Abstraksi
Makalah ini ditulis sebagai bentuk refleksi dan evaluasi atas pelaksanaan Empat festival berbasis komunitas, yang diselenggarakan secara mandiri oleh empat desa di kawasan Barat Indonesia. Keempat festival tersebut, Teraseni, bekerjasama dengan beberapa komunitas dan lembaga seni budaya, terlibat sebagai fasilitator dan instigator. Bermula dari inisiasi dan pelaksanaan Pasa Harau Art & Culture Festival di Nagari Harau, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat, yang diinisiasi sejak tahun 2016, proses pembelajaran festival kampong berbasis komunitas yang turut digerakkan teraseni berkembang ke tiga festival baru, yakni Festival Panen Kopi Gayo di Takengon, Aceh; Festival Padang Melang di Anambas, Kepri; dan Layang Lakbok Festival di Ciamis. Menggunakan metode penelitian partisipatif, berdasarkan keempat festival, Teraseni kemudian menyusun beberapa teori tentang pemanfaatan festival sebagai alat pembangunan kampung. Pada dasarnya, festival dapat digunakan secara efektif untuk: (1) memetakan persoalan pembangunan di kampong; (2) mendorong musyawarah untuk menemukan solusi bersama; (3) menciptakan dialog dengan Pemerintah Daerah; (4) mendorong organisasi organik; (5) menciptakan jaringan kerja seni budaya; dan (6) mendorong kreativitas artistik berdampak ekonomi. Sebagai hasilnya, di setiap lokasi penerapan metode ini, kini terdapat perubahan mendasar, dalam: (1) pengambilan keputusan di tingkat kampung; (2) moda komunikasi dan kolaborasi dengan pemerintah daerah; (3) rencana dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur; yang berimplikasi pada perubahan etos, perspektif dan kesejahteraan anggota komunitas di masing-masing kampung pelaksana festival.