Daya Saing Daerah di Masa Otonomi Daerah

Abstraksi

Daya saing daerah menjadi sangat krusial di masa otonomi daerah karena berkaitan dengan kemampuan daerah dalam menjawab tantangan sekaligus menciptakan peluang ekonomi dalam skala yang lebih luas. Namun, rendahnya kemampuan pengelolaan dan pengembangan potensi lokal berdampak pada rendahnya kapasitas dan kemandirian fiskal sehingga pembangunan dan pelayanan publik menjadi kurang optimal. Di sisi lain, rendahnya daya saing daerah menyebabkan iklim bisnis menjadi kurang kondusif dan investasi yang terbatas. Tujuan penelitian ini untuk memetakan tingkat daya saing provinsi di Indonesia tahun 2016 dan melihat bagaimana keuangan daerah dan transfer pusat mempengaruhi tingkat daya saing tersebut. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sangat beragam meliputi Statistik Kesejahteraan Rakyat, PDRB, Statistik Ketenagakerjaan, Indeks Persepsi Korupsi, Indeks Demokrasi, Indeks Tata Kelola Pemerintah Daerah, Indeks Kemudahan Berusaha, Nilai Penanaman Modal Asing, Indeks Pembangunan Teknologi Informasi, Panjang Jalan, Pasokan Listrik Rumah Tangga, Keuangan Daerah, dan Transfer Pusat ke Daerah. Metode yang digunakan yaitu Regional Competitiveness Index (RCI) dan Regresi Linier Berganda. Hasil yang diperoleh menunjukkan Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah dengan daya saing tertinggi dan terendah adalah Provinsi Papua. Kemudian daerah dengan nilai daya saing di atas rata-rata didominasi oleh provinsi di Pulau Sumatera dan Jawa. Sedangkan di daerah timur hanya ada Provinsi Bali, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur. Jika daya saing daerah dikaitkan dengan desentralisasi fiskal maka kemandirian fiskal dan belanja modal memberikan pengaruh positif terhadap daya saing daerah. Penggunaan transfer pusat yang lebih transparan dan tepat sasaran diharapkan dapat meningkatkan performa daerah. Hal ini tentu saja harus didukung dengan birokrasi yang bersih dan penggalian potensi-potensi lokal daerah dengan lebih optimal.