Tren Penindakan Kasus Korupsi 2017 yang dikeluarkan Indonesia Corruption Watch (ICW), setidaknya 42% dari 576 kasus korupsi yang terjadi sepanjang 2017 terkait dengan pengadaan dengan kerugian negara mencapai Rp 1,5 triliun. Pemerintah pun menempatkan sektor pengadaan menjadi fokus dalam Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Aksi PPK) sejak tahun 2015 hingga 2018. Meskipun pemerintah telah menerapkan sistem pengadaan secara elektronik dan memperbaharui aturan pengadaan barang dan jasa secara rutin, hal ini tidak serta merta mengurangi korupsi. Tulisan ini mencoba memberikan perspektif baru, bahwa penggunaan sistem pengadaan elektronik dan perbaikan kebijakan tidak cukup untuk menekan korupsi di sektor pengadaan. Lebih dari itu, peran serta masyarakat dalam memantau proses pengadaan menjadi hal yang penting. Pemantauan dilakukan menggunakan tool opentender.net, salah satu bentuk sistem red flag, dengan analisis potensi kecurangan (potential fraud analysis/ PFA). Data pengadaan berasal dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) yang kemudian diberi nilai dari rentan 1 hingga 20 berdasarkan lima indikator, yaitu nilai kontrak, penghematan, partisipasi, monopoli, dan waktu pengadaan. Hasilnya, contoh kasus di Kota Manado, pemerintah menunda pengadaan dan melakukan evaluasi atas pengadaan lampu jalan, berdasarkan masukkan masyarakat terkait potensi kecurangan dalam pengadaan tersebut. Hal ini diharapkan akan meningkatkan akuntabilitas, efektifitas serta efisiensi dari setiap penggunaan anggaran dalam pengadaan pemerintah.