• Rusydan Fathy
    Rusydan Fathy
    Lulusam S1 Sosiologi FISIP UIN Jakarta. Saat ini sebagai peneliti bidang sosiologi perkotaan di LIPI. Memiliki ketertarikan terhadap isu kemiskinan dan eksklusi sosial, pemberdayaan komunitas, dan modal sosial.
Papers

PEDAGANG ASONGAN: MEWUJUDKAN INKLUSIFITAS MELALUI MODAL SOSIAL DAN KEBIJAKAN

2019

Abstraksi

Kepergian banyak orang dari desa ke kota sebagian besar beralasan mencari peruntungan ekonomi. Pencarian ekonomi di kota lebih menjanjikan ketimbang di desa. Kata “menjanjikan” tidak dimaksudkan pada peluang mendapat pekarjaan yang sarat dengan persaingan dalam pasar kerja, melainkan lapangan hidup underground (bawah tanah) yang notabene bergerak di luar lingkaran pasar kerja. Persepsi ini berasal dari mereka yang tidak memenuhi kualifikasi, identik dengan minimnya modal manusia—sertifikasi ijazah pendidikan formal. Pekerjaan bawah tanah kemudian dikonseptualisasikan sebagai ekonomi informal. Pedagang asongan adalah contoh ekonomi informal yang tumbuh subur di ruang-ruang kota. Keterbatasan kualifikasi diri nampaknya tidak dijadikan hambatan pergi ke kota mencari peruntungan ekonomi. Antusias mereka pergi ke kota, kami asumsikan karena adanya solidaritas sesama perantau yang mengondisikan terciptanya kerja sama guna memudahkan pengejaran ekonomi di kota. Dalam praktiknya, para pedagang asongan saat berjualan tidak jarang diselimuti kekhawatiran akan tindak penertiban instrumen otoritas daerah—Satpol PP. Keberadaan pedagang asongan kerap kali dianggap sebagai potret buram kota. Oleh karena itu, tindak penertiban pedagang asongan oleh Satpol PP mendapat pembenaran dari khalayak umum. Namun, usaha otoritas daerah pun sia-sia karena mereka kembali lagi beraktifitas di tempat yang sama pascapenertiban. Signifikansi penelitian kami adalah memberikan penjelasan akumulasi keuntungan ekonomi pada ekonomi informal yang lebih mengandalkan modal sosial daripada modal manusia. Mendayagunakan modal sosial berwujud relasi sosial yang mereka ciptakan untuk keutungan ekonomi. Akan tetapi, tindakan represif otoritas daerah terhadap pedagang asongan telah merenggut sumber penghasilan utama mereka—eksklusi sosial. Oleh karena itu, pertanyaan besar penelitian kami menitikberatkan pada bagaimana strategi bertahan pedagang asongan di tengah eksklusi sosial yang mereka hadapi Tulisan ini berupaya mengidentifikasi modal sosial berupa bonding maupun bridging social capital yang dimiliki pedagang asongan sebagai basis modalitas mereka. Temuan tulisan ini mengedepankan paradigma pembangunan yang memiliki prinsip inklusifitas dalam penerapannya. Paradigma pembangunan tersebut sejalan dengan konsepsi modal sosial dimana keduanya menekankan kepada kohesifitas.

Komentar
--> -->