• Emmy Nirmalasari
    Emmy Nirmalasari
    Alumni Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada . Saat ini bekerja sebagai manajemen program officer di CISDI selama lebih dari 1 tahun dan menangani project tobacco control pada level akar rumput berbasis sekolah, selain itu juga mengelola program Pencerah Nusantara untuk penguatan sistem pelayanan kesehatan primer di Puskesmas.
Papers

Menciptakan Generasi Sehat Tanpa Rokok melalui Kurikulum Sekolah

2019

Abstraksi

Pembangunan suatu negara bergantung pada kualitas sumber daya manusianya, sehingga kualitas kesehatan dan pendidikan anak serta remaja perlu dijadikan prioritas dalam agenda pembangunan. Selain menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan, pemerintah juga perlu secara aktif menjauhkan anak-anak dari faktor risiko yang dapat merusak kualitas sumber daya manusia kedepannya. Namun, berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas 2018), prevalensi perokok anak (usia 10-18 tahun) terus naik, dari 7,2% di tahun 2014; 8,8% di tahun 2016; hingga 9,1% di tahun 2018. Masifnya perilaku merokok di kalangan remaja merupakan suatu bentuk ancaman bagi kualitas manusia Indonesia di usia produktif. Mengingat perilaku merokok adalah faktor risiko nomor tiga yang berkontribusi terhadap kesakitan, kecacatan dan kematian dini di Indonesia (IHME 2017). Maka dapat diproyeksikan besarnya beban yang akan ditanggung oleh negara ini kedepannya jika pencegahan inisiasi merokok pada remaja tidak dilakukan secara serius. Salah satu metode pencegahan yang dapat dilakukan adalah melalui integrasi edukasi dampak rokok dalam pembelajaran di sekolah formal dengan mengembangkan kapasitas guru serta mengintegrasikan informasi mengenai konsumsi rokok pada kurikulum sekolah. Optimalisasi peran guru sebagai edukator menjadi pendekatan yang strategis untuk mencegah inisiasi merokok pada remaja, karena guru merupakan salah satu role model siswa. Tidak hanya itu, edukasi dampak bahaya rokok yang diintegrasikan ke dalam mata pelajaran membuat siswa mendapatkan informasi yang intensif dan berkelanjutan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran siswa untuk berperilaku hidup sehat dan pada akhirnya menjadi generasi penerus Indonesia yang berkualitas. Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) melalui Program Generasi Sehat dan Kreatif (Progresif) telah melaksanakan pembuatan modul integrasi informasi bahaya rokok dengan kurikulum nasional 2013 kelas VII tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Pembuatan modul ini disertai dengan pengembangan kapasitas guru dan murid berdasarkan modul integrasi tersebut. Modul integrasi disusun dengan cara menyesuaikan informasi bahaya rokok dengan mata pelajaran IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Program ini telah dilaksanakan di dua sekolah yakni di SMP Negeri 7 dan SMP Negeri 97 Matraman DKI Jakarta dengan mengoptimalkan peran guru melalui peningkatan kapasitas atau pelatihan. Pengembangan kapasitas untuk guru dilakukan untuk memperkuat keterampilan guru dalam menyampaikan informasi dampak rokok dengan cara yang lebih mudah diterima oleh siswa menggunakan modul integrasi yang disusun. Sementara untuk murid, pengembangan keterampilan juga diberikan untuk membekali siswa dalam mengambil sikap terhadap perilaku merokok. Untuk mengukur keberhasilan dari Progresif, telah dilakukan penilaian terhadap pengetahuan dan sikap siswa, serta pengetahuan dan pendapat guru setelah mempraktekkan metode pembelajaran dalam modul Progresif. Hasil pre dan post-test siswa menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan mengenai pengetahuan tentang bahaya rokok sebelum dan setelah intervensi. Secara statistik, nilai median pengetahuan siswa sebelum dilakukan intervensi adalah 70 kemudian meningkat menjadi 80 setelah diberikan intervensi. Perubahan sikap siswa terhadap perilaku merokok juga terlihat cukup signifikan (P<0.05), diketahui 3 dari 5 sikap siswa yang dinilai berubah menjadi lebih berani untuk menegur guru yang merokok di sekolah, menegur orang yang merokok di transportasi umum dan menegur keluarga yang merokok di dalam rumah. Diketahui pula bahwa pengetahuan guru mengenai bahaya rokok cukup bervariasi, sebesar 46,2 persen guru memiliki pengetahuan yang baik sebelum dilakukan workshop, namun meningkat menjadi 92,3% setelah dilakukan workshop. Secara statistik peningkatan ini cukup signifikan dengan nilai p 0.00 (P<0.05). Setelah melakukan penerapan modul ini, guru menilai bahwa program ini tidak menambah beban dalam memberikan pengajaran serta menambah pengetahuan guru dan metode penyampaian yang lebih menarik mengenai bahaya rokok kepada para siswa. Hasil dari kegiatan ini telah didesiminasikan baik dalam forum ilmiah maupun pengambil kebijakan di daerah dalam hal ini Bappeda DKI Jakarta serta pemangku kepentingan yang terkait lainnya. Agar dampaknya lebih luas lagi, program ini perlu diiringi dengan penguatan keterampilan siswa serta berkolaborasi dengan puskesmas untuk memperkaya substansi kesehatan. Yang lebih penting juga adalah pelibatan pengambil kebijakan yang lebih tinggi seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Bappeda agar modul integrasi ini dapat dimasukan ke dalam kurikulum nasional. Kesimpulannya, untuk menjaga kualitas generasi emas Indonesia, maka salah satu upaya yang harus dilakukan adalah mencegah dan atau mengurangi keterpaparan faktor risiko kesehatan terutama merokok. Progresif, dengan model intervensi edukasi dampak bahaya rokok di sekolah yang diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah melalui kegiatan belajar mengajar (KBM) merupakan pendekatan komprehensif untuk mengurangi jumlah perokok pemula. Inovasi ini memiliki peran penting dalam melindungi dan mempertahankan kualitas generasi muda Indonesia yang bebas dari rokok.

Komentar
--> -->