• Ana Nadila
    Ana Nadila
    Lahir 28 Agustus 1998, umur 21 tahun
Papers

“Analisis Proses Kerja (Labour Process) dalam Konteks pemagangan: Studi Kasus Program Magang Pendidikan Vokasi Bidang Studi Kesehatan Universitas Indonesia”

2019

Abstraksi

Arah perkembangan dunia saat ini ditandai dengan revolusi industri 4.0. Era revolusi ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia saat ini dan di masa depan, salah satunya dalam isu ketenagakerjaan. Pemerintah perlu memastikan kesiapan tenaga kerja kompeten di semua level tingkatan. Revitalisasi pendidikan vokasi menjadi salah satu penunjang untuk memperbaiki kualitas SDM siap kerja dan juga relevan dengan kebutuhan industri. Agar lulusan vokasi dapat memenuhi standar kebutuhan industri dan siap kerja, diperlukan keterlibatan antara pihak industri dan instruktur untuk membimbing calon pekerja melalui kegiatan praktik lapangan (magang). Dari landasan hukumnya, magang diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003. pemagangan dalam UU tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk peningkatan kompetensi kerja dan pelatihan kerja. Selain itu, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.22/Men/IX/2009 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri mengatakan bahwa magang bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu. Kedua aturan tersebut yang secara esensial mengungkapkan tujuan pemagangan merupakan upaya pelatihan kerja dan peningkatan keterampilan kerja bagi calon pekerja agar memiliki kriteria yang sesuai standar kebutuhan industri bukan untuk tujuan akademis atau pemenuhan kurikulum atau persyaratan suatu profesi tertentu (Tobing, 2017). Pendidikan Vokasi menurut UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 16 ayat (1) merupakan Pendidikan Tinggi program diploma yang menyiapkan mahasiswa untuk pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu sampai program sarjana terapan. Santoso (2017) dalam situs risetdikti.go.id mengatakan program pendidikan Vokasi merupakan program yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo untuk ditingkatkan sebagai upaya memperbanyak tenaga terampil siap kerja. Upaya tersebut perlu didukung dengan menguatkan relasi antara kalangan akademisi dengan kalangan industri. Tanpa dukungan industri, pendidikan vokasi akan sama seperti pendidikan akademik plus praktikum. Dari dasar hukumnya, jelas bahwa pendidikan Vokasi diadakan sebagai solusi atas minimnya keterampilan kerja dari tenaga kerja sehingga belum bisa dikatakan memenuhi standar industri. Oleh karena itu, dalam prosesnya, pendidikan vokasi di perguruan tinggi lebih memperbanyak SKS Praktik daripada SKS Teori kepada mahasiswa. Dalam situs resmi Program Pendidikan Perumahsakitan Universitas Indonesia, kurikulum dirancang agar mahasiswa memiliki kemampuan, kompetensi, keterampilan sesuai kebutuhan dunia kerja sehingga proses perkuliahan memiliki SKS Praktik 60% dan SKS Teori 40% atau 80% jam praktik dan 20% jam teori. (vokasi.ui.ac.id). Oleh karena itu, waktu pemagangan program pendidikan vokasi lebih lama dibandingkan dengan program pendidikan non-vokasi. Tujuannya tentu agar esensi dari adanya pendidikan vokasi sebagai pendidikan tinggi alternatif yang menyiapkan mahasiswa atas pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu dapat tercapai. Magang seolah telah menjadi elemen penting dalam sistem pendidikan keahlian di Indonesia, juga di seluruh dunia. Mahasiswa tidak menganggap magang sebagai kerja yang perlu diupah, dan justru menuntut magang (Hart, 2014: 143) atas dasar agar meningkatkan keterampilan kerja sesuai kebutuhan industri. Adapun studi kasus yang diangkat yaitu proses kerja dalam pemagangan mahasiswa Pendidikan Vokasi Bidang Studi Kesehatan meliputi jurusan; fisioterapi, okupasi terapi, dan perumahsakitan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode wawancara mendalam (indepth interview) dengan pengambilan sampel purposive sampling. Informan yang dijadikan target pengambilan data adalah masing-masing mahasiswa Pendidikan Vokasi dari ketiga jurusan Bidang Studi Kesehatan angkatan 2016, Ketua Program Bidang Studi Kesehatan Vokasi, dan perwakilan rumah sakit tempat peserta magang. Dalam satu semester (semester keenam), Mahasiswa Vokasi Kesehatan UI diwajibkan mengikuti program magang selama empat bulan penuh. Selama empat bulan tersebut, mahasiswa menempati berbagai macam rumah sakit. Satu rumah sakit ditempati selama dua minggu. Distribusi mahasiswa ke rumah sakit dikontrol secara penuh oleh Vokasi UI sehingga mahasiswa tidak dapat memilih dimana mereka ditempatkan. Selain itu, bentuk kontrol Vokasi UI adalah dengan mewajibkan mahasiswa magang untuk membuat sepuluh portofolio atas hal-hal yang dilakukan selama mengikuti pemagangan. Kemudian, portofolio tersebut wajib untuk disidangkan. Selama proses kerja, pemagang dibimbing oleh pembimbing lahan yang sesuai dengan bidangnya yang merupakan karyawan tetap rumah sakit tempat magang. Pembimbing lahan bertindak sebagai supervisor yang mengawasi dan menilai kinerja pemagang. Namun tugas pembimbing lahan yang bertindak sebagai supervisor bagi pemagang dirasa bagi supervisor-nya sendiri menambah beban kerja mereka. Oleh karena itu, mahasiswa magang tidak jarang mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari supervisor seperti dipersulit selama magang, dibebankan kerja yang berlebih (over work), juga hasil penilaian yang diterima pemagang seringkali tidak sesuai dengan banyaknya tugas yang telah dikerjakan pemagang. Selain itu, pemagang tidak diberi upah terhadap hasil kerjanya oleh pihak rumah sakit. Untuk menganalisis permasalahan magang tersebut, penulis menggunakan kerangka teori Politics of Production yang dikembangkan oleh Michael Burawoy (1985). Kerangka analisis Burawoy bekerja dengan menekankan perlunya “perjuangan di tempat kerja” untuk mempengaruhi proses produksi (Burawoy, 1985: 84) dan menciptakan proses kerja yang berkeadilan. Burawoy dalam hal ini berusaha mendefinisikan politik sebagai proses perjuangan untuk mendominasi secara terstruktur (Burawoy, 1985: 253). Kerangka tersebut dapat diterapkan dalam proses pemagangan, mengingat pemagang juga mengalami proses kerja yang membantu perusahaan untuk memproduksi keuntungan.

Komentar
--> -->