Abstraksi
a. Pendahuluan Pembangunan inklusif melalui pengembangan ekonomi kreatif (ekraf) menjadi salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 (Bekraf, 2015). Namun, rendahnya daya saing dan daya serap tenaga kerja usaha kreatif menjadi krusial di tengah persaingan global saat ini. Hasil Sensus Ekonomi 2016 menunjukkan bahwa jumlah usaha kreatif di Indonesia mencapai 8,20 juta usaha yang sebagian besar berada di Pulau Jawa (65,27%) dan Pulau Sumatera (18%) (BPS, 2018). Dari total usaha kreatif tersebut, 99,11% di antaranya berada dalam skala Usaha Mikro Kecil (UMK) dan sisanya berada dalam skala Usaha Menengah Besar (UMB). Sejalan dengan itu, tenaga kerja UMK ekraf mencapai 14,59 Juta atau 90,67% dari total tenaga kerja ekraf. Namun demikian, UMK ekraf modern yang telah memanfaatkan teknologi informasi dan/atau sistem waralaba hanya mencapai 1,92%. Padahal UMK ekraf modern memiliki daya serap tenaga kerja dua kali lebih tinggi dibanding UMK ekraf konvensional. Selain itu, UMK ekraf modern mampu berkompetisi di skala internasional. Fokus penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui gambaran umum karakteristik UMK modern sektor ekraf di seluruh provinsi di Indonesia dan (2) menentukan variabel/kebijakan apa saja yang paling berpengaruh/efektif terhadap perkembangan UMK modern sektor ekraf. b. Data dan Metodologi Penelitian ini dilakukan terhadap 34 provinsi di Indonesia dengan referensi waktu tahun 2017. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data UMK modern dan nilai ekspor sektor ekonomi kreatif, data realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR), data jumlah komunitas, data Statistik Pendidikan Tinggi, data demografi, data teknologi informasi, data keuangan daerah, dan data wisatawan. Data-data tersebut merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), dan Bank Indonesia (BI). Metode penelitian yang digunakan adalah K-Means Cluster untuk membentuk klaster UMK modern ekraf provinsi. Adapun indikator yang digunakan adalah (1) Indikator Ekonomi Kreatif, (2) Indikator Riset dan Teknologi Informasi, (3) Indikator Sosial dan (4)Indikator Budaya. Tahapan selanjutnya adalah menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda dengan metode stepwise untuk mengetahui variabel/indikator yang paling berpengaruh terhadap perkembangan UMK modern ekraf. Variabel dependen yang digunakan yaitu jumlah UMK modern ekraf sementara variabel independen meliputi realisasi KUR, jumlah komunitas, jumlah pusat kebudayaan, jumlah lembaga pendidikan tinggi, depedency ratio, akses internet, belanja bidang kebudayaan-pariwisata pemda, dan jumlah kunjungan wisatawan. c. Hasil dan Pembahasan Pada tahun 2017, UKM modern sektor ekraf di Indonesia berjumlah 155.921 usaha atau hanya 1,92% dari total UMK ekraf. Provinsi dengan jumlah UMK modern sektor ekraf tertinggi adalah Provinsi Jawa Barat (29.215) dan Jawa Timur (28.801). Sementara itu, provinsi dengan jumlah UMK modern sektor ekraf terendah adalah Maluku (105) dan Papua Barat (171). Adapun daya serap tenaga kerja UMK modern sektor ekraf mencapai 3,4 tenaga kerja. Dari hasil analisis klaster diketahui bahwa 34 provinsi dapat dikelompokkan menjadi tiga klaster sebagai berikut: 1. Klaster 1 terdiri dari 4 provinsi yaitu Provinsi DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Keempat provinsi ini memiliki perkembangan usaha kreatif dan daya saing paling baik. Hal tersebut didukung juga dengan tingginya ekspor ekonomi kreatif dari keempat provinsi tersebut. 2. Klaster 2 terdiri dari 5 provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Yogyakarta, Bali dan Sulawesi Selatan. Kelima provinsi ini memiliki perkembangan usaha kreatif modern dan potensi daya saing yang cukup. 3. Klaster 3 terdiri dari 25 provinsi dengan perkembangan usaha kreatif modern yang masih relatif rendah. Hasil analisis klaster menunjukkan bahwa indikator social dan budaya serta sektor pariwisata berperan cukup besar dalam membentuk klaster. Klaster 1 merupakan provinsi dengan rata-rata nilai cukup tinggi dalam variabel jumlah komunitas (568), pusat kebudayaan (129), serta lembaga pendidikan (331). Sementara itu klaster 3 merupakan provinsi dengan rata-rata nilai paling rendah dalam variable komunitas (28), pusat kebudayaan (20) serta lembaga pendidikan tinggi (50). Dari sini dapat dilihat bahwa pengembangan UMK modern sektor ekraf yang dimulai dari tahap kreasi, produksi, pemasaran hingga konservasi perlu diiringi dengan penguatan jaringan/konektivitas. Selanjutnya, analisis regresi berganda dengan metode stepwise menunjukkan bahwa komunitas dan penyaluran KUR merupakan variable yang paling signifikan berpengaruh terhadap perkembangan UMK modern sektor ekraf. Secara simultan, kedua variabel tersebut berpengaruh sebesar 79,2% dan sisanya oleh variabel lainnya. d. Simpulan dan Saran UMK modern yang berdaya saing global dan berdaya serap tenaga kerja tinggi serta tumbuh merata di seluruh wilayah Indonesia sudah seharusnya menjadi arah baru pengembangan ekonomi kreatif nasional. Untuk itu, pengembangan indikator sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi informasi yang secara langsung bersinggungan dengan sektor ekraf perlu dilakukan secara masif dan intensif. Pemberdayaan dan perluasan komunitas kreatif serta penciptaan ruang-ruang kreatif baru perlu diintegrasikan dengan pengembangan sektor pariwisata dan riset/pengembangan produk kreatif lokal. Selain sebagai wadah kreasi, peran komunitas dalam akses permodalan dan kemitraan juga perlu ditingkatkan. Pada akhirnya, pemerintah daerah diharapkan menjadi sutradara sekaligus pemeran utama dalam akselerasi pengembangan UMK modern sektor ekraf yang berdaya saing global dan berdaya serap tenaga kerja tinggi.