Abstraksi
Masalah kesehatan reproduksi dan gizi di Indonesia merupakan masalah penting yang harus diselesaikan. Hal tersebut ditandai dengan tingginya Angka Kematian Ibu yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Padahal merujuk pada tujuan dan target Sustainibility Development Goals (SDGs), target penurunan AKI secara global adalah 70 per 100.000 kelahiran hidup pada 2030. Demikian halnya dengan masih tingginya angka kematian perempuan akibat kanker payudara dan kanker serviks karena hampir 70% kasus ditemukan dalam keadaan stadium lanjut sehingga kecil kemungkinan sembuh. Begitu pula dengan banyaknya kasus stunting, yaitu 7,8 juta dari 23 juta balita di Indonesia mengalami gangguan pertumbuhan pada anak atau stunting. Meski demikian, kesehatan reproduksi dan gizi belum menjadi prioritas dalam implementasi kebijakan dan alokasi anggaran baik di tingkat daerah maupun desa. Situasi tersebut tampak dari minimnya kebijakan di tingkat desa perihal kesehatan reproduksi maupun gizi dan minimnya alokasi anggaran terkait program kesehatan reproduksi dan gizi dalam APBDEs. Salah satu strategi yang dilakukan oleh ‘Aisyiyah sebagai gerakan perempuan adalah melalui advokasi peraturan desa (Perdes) tentang kesehatan reproduksi dan gizi di desa Kalibening kabupaten Magelang, desa Ciwalen kabupaten Cianjur, dan desa Sampiran kabupaten Cirebon. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa advokasi melalui Perdes merupakan langkah strategis karena Perdes dapat menjadi dasar dalam menyusun rencana pembangunan desa dan APBDes. Selain itu, aspek peningkatan kepemimpinan perempuan menjadi faktor penting dalam proses advokasi Perdes karena dapat mendorong partisipasi perempuan secara bermakna dalam pengambilan kebijakan di tingkat desa.